Padang (ANTARA) - Pada awal 2020 dunia dikejutkan dengan pemberitaan terkait Corona Virus Disease (COVID-19). Virus ini pertama kali muncul di Wuhan, Cina pada Desember 2019 . Seseorang dapat terinfeksi COVID-19 melalui droplet (percikan air liur) dari hidung atau mulut pada saat bersin atau batuk. Maka dari itu, penting disarankan untuk selalu menjaga jarak dan memakai masker.
Pandemi COVID-19 berdampak pada aktivitas kehidupan masyarakat . Tidak terkecuali pada bidang pendidikan yang sekarang telah beralih ke sistem pendidikan daring (online learning). Hal ini menjadi kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk mencegah perluasan penyebaran COVID-19 di Tanah Air.
Delapan bulan berjalan Kemendikbud memberikan keterangan resmi akan dibuka kembali sekolah pada Januari 2021. Rencana dimulainya pembelajaran tatap muka pada awal tahun 2021 mengundang sejumlah pro dan kontra di masyarakat. Dalam hal in penulis kurang setuju atas kebijakan pemerintah tersebut.
Berdasarkan pengamatan , masyarakat Indonesia masih kurang disiplin dalam mengikuti kebijakan protokol kesehatan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Maka, perlu pertimbangan yang matang untuk membukaakembali sekolah tatap muka pada Januari 2021.
Hingga saat ini angka pasien COVID-19 di Indonesia masih terbilang cukup tinggi dan mengkhawatirkan. Terlebih jika keputusan pemerintah yang akan memberlakukan kembali sekolah tatap muka pada Januari 2021 dirasa masih kurang tepat untuk direalisasikan.
Jika sekolah kembali dibuka, kemungkinan angka penyebaran COVID-19 akan kembali meningkat dan grafiknya pun akan kembali naik secara signifikan. Walaupun nantinya tetap menggunakan protokol kesehatan sesuai anjuran dari pemerintah, hal tersebut tidak terlalu berpengaruh untuk mencegah penyebaran COVID-19 karenakan tidak semua masyarakat dapat mematuhi peraturan tersebut.
Pemerintah daerah dan orang tua adalah kunci dari wewenang penyesuaian kebijakan pembelajaran tatap muka ini. Untuk itu sebagian dari orang tua siswa sudah memberikan respon ketidaksetujuannya atas kebijakan tersebut.
Penetapan rencana kebijakan sekolah tatap muka ini seharusnya berlandaskan pada database angka pasien COVID-19 di Indonesia yang menurut catatan setiap harinya mengalami kenaikan.
Untuk itu pemerintah harus mengkaji ulang dan mempertimbangkan kembali kebijakan ini karenakan ada dampak negatif yang akan terjadi jika kebijakan ini tetap dijalankan.
Memang benar, pendidikan tatap muka secara langsung lebih efektif terhadap para pelajar di Indonesia. Akan tetapi untuk saat ini kesehatan lah yang paling diutamakan.
Sejalan dengan pendapat Epidemiolog Dicky Budiman dari Universitas Griffith, menegaskan rencana pembukaan sekolah tatap muka haruslah sesuai dengan kriteria pelonggaran dari World Health Organization (WHO). Namun, berdasarkan test positivity rate atau tingkat penularan COVID-19 di Indonesia masih tinggi yaitu berkisar 10 persem.
Tentunya akan berbahaya untuk melakukan sekolah tatap muka pada Januari 2021 . Jika kebijakan ini nantinya benar-benar direalisasikan, orang tua siswa dapat membimbing dan mengontrol anak-anaknya agar mengikuti protokol kesehatan dari pemerintah. Begitu pula untuk seluruh pelajar di Indonesia, agar tetap mengikuti protokol kesehatan yang berlaku dan menjalani pendidikan tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan yang dianjurkan.
Penulis merupakan Mahasiswi Digital Public Relations Telkom University
Pandemi COVID-19 berdampak pada aktivitas kehidupan masyarakat . Tidak terkecuali pada bidang pendidikan yang sekarang telah beralih ke sistem pendidikan daring (online learning). Hal ini menjadi kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk mencegah perluasan penyebaran COVID-19 di Tanah Air.
Delapan bulan berjalan Kemendikbud memberikan keterangan resmi akan dibuka kembali sekolah pada Januari 2021. Rencana dimulainya pembelajaran tatap muka pada awal tahun 2021 mengundang sejumlah pro dan kontra di masyarakat. Dalam hal in penulis kurang setuju atas kebijakan pemerintah tersebut.
Berdasarkan pengamatan , masyarakat Indonesia masih kurang disiplin dalam mengikuti kebijakan protokol kesehatan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Maka, perlu pertimbangan yang matang untuk membukaakembali sekolah tatap muka pada Januari 2021.
Hingga saat ini angka pasien COVID-19 di Indonesia masih terbilang cukup tinggi dan mengkhawatirkan. Terlebih jika keputusan pemerintah yang akan memberlakukan kembali sekolah tatap muka pada Januari 2021 dirasa masih kurang tepat untuk direalisasikan.
Jika sekolah kembali dibuka, kemungkinan angka penyebaran COVID-19 akan kembali meningkat dan grafiknya pun akan kembali naik secara signifikan. Walaupun nantinya tetap menggunakan protokol kesehatan sesuai anjuran dari pemerintah, hal tersebut tidak terlalu berpengaruh untuk mencegah penyebaran COVID-19 karenakan tidak semua masyarakat dapat mematuhi peraturan tersebut.
Pemerintah daerah dan orang tua adalah kunci dari wewenang penyesuaian kebijakan pembelajaran tatap muka ini. Untuk itu sebagian dari orang tua siswa sudah memberikan respon ketidaksetujuannya atas kebijakan tersebut.
Penetapan rencana kebijakan sekolah tatap muka ini seharusnya berlandaskan pada database angka pasien COVID-19 di Indonesia yang menurut catatan setiap harinya mengalami kenaikan.
Untuk itu pemerintah harus mengkaji ulang dan mempertimbangkan kembali kebijakan ini karenakan ada dampak negatif yang akan terjadi jika kebijakan ini tetap dijalankan.
Memang benar, pendidikan tatap muka secara langsung lebih efektif terhadap para pelajar di Indonesia. Akan tetapi untuk saat ini kesehatan lah yang paling diutamakan.
Sejalan dengan pendapat Epidemiolog Dicky Budiman dari Universitas Griffith, menegaskan rencana pembukaan sekolah tatap muka haruslah sesuai dengan kriteria pelonggaran dari World Health Organization (WHO). Namun, berdasarkan test positivity rate atau tingkat penularan COVID-19 di Indonesia masih tinggi yaitu berkisar 10 persem.
Tentunya akan berbahaya untuk melakukan sekolah tatap muka pada Januari 2021 . Jika kebijakan ini nantinya benar-benar direalisasikan, orang tua siswa dapat membimbing dan mengontrol anak-anaknya agar mengikuti protokol kesehatan dari pemerintah. Begitu pula untuk seluruh pelajar di Indonesia, agar tetap mengikuti protokol kesehatan yang berlaku dan menjalani pendidikan tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan yang dianjurkan.
Penulis merupakan Mahasiswi Digital Public Relations Telkom University