Padang (ANTARA) - Lima bulan lalu ketika Pilkada 2020 sudah mulai ramai diperbincangkan, Sipil Institute sebagai konsultan Investasi Politik, mulai meneropong tokoh-tokoh politik dan masyarakat yang layak maju memimpin di berbagai daerah. Salah satu yang paling menarik Sipil Institute adalah Pemilihan Gubernur Sumatera Barat.
Minimal ada lima alasan kenapa Sipil Institute lebih tertarik meneropong Pemilihan Gubernur Sumatera Barat. Pertama, menurut data sejarah pergerakan bangsa, Minangkabau pernah menjadi pusat industri kepemimpinan nusantara. Kedua, Pemilihan Gubernur Sumatera Barat diikuti empat pasangan calon yang memungkinkan kompetisi berlangsung ketat sebagai prasyarat lahirnya pemimpin tangguh visioner. Ketiga, Minangkabau dikenal memiliki konsep demokrasi badunsanak yang mengajarkan siap kalah dan siap menang, tetap bersatu dalam perbedaan dan bersama dalam keberagaman. Keempat, sejak pemilihan langsung digelar pasca reformasi, potensi konflik pasca Pemilukada paling minim di Sumatera Barat. Kelima, pemilih Sumatera Barat cenderung realistis, tidak terlalu terpengaruh dengan bahasa kampanye dan iklan politik.
Luar biasa, ternyata kelima alasan di atas terbukti sehari setelah Pemilukada 9 Desember 2020 kemarin. Walaupun baru versi hitung cepat (Quick Count) yang memenangkan pasangan nomor 4 Buya Mayeldi- Audy Joinaldy dengan suara terbanyak 35,4%, tetapi itu sudah menjadi bukti Sumatera Barat tidak pernah kekurangan pemimpin tangguh, religius, dan nasionalis yang mencintai daerah dan bangsanya. Empat pasangan putra terbaik Minangkabau berkompetisi secara sehat, saling mengadu gagasan di panggung demokrasi badunsanak.
Menyikapi perolehan suara pasangan Buya Mayeldi-Ir. Audy Joinaldy yang mengungguli suara tiga pasangan lainnya, jadi teringat sebulan sebelumnya seorang mantan mahasiswa saya dari Padang mengirim pesan melalui whatsAap. Katanya Buya tanya buku "Generasi Emas (Pemikiran Besar Minangkabau). Mungkin Buya butuh buku itu sebagai referensi kepemimpinan dalam pemilihan gubernur, kataku membatin.
Sesaat kemudian pesan whatsApp masuk lagi. Katanya Buya butuh buku itu karena geram kalau ada yang mengatakan orang Minangkabau tidak pancasilais, atau meragukan nasionalisme orang Minangkabau. Sementara dalam buku Generasi Emas (Penikiran Besar Minangkabau) yang ditulis berdasarkan data-data dan fakta sejarah dijelaskan lebih 60% orang yang mendesain Indonesia merdeka adalah orang Minangkabau. Jadi buku itu kata Buya perlu dibaca bagi orang yang meragukan nasionalisme orang Minangkabau.
Untung masih ada satu arsip buku tersimpan, dan segera mengirimkan Buya Mayeldi di Padang. Menariknya lagi, Buya melihat wujud buku itu bukan di Padang atau di Indonesia, tetapi di Malaysia. Buya mendengar buku itu ketika sukses diluncurkan di Malaysia, dan melihatnya ketika berjumpa temannya di Malaysia.
Selamat kepada Buya Mayeldi yang sudah memenangkan hitungan cepat Pemilihan Gubernur Sumatera Barat. Terimakasih atas apresiasinya pada buku : Generasi Emas (Pemikiran Besar Minangkabau). Semoga di bawa kepemimpinannya, Sumatera Barat bisa kembali menjadi pusat industri otak dan kepemimpinan nusantar
Penulis buku Generasi Emas (Pemikir Besar Minangkabau), Akademisi, dan Founder Sipil Institute Jakarta
Minimal ada lima alasan kenapa Sipil Institute lebih tertarik meneropong Pemilihan Gubernur Sumatera Barat. Pertama, menurut data sejarah pergerakan bangsa, Minangkabau pernah menjadi pusat industri kepemimpinan nusantara. Kedua, Pemilihan Gubernur Sumatera Barat diikuti empat pasangan calon yang memungkinkan kompetisi berlangsung ketat sebagai prasyarat lahirnya pemimpin tangguh visioner. Ketiga, Minangkabau dikenal memiliki konsep demokrasi badunsanak yang mengajarkan siap kalah dan siap menang, tetap bersatu dalam perbedaan dan bersama dalam keberagaman. Keempat, sejak pemilihan langsung digelar pasca reformasi, potensi konflik pasca Pemilukada paling minim di Sumatera Barat. Kelima, pemilih Sumatera Barat cenderung realistis, tidak terlalu terpengaruh dengan bahasa kampanye dan iklan politik.
Luar biasa, ternyata kelima alasan di atas terbukti sehari setelah Pemilukada 9 Desember 2020 kemarin. Walaupun baru versi hitung cepat (Quick Count) yang memenangkan pasangan nomor 4 Buya Mayeldi- Audy Joinaldy dengan suara terbanyak 35,4%, tetapi itu sudah menjadi bukti Sumatera Barat tidak pernah kekurangan pemimpin tangguh, religius, dan nasionalis yang mencintai daerah dan bangsanya. Empat pasangan putra terbaik Minangkabau berkompetisi secara sehat, saling mengadu gagasan di panggung demokrasi badunsanak.
Menyikapi perolehan suara pasangan Buya Mayeldi-Ir. Audy Joinaldy yang mengungguli suara tiga pasangan lainnya, jadi teringat sebulan sebelumnya seorang mantan mahasiswa saya dari Padang mengirim pesan melalui whatsAap. Katanya Buya tanya buku "Generasi Emas (Pemikiran Besar Minangkabau). Mungkin Buya butuh buku itu sebagai referensi kepemimpinan dalam pemilihan gubernur, kataku membatin.
Sesaat kemudian pesan whatsApp masuk lagi. Katanya Buya butuh buku itu karena geram kalau ada yang mengatakan orang Minangkabau tidak pancasilais, atau meragukan nasionalisme orang Minangkabau. Sementara dalam buku Generasi Emas (Penikiran Besar Minangkabau) yang ditulis berdasarkan data-data dan fakta sejarah dijelaskan lebih 60% orang yang mendesain Indonesia merdeka adalah orang Minangkabau. Jadi buku itu kata Buya perlu dibaca bagi orang yang meragukan nasionalisme orang Minangkabau.
Untung masih ada satu arsip buku tersimpan, dan segera mengirimkan Buya Mayeldi di Padang. Menariknya lagi, Buya melihat wujud buku itu bukan di Padang atau di Indonesia, tetapi di Malaysia. Buya mendengar buku itu ketika sukses diluncurkan di Malaysia, dan melihatnya ketika berjumpa temannya di Malaysia.
Selamat kepada Buya Mayeldi yang sudah memenangkan hitungan cepat Pemilihan Gubernur Sumatera Barat. Terimakasih atas apresiasinya pada buku : Generasi Emas (Pemikiran Besar Minangkabau). Semoga di bawa kepemimpinannya, Sumatera Barat bisa kembali menjadi pusat industri otak dan kepemimpinan nusantar
Penulis buku Generasi Emas (Pemikir Besar Minangkabau), Akademisi, dan Founder Sipil Institute Jakarta