Padang (ANTARA) - Pandemi COVID-19 tidak hanya berpengaruh pada sosial ekonomi masyarakat tetapi juga menyentuh sektor kebudayaan. Peristiwa budaya yang melibatkan banyak orang (kerumunan) tidak bisa dilakukan dengan bebas menimbang protokol kesehatan dan kebijakan jaga jarak.
Praktis hampir semua peristiwa budaya terhenti. Banyak pihak yang terliat di dalamnya juga terpaksa gigit jari. Mau dipaksakan untuk menggelar acara, belum tentu ada yang datang karena takut COVID-19. Belum lagi bila nanti dinilai melanggar protokol kesehatan oleh petugas dan dibubarkan.
Namun segala keterbatasan itu ternyata telah mendorong kreatifitas dan inovasi. Memantik ide-ide solutif sehingga perisitiwa kebudayaan tetap bisa diselenggarakan, tetapi kerumunan diminimalkan. Ide itu bernama teknologi. Media sosial.
"Marantang Curito" mencoba memaksimalkan ide itu. Kegiatan yang merupakan Fasilitasi Bidang Kebudayaan tahun 2020 Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud dengan tema Penguatan Tradisi di Era Pandemi itu menghadirkan seniman-seniman tradisi ke layar beberapa platform media sosial secara "live".
Beberapa jenis Seni Tradisi Minangkabau seperti rabab bagurau, salawat dulang, saluang bagurau serta randai dihadirkan secara langsung di layar gawai dan dapat dinikmati di seluruh belahan dunia selama empat hari 13,14,21 dan 22 November 2020 .
Beberapa tanggapan langsung saat tayangan "live streaming" itu tersirat kerinduan yang terobati dari sejumlah diaspora Minang yang telah jauh satu atau dua generasi meninggalkan tanah kelahiran. Mereka yang berada di Amerika dan Eropa terasa terobati oleh "live streaming" yang di gelar. Seberapa mahalkah nilai kerinduan yang terobati itu?
Beberapa orang yang bukan berasal dari latar belakang budaya Minang, tetapi tertarik pada tradisi lisan juga menikmati peristiwa budaya yang dihadirkan itu.
Sejumlah peserta lokakarya dalam "Marantang Curito" yang dilaksanakan secara virtual. (ANTARA / Ist)
Ketua Pelaksana Program "Marantang Curito" Eka Meigalia menyebut sejumlah seni tradisi yang dihadirkan itu adalah bagian awal dari dua bagian program yang digagas. Setelahnya dilaksanakan lokakarya dengan tema besar Penguatan Tradisi Lisan di Era Pandemi COVID-19 pada 23-26 November 2020.
Lokakarya itu dibagi empat sesi menghadirkan sejumlah narasumber yang diharapkan bisa memperbaharui persepsi para akademisi, peneliti, pemerhati dan juga pelaku seni bahwa media sosial adalah salah satu media yang bisa dimanfaatkan sebagai sarana memperkuat tradisi.
Untuk 4 sesi lokakarya, topik-topik yang akan dibahas adalah "Tradisi Lisan dalam Perkembangan Teknologi Digital" oleh Suryadi dan Pudentia, "Konten Kreatif Berbasis Tradisi" oleh Donny Eros dan Esha Tegar Putra, "Sarana dan Prasarana Pendukung" oleh Sudarmoko dan Hasanuddin, dan "Media Sosial dan Penguatan Tradisi oleh Jabatin Bangun dan M. Fadhli.
"Kami mengucap terima kasih pada Dirjen Kebudayaan Kemendikbud RI dan sejumlah pihak yang membantu terselenggaranya kegiatan ini. Mudah-mudahan mampu membuka persepsi dalam penguatan seni tradisi ke depan," ujarnya.
Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar, Gemala Ranti mengatakan ide-ide keatif dan solutif itu memang sangat dibutuhkan untuk menjaga Seni Tradisi Lisan Minangkabau tetap tumbuh dan mengakar.
Ia menyebut tradisi lisan adalah salah satu sumber penting dalam pembentukan karakter bangsa melalui nilai-nilai luhur yang diwariskan.
"Dengan memanfaatkan teknologi kita bisa, setidaknya, menggoda generasi muda untuk penasaran terhadap tradisi dan budaya sendiri. Hal itu diharapkan pula menjadi awal ketertarikan mereka untuk lebih mengenal dan menyelami nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya," ujar dia.
Gemala mengapresiasi "Marantang Curito" yang menghadirkan Peristiwa Budaya ke layar gawai hingga menjangkau dunia.***
Praktis hampir semua peristiwa budaya terhenti. Banyak pihak yang terliat di dalamnya juga terpaksa gigit jari. Mau dipaksakan untuk menggelar acara, belum tentu ada yang datang karena takut COVID-19. Belum lagi bila nanti dinilai melanggar protokol kesehatan oleh petugas dan dibubarkan.
Namun segala keterbatasan itu ternyata telah mendorong kreatifitas dan inovasi. Memantik ide-ide solutif sehingga perisitiwa kebudayaan tetap bisa diselenggarakan, tetapi kerumunan diminimalkan. Ide itu bernama teknologi. Media sosial.
"Marantang Curito" mencoba memaksimalkan ide itu. Kegiatan yang merupakan Fasilitasi Bidang Kebudayaan tahun 2020 Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud dengan tema Penguatan Tradisi di Era Pandemi itu menghadirkan seniman-seniman tradisi ke layar beberapa platform media sosial secara "live".
Beberapa jenis Seni Tradisi Minangkabau seperti rabab bagurau, salawat dulang, saluang bagurau serta randai dihadirkan secara langsung di layar gawai dan dapat dinikmati di seluruh belahan dunia selama empat hari 13,14,21 dan 22 November 2020 .
Beberapa tanggapan langsung saat tayangan "live streaming" itu tersirat kerinduan yang terobati dari sejumlah diaspora Minang yang telah jauh satu atau dua generasi meninggalkan tanah kelahiran. Mereka yang berada di Amerika dan Eropa terasa terobati oleh "live streaming" yang di gelar. Seberapa mahalkah nilai kerinduan yang terobati itu?
Beberapa orang yang bukan berasal dari latar belakang budaya Minang, tetapi tertarik pada tradisi lisan juga menikmati peristiwa budaya yang dihadirkan itu.
Ketua Pelaksana Program "Marantang Curito" Eka Meigalia menyebut sejumlah seni tradisi yang dihadirkan itu adalah bagian awal dari dua bagian program yang digagas. Setelahnya dilaksanakan lokakarya dengan tema besar Penguatan Tradisi Lisan di Era Pandemi COVID-19 pada 23-26 November 2020.
Lokakarya itu dibagi empat sesi menghadirkan sejumlah narasumber yang diharapkan bisa memperbaharui persepsi para akademisi, peneliti, pemerhati dan juga pelaku seni bahwa media sosial adalah salah satu media yang bisa dimanfaatkan sebagai sarana memperkuat tradisi.
Untuk 4 sesi lokakarya, topik-topik yang akan dibahas adalah "Tradisi Lisan dalam Perkembangan Teknologi Digital" oleh Suryadi dan Pudentia, "Konten Kreatif Berbasis Tradisi" oleh Donny Eros dan Esha Tegar Putra, "Sarana dan Prasarana Pendukung" oleh Sudarmoko dan Hasanuddin, dan "Media Sosial dan Penguatan Tradisi oleh Jabatin Bangun dan M. Fadhli.
"Kami mengucap terima kasih pada Dirjen Kebudayaan Kemendikbud RI dan sejumlah pihak yang membantu terselenggaranya kegiatan ini. Mudah-mudahan mampu membuka persepsi dalam penguatan seni tradisi ke depan," ujarnya.
Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar, Gemala Ranti mengatakan ide-ide keatif dan solutif itu memang sangat dibutuhkan untuk menjaga Seni Tradisi Lisan Minangkabau tetap tumbuh dan mengakar.
Ia menyebut tradisi lisan adalah salah satu sumber penting dalam pembentukan karakter bangsa melalui nilai-nilai luhur yang diwariskan.
"Dengan memanfaatkan teknologi kita bisa, setidaknya, menggoda generasi muda untuk penasaran terhadap tradisi dan budaya sendiri. Hal itu diharapkan pula menjadi awal ketertarikan mereka untuk lebih mengenal dan menyelami nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya," ujar dia.
Gemala mengapresiasi "Marantang Curito" yang menghadirkan Peristiwa Budaya ke layar gawai hingga menjangkau dunia.***