Arosuka (ANTARA) - Diduga aliran sesat, satu kelompok masyarakat di Nagari Sumani Kecamatan X Koto Singkarak Kabupaten Solok kini dalam pengawasan Badan Koordinasi Pengawas Aliran Keagamaandan Kepercayaan Masyarakat (Bakorpakem) setempat.
Kepala Kejaksaan Negeri Solok Donny Haryono Setiawan di Solok, Jumat sebagai Ketua Bakorpakem menegaskan kelompok ini diduga melenceng dari ajaran atau kepercayaan yang ada di Indonesia.
Menurutnya pihaknya sudah merapatkan dengan Bakorpakem seperti dengan Polres, Kodim, Kemenag, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
Ia mengatakan MUI turun langsung karena hal itu menyangkut kepercayaan seseorang maka lembaga resmi yang menjelaskan dalil-dalilnya.
"Ini kan masalah kepercayaan, nah ahli kita kan MUI. Nah ini kami tunggu hasil rekomendasi dari MUI. Kalau mereka mengikuti anjuran dan kesepakatan maka bubarkan kelompoknya," ujarnya.
Jika selesai masalah tersebut tentunya tak lagi mengganggu ketertiban dan keresahan di tengah masyarakat.
Kajari menegaskan jika masih muncul atau menjalankan ajaran sesatnya, maka akan dilakukan tindakan represif atau penindakan hukum.
Sementara itu Kasi Intel Kejari Solok, Ulfan Yustian Alif menambahkan saat ini perkembangan kelompok yang diduga aliran sesat tersebut masih sebatas keluarga dan tetangga. Namun, tidak tertutup kemungkinan ia bisa terus berkembang.
“Nah untuk itu kami terus mengawasinya. Karena ini juga meresahkan masyarakat. Dan kami juga masih memantau beberapa kelompok lainnya, tapi belum bisa kami berikan hasilnya,” ujarnya.
Menurut Ulfan, seorang guru dari kelompok tersebut yang dinamai guru besar berada di Padang. Untuk itu pihaknya juga berkordinasi dengan Bakorpakem Padang.
“Karena ini sudah lintas sektor hukum, kami harus kordinasi dengan yang di Padang. Eksisnya kegiatan kelompok itu di Sumani sejak awal 2020 ini, ya masih baru di situ,” kata Ulfan.
MUI putuskan aliran sesat
Terkait itu, Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Solok, Elyunus Esmara menyampaikan, pihaknya sudah melakukan pendalaman terkait aliran sesat yang berada di Sumani, Kabupaten Solok tersebut.
Dijelaskannya, MUI sudah melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait seperti Muhammadiyah, NU dan lainnya. Namun, dari pertemuan, tidak satu pun yang mengetahui tentang aliran sesat itu.
"Jadi aliran ini ada muridnya di Koto Sani dan murid ini tidak satu tingkatan tapi berbeda-beda guru. Yang paling senior (murid) ia mendapat dari gurunya di Jawa Tengah bukan yang di Padang," katanya.
Saat mereka pulang kampung, karena merasa alirannya sama maka ia bergabung dengan aliran di Sumbar. Yang gurunya di Sumbar berpusat di Andalas Padang,” kata Elyunus.
Inti aliran yang diyakini oleh kelompok ini kata Elyunus, tidak mempercayai adanya Nabi Muhammad. "Mereka percaya Al Qur’an. Tapi tidak mempercayai Nabi Muhammad hanya mempercayai Nabi Ibrahim. Tapi puasa hanya sekedar menahan, naik haji diwaliki oleh guru, cukup ke Padang," katanya.
Hal lain yang patut menjadi perhatian menurutnya soal keterlibatan oleh provinsi dalam menangani kasus tersebut. Karena menurutnya, permasalahan itu sudah seharusnya dibahas oleh tingkat provinsi.
"Karena aliran sudah berkembang di Padang tapi kini tidak kelihatan. Dulu sudah diketahui tapi tidak ditindaklanjuti," ujarnya.
Kepala Kejaksaan Negeri Solok Donny Haryono Setiawan di Solok, Jumat sebagai Ketua Bakorpakem menegaskan kelompok ini diduga melenceng dari ajaran atau kepercayaan yang ada di Indonesia.
Menurutnya pihaknya sudah merapatkan dengan Bakorpakem seperti dengan Polres, Kodim, Kemenag, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
Ia mengatakan MUI turun langsung karena hal itu menyangkut kepercayaan seseorang maka lembaga resmi yang menjelaskan dalil-dalilnya.
"Ini kan masalah kepercayaan, nah ahli kita kan MUI. Nah ini kami tunggu hasil rekomendasi dari MUI. Kalau mereka mengikuti anjuran dan kesepakatan maka bubarkan kelompoknya," ujarnya.
Jika selesai masalah tersebut tentunya tak lagi mengganggu ketertiban dan keresahan di tengah masyarakat.
Kajari menegaskan jika masih muncul atau menjalankan ajaran sesatnya, maka akan dilakukan tindakan represif atau penindakan hukum.
Sementara itu Kasi Intel Kejari Solok, Ulfan Yustian Alif menambahkan saat ini perkembangan kelompok yang diduga aliran sesat tersebut masih sebatas keluarga dan tetangga. Namun, tidak tertutup kemungkinan ia bisa terus berkembang.
“Nah untuk itu kami terus mengawasinya. Karena ini juga meresahkan masyarakat. Dan kami juga masih memantau beberapa kelompok lainnya, tapi belum bisa kami berikan hasilnya,” ujarnya.
Menurut Ulfan, seorang guru dari kelompok tersebut yang dinamai guru besar berada di Padang. Untuk itu pihaknya juga berkordinasi dengan Bakorpakem Padang.
“Karena ini sudah lintas sektor hukum, kami harus kordinasi dengan yang di Padang. Eksisnya kegiatan kelompok itu di Sumani sejak awal 2020 ini, ya masih baru di situ,” kata Ulfan.
MUI putuskan aliran sesat
Terkait itu, Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Solok, Elyunus Esmara menyampaikan, pihaknya sudah melakukan pendalaman terkait aliran sesat yang berada di Sumani, Kabupaten Solok tersebut.
Dijelaskannya, MUI sudah melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait seperti Muhammadiyah, NU dan lainnya. Namun, dari pertemuan, tidak satu pun yang mengetahui tentang aliran sesat itu.
"Jadi aliran ini ada muridnya di Koto Sani dan murid ini tidak satu tingkatan tapi berbeda-beda guru. Yang paling senior (murid) ia mendapat dari gurunya di Jawa Tengah bukan yang di Padang," katanya.
Saat mereka pulang kampung, karena merasa alirannya sama maka ia bergabung dengan aliran di Sumbar. Yang gurunya di Sumbar berpusat di Andalas Padang,” kata Elyunus.
Inti aliran yang diyakini oleh kelompok ini kata Elyunus, tidak mempercayai adanya Nabi Muhammad. "Mereka percaya Al Qur’an. Tapi tidak mempercayai Nabi Muhammad hanya mempercayai Nabi Ibrahim. Tapi puasa hanya sekedar menahan, naik haji diwaliki oleh guru, cukup ke Padang," katanya.
Hal lain yang patut menjadi perhatian menurutnya soal keterlibatan oleh provinsi dalam menangani kasus tersebut. Karena menurutnya, permasalahan itu sudah seharusnya dibahas oleh tingkat provinsi.
"Karena aliran sudah berkembang di Padang tapi kini tidak kelihatan. Dulu sudah diketahui tapi tidak ditindaklanjuti," ujarnya.