Jakarta (ANTARA) - Ketua Komite Buku Nasional 2016-2019 Laura Bangun Prinsloo meminta pemerintah untuk turut serta menyelamatkan industri perbukuan yang merosot akibat pandemi COVID-19.
"Kami telah mengirimkan surat usulan kepada Presiden Joko Widodo melalui Kantor Staf Kepresidenan pada 15 April 2020 dan jajaran kementerian terkait di bidang perbukuan untuk menyiapkan langkah-langkah yang diperlukan bagi penyelamatan industri perbukuan di Indonesia," ujar Laura yang juga Ketua Yayasan Tujuhbelasribu Pulau Imaji itu dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa.
Laura yang juga menjabat Direktur Kesaint Blanc tersebut, menyebut ada enam usulan yang diajukan kepada pemerintah.
Pertama, memberikan dukungan dana bagi pelaku industri perbukuan untuk membuka akses membaca gratis secara daring dan bergiat untuk mengonversi buku terbitan mereka ke dalam bentuk digital, audio, video, dan program daring agar mudah diakses selama masa pandemi COVID-19.
Kedua, memberikan dukungan dana bagi perpustakaan, lembaga pendidikan, dan komunitas masyarakat untuk membeli buku, buku digital, buku audio dari para penerbit untuk mendorong masyarakat membaca di rumah.
Ketiga, memberikan dukungan dana bagi pelaku industri perbukuan untuk menerbitkan buku bertema kesehatan dan hidup higienis dengan sasaran pembaca mulai dari balita hingga lansia untuk meningkatkan gaya hidup sehat di masyarakat.
Keempat, menyiapkan kampanye bersama dengan membentuk jejaring komunikasi yang lebih intensif untuk menyosialisasikan budaya baca melalui media sosial dan platform-platform komunikasi massa lainnya.
Kelima, memberikan dukungan dana bagi pelaku industri perbukuan untuk pengiriman gratis buku-buku fisik kepada taman baca, perpustakaan daerah, dan komunitas-komunitas literasi yang memerlukan, supaya setiap lapisan masyarakat tetap bisa mendapatkan akses pada buku.
Keenam, memberikan dukungan dana, baik bagi industri penerbitan untuk terus melanjutkan kegiatan produksi dan promosi perbukuan, maupun bagi kegiatan kerja sama lintas sektor untuk menghidupkan kembali industri perbukuan dan juga industri kreatif secara umum.
Laura menambahkan pihaknya melihat industri perbukuan di Indonesia semakin merosot. Dengan ditutupnya 61 toko buku Gramedia, maka rata-rata para penerbit mengalami penurunan penjualan dari 40-70 persen sejak Maret 2020.
"Jika ini tidak mendapatkan perhatian pemerintah, sejumlah penerbit tingkat kecil dan menengah tak lagi bisa melanjutkan hidupnya," katanya.
Bahkan, jika para penerbit harus mulai menyesuaikan bisnisnya dengan situasi pembatasan fisik seperti saat ini, tetap saja memerlukan biaya yang tak sedikit.
"Mengubah buku menjadi buku elektronik (e-book) atau buku audio (audio-book) pun tidak secepat itu dan semudah itu dari segi biaya. Belum lagi tidak semua penerbit siap dengan cara penjualan daring," paparnya.
"Kami telah mengirimkan surat usulan kepada Presiden Joko Widodo melalui Kantor Staf Kepresidenan pada 15 April 2020 dan jajaran kementerian terkait di bidang perbukuan untuk menyiapkan langkah-langkah yang diperlukan bagi penyelamatan industri perbukuan di Indonesia," ujar Laura yang juga Ketua Yayasan Tujuhbelasribu Pulau Imaji itu dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa.
Laura yang juga menjabat Direktur Kesaint Blanc tersebut, menyebut ada enam usulan yang diajukan kepada pemerintah.
Pertama, memberikan dukungan dana bagi pelaku industri perbukuan untuk membuka akses membaca gratis secara daring dan bergiat untuk mengonversi buku terbitan mereka ke dalam bentuk digital, audio, video, dan program daring agar mudah diakses selama masa pandemi COVID-19.
Kedua, memberikan dukungan dana bagi perpustakaan, lembaga pendidikan, dan komunitas masyarakat untuk membeli buku, buku digital, buku audio dari para penerbit untuk mendorong masyarakat membaca di rumah.
Ketiga, memberikan dukungan dana bagi pelaku industri perbukuan untuk menerbitkan buku bertema kesehatan dan hidup higienis dengan sasaran pembaca mulai dari balita hingga lansia untuk meningkatkan gaya hidup sehat di masyarakat.
Keempat, menyiapkan kampanye bersama dengan membentuk jejaring komunikasi yang lebih intensif untuk menyosialisasikan budaya baca melalui media sosial dan platform-platform komunikasi massa lainnya.
Kelima, memberikan dukungan dana bagi pelaku industri perbukuan untuk pengiriman gratis buku-buku fisik kepada taman baca, perpustakaan daerah, dan komunitas-komunitas literasi yang memerlukan, supaya setiap lapisan masyarakat tetap bisa mendapatkan akses pada buku.
Keenam, memberikan dukungan dana, baik bagi industri penerbitan untuk terus melanjutkan kegiatan produksi dan promosi perbukuan, maupun bagi kegiatan kerja sama lintas sektor untuk menghidupkan kembali industri perbukuan dan juga industri kreatif secara umum.
Laura menambahkan pihaknya melihat industri perbukuan di Indonesia semakin merosot. Dengan ditutupnya 61 toko buku Gramedia, maka rata-rata para penerbit mengalami penurunan penjualan dari 40-70 persen sejak Maret 2020.
"Jika ini tidak mendapatkan perhatian pemerintah, sejumlah penerbit tingkat kecil dan menengah tak lagi bisa melanjutkan hidupnya," katanya.
Bahkan, jika para penerbit harus mulai menyesuaikan bisnisnya dengan situasi pembatasan fisik seperti saat ini, tetap saja memerlukan biaya yang tak sedikit.
"Mengubah buku menjadi buku elektronik (e-book) atau buku audio (audio-book) pun tidak secepat itu dan semudah itu dari segi biaya. Belum lagi tidak semua penerbit siap dengan cara penjualan daring," paparnya.