Jakarta (ANTARA) - Ketahanan pangan menjadi persoalan utama setiap negara, termasuk Indonesia dalam menghadapi wabah corona penyebab COVID-19 yang kini ditetapkan statusnya sebagai pandemi oleh WHO.

Bahkan, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agriculture Organization/FAO) mengingatkan bahwa pandemi ini bisa menyebabkan krisis pangan dunia.

Pasalnya, jika tidak diantisipasi sejak dini, krisis pangan diperkirakan mulai terasa pada Mei-Juni 2020, bahkan kemungkinan berlanjut hingga dua tahun ke depan menjelang situasi global kembali normal.

Presiden Joko Widodo pun langsung merespon sinyal yang disampaikan badan pangan dunia tersebut. Jokowi langsung berkali-kali menggelar rapat terbatas dengan sejumlah menteri dan mengingatkan untuk cermat soal potensi kelangkaan pangan.

Dalam rapat terbatas pada Selasa (21/4) lalu, Presiden menekankan agar ketersediaan beras memasuki musim kemarau dan bulan puasa dapat dihitung secara cermat. Dengan begitu, kelangkaan bahan pokok bisa dihindari dan tidak terjadi kenaikan harga secara drastis.

"Tolong betul-betul dihitung, jangan overestimate. Tolong dikalkulasi yang cermat, dihitung yang detail berbasis data empiris yang valid dan reliable," kata Presiden Jokowi.

Indonesia harus memastikan betul bahwa ketersediaan pangan, terutama beras dapat dipenuhi dari dalam negeri, sehingga keran impor tidak diperlukan. Pasalnya, bukan tidak mungkin jika negara produsen beras lainnya, seperti Thailand dan Vietnam akan cenderung memilih untuk tidak membuka ekspor beras sebelum kebutuhan dalam negeri mereka benar-benar tercukupi.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyebutkan bahwa perkiraan pasokan ketersediaan pangan strategis nasional untuk Maret hingga Agustus 2020, yakni untuk beras tersedia 25,6 juta ton dari kebutuhan 15 juta ton.

Ada pun sesuai pemantauan data open camera oleh Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, produksi beras pada masa puncak panen raya yang jatuh pada April 2020 ini mencapai 5,27 juta ton beras dengan luas panen 1,73 juta hektare.

Panen masih akan berlanjut sampai Mei seluas 1,38 juta hektare atau setara 3,81 juta ton beras. Dengan kebutuhan konsumsi beras Nasional sebesar 2,5 juta ton per bulan, Pemerintah memastikan produksi beras surplus untuk mencukupi konsumsi pangan.


  Ilustrasi - Pedagang pasar rakyat menjual berbagai kebutuhan pangan. (ANTARA/Vicki Febrianto)
Penyediaan pupuk

Dibalik asa agar produksi tanaman padi terus berjalan, penyediaan pupuk bersubsidi untuk petani menjadi hal mendasar untuk mendukung ketahanan pangan nasional, terutama menghadapi masa pandemi, serta bulan Ramadhan-Idul Fitri yang memasuki hitungan hari.

Mengenai jenis pupuk subsidi, ada lima jenis pupuk yang disediakan untuk petani, yakni Urea, SP-36, ZA dan NPK dan organik.

Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Sarwo Edhy, memaparkan bahwa sesuai Permentan 10 Tahun 2020, pupuk bersubsi diperuntukkan bagi petani yang telah bergabung dalam Kelompok Tani.

Kelompok Tani tersebut wajib menyusun e-RDKK (Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok), dan petani yang melakukan usaha tani subsektor tanaman pangan, perkebunan, hortikultura atau peternakan dengan luasan paling luas 2 hektare tiap musim tanam. Sementara untuk petani (petambak) syaratnya melakukan usaha sektor budi daya perikanan dengan luasan maksimal 1 hektare setiap musim tanam.

Dalam memasuki masa tanam gadu pada April/Mei ini , PT Pupuk Indonesia (Persero) sebagai BUMN yang ditugasi Pemerintah untuk menyalurkan pupuk subsidi nasional, telah menyiapkan stok pupuk, baik di tingkat distributor dan Kios.

Berdasarkan data stok Pupuk Indonesia per 22 April 2020, jumlah pupuk bersubsidi yang tersedia di lini III dan IV sebanyak 1.039.558 ton terdiri atas  pupuk Urea sebanyak 594.239 ton, NPK sebanyak 213.174 ton, SP-36 sebanyak 76.576 ton, ZA sebanyak 108.396 ton dan organik sebanyak 47.173 ton.

Kepala Komunikasi Korporat Pupuk Indonesia, Wijaya Laksana, mengatakan jumlah stok yang disiapkan di lini III dan IV itu cukup untuk memenuhi kebutuhan pupuk hingga bulan Juni.

"Kami menjaga jumlah stok untuk dapat memenuhi kebutuhan petani sesuai dengan alokasi yang diatur Kementerian Pertanian. Stok yang tersedia mencapai empat kali lipat dari ketentuan," kata Wijaya.

Sementara, realisasi penyaluran pupuk bersubsidi hingga 19 April 2020, tercatat mencapai 2,9 juta ton atau sebesar 36 persen dari total dari alokasi pupuk tahun 2020 sebesar 7,9 juta ton. Berdasarkan target penyaluran per bulan, realisasi pupuk bersubsidi tersebut mencapai 97 persen.

Pupuk Indonesia juga menyiapkan alokasi stok pupuk nonsubsidi di kios-kios resmi untuk mengantisipasi permintaan pupuk dari petani yang tidak tercantum dalam e-RDKK.

Wijaya Laksana menjelaskan upaya ini dilakukan setelah imbauan dari Kementerian Pertanian terkait antisipasi kebutuhan petani yang tidak tercantum dalam RDKK dan tidak memperoleh alokasi pupuk bersubsidi.

"Kami sudah mengeluarkan kebijakan kepada anak-anak perusahaan untuk selalu menyiapkan stok pupuk nonsubsidi di level kios, minimal 200 kilogram. Itu untuk mengantisipasi kekurangan tadi," kata Wijaya.

Saat ini stok pupuk nonsubsidi yang ada di distributor hingga level kios pun sangat mencukupi untuk kebutuhan di lapangan.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo juga menegaskan, hingga kini tidak ada pengurangan pupuk bersubsidi. Pemerintah telah mengatur alokasi pupuk sesuai e-RDKK.

Untuk mengamankan penyaluran pupuk bersubsidi agar tepat sasaran, Mentan mengimbau petani agar bergabung dengan kelompok tani. Dengan demikian, akses mereka untuk memperoleh pupuk subsidi bisa lebih mudah.


 Distribusi pupuk saat pandemi

Terkait distribusi pupuk bersubsidi ke berbagai daerah di tengah pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai upaya pemerintah pada penanganan COVID-19, Mentan menjamin penerapan PSBB tidak akan mengganggu penyaluran pupuk.

"Penyaluran pupuk kepada petani tidak terganggu dikarenakan pupuk termasuk dalam kategori barang penting yang pelaksanaan distribusinya tidak dibatasi dalam aturan PSBB. Terlebih pupuk merupakan barang strategis yang berperan penting dalam menentukan kelancaran pembangunan Nasional," kata Mentan.

Sebagai produsen pupuk, PT Pupuk Indonesia (Persero) berkomitmen tetap menjaga performa kinerja meliputi produksi, ketersediaan stok hingga kelancaran distribusi pupuk bersubsidi di tengah pandemi COVID-19.

Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Aas Asikin Idat mengatakan bahwa produksi di pabrik-pabrik milik Pupuk Indonesia Grup masih dapat terjaga.

"Sepanjang Januari hingga akhir Februari 2020, total produksi Pupuk Indonesia Grup telah mencapai 2 juta ton, atau setara 108 persen dari target periode yang sama sebesar 1,89 juta ton," kata Aas.

Produsen pupuk yang dimaksud adalah anak perusahaan, yakni PT Pupuk Kujang Cikampek, PT Pupuk Kaltim, PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Iskandar Muda Aceh dan PT Petrokimia Gresik. Pupuk Indonesia menargetkan produksi pupuk selama 2020 sebesar 12,65 juta ton.

Aas menerangkan, guna menjaga performa tersebut, Pupuk Indonesia Grup telah menjalankan sejumlah langkah pencegahan penyebaran COVID-19 di lingkungan operasional kerja dan pabrik masing-masing perusahaan.

Langkah pencegahan tersebut, seperti pemeriksaan suhu tubuh karyawan dan tamu yang memasuki area pabrik dan kantor, pembatasan kedatangan tamu, mengatur pola kerja yang lebih fleksibel, menyediakan alat pembersih tangan serta rutin menjaga kebersihan lingkungan kantor dengan cara penyemprotan disinfefktan.

Upaya preventif juga diterapkan di dermaga pelabuhan yang terdapat di area pabrik, di mana setiap kapal yang berlabuh akan diawasi dengan ketat, mulai dari kelengkapan dokumen bebas karantina, hingga pembatasan dan pemeriksaan kesehatan anak buah kapal (ABK) yang akan turun ke dermaga.

Penyediaan pupuk untuk mewujudkan ketahanan pangan merupakan hal mendasar yang perlu diperhatikan agar proses tanam padi oleh petani tidak terganggu.

Namun demikian, produktivitas tanaman pangan juga perlu didukung dengan kelancaran distribusi dan rantai pasok yang tanpa hambatan, agar masyarakat sebagai konsumen dapat mendapatkan bahan pokok dengan harga terjangkau.

Oleh karena itu, sektor hulu dan hilir pertanian memerlukan koordinasi dan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan di negara ini, baik Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Satgas Pangan hingga ritel dan pasar tradisional.



 

Pewarta : Mentari Dwi Gayati
Editor : Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2024