Jakarta (ANTARA) - Pada Senin 2 Maret 2020 Presiden Joko Widodo mengumumkan dua kasus pertama virus corona jenis baru Covid-19 di Indonesia setelah dua bulan lebih virus tersebut menyebar ke seluruh dunia, namun tidak ke Tanah Air.
Tidak lama setelah pengumuman dua WNI positif itu, muncullah kepanikan dari masyarakat Indonesia akan ketakutan dari virus yang baru ditemukan pada Desember 2019. Gambaran virus baru yang menyerang kota Wuhan dan banyak provinsi di China daratan seperti yang banyak bersebaran di media sosial: orang-orang berjatuhan di trotoar, jalanan sepi, toko tutup, kota dikarantina, ekonomi mati, sepertinya begitu melekat sehingga memicu ketakutan.
Ramai-ramai orang memborong bahan makanan di pasar swalayan, memborong masker dan hand sanitizer yang harganya melambung gila-gilaan, beredar informasi membuat masker dan sanitizer alternatif, dilarang bersalaman, siswa ke sekolah diwajibkan pakai masker dan lain sebagainya.
Takut itu wajar. Namun perlu juga dilihat bagaimana perbedaan kondisi antara Indonesia dengan negara-negara lain yang sudah menjadi wabah virus dengan nama resmi SARS-CoV 2.
Sekretaris Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto yang juga merupakan juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 menyampaikan informasi terbaru yaitu dua kasus baru Covid-19 di Indonesia sehingga totalnya menjadi empat kasus. Sementara jumlah kasus di tempat yang menjadi episentrum di China 80.565, di Korea Selatan 5.766, Iran 2.922, Italia 3.089.
Memang ada kemungkinan jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia akan bertambah mengingat virus ini menular melalui kontak dekat antara orang yang sakit kepada orang yang sehat. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan dinas kesehatan tiap daerah sedang melakukan pelacakan riwayat kontak guna memutus mata rantai penularan.
Biarkan pemerintah melakukan tugasnya, dan masyarakat juga seharusnya melakukan tugasnya untuk mencegah terjadinya hal-hal buruk yang diakibatkan dari adanya kasus positif Covid-19 di Indonesia.
Hal paling utama adalah tidak perlu panik, cari dan baca informasi dari sumber-sumber yang resmi, saring informasi yang belum tentu benar atau bahkan hoaks yang berseliweran di jagat maya dan terapkan apa yang dianjurkan untuk mencegah penularan virus ini.
Dua kata "Jangan Panik" adalah yang paling sering didengar atau dibaca dari berbagai berita atau informasi terkait Covid-19. Namun, untuk lebih meyakinkan bahwa masyarakat sebenarnya perlu benar-benar tenang adalah mengenai karakteristik virus Covid-19 yang sebenarnya tidak begitu ganas juga.
Karakteristik virus
Direktur Jenderal Organsisasi Kesehatan Dunia Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus menjelaskan bahwa Covid-19 memiliki kemiripan dengan virus influenza, yaitu sama-sama menular melalui percikan cairan yang keluar dari hidung dan mulut orang yang sakit.
Ada beberapa perbedaan penting pada kedua virus tersebut. Virus influenza lebih menular ketimbang Covid-19 karena virus flu musiman sebagian besar melakukan penularan dari orang yang terinfeksi tapi belum sakit kepada orang yang sehat. Sementara Covid-19 memiliki kemampuan itu hanya terjadi di 1 persen dari keseluruhan kasus.
WHO mengatakan virus influenza tidak mungkin untuk dikendalikan, tapi virus Covid-19 ini sangat memungkinkan untuk dikendalikan. Berdasarkan laporan dari studi di China disebutkan bahwa Covid-19 tidak bisa menular secara bebas di tengah-tengah masyarakat luas.
Covid-19 hanya bisa menular melalui kontak dekat, yaitu orang yang membawa virus harus berhubungan dekat seperti mengobrol, berdansa, merawat, tinggal serumah, untuk bisa menulari orang yang sehat. Oleh karena itu tugas dari pemerintah adalah mencari setiap orang yang pernah ditemui oleh kasus pertama Covid-19 guna memutus rantai penularan.
Dokter spesialis paru dari Ikatan Dokter Indonesia dr Erlina Burhan Sp.P(K) yang tergabung dalam Satgas Penanganan COVID-19 yang dibentuk IDI menyebut angka kesembuhan dari penyakit Covid-19 sekitar 97 persen. WHO menyebut 3,4 persen dari seluruh kasus yang ada menyebabkan kematian, yang artinya 96,6 persen yang menderita Covid-19 bisa sembuh. Dari 90 ribu lebih kasus Covid-19 yang terjadi di seluruh dunia, sebanyak 50 ribu lebih penderitanya telah sembuh.
Memang Covid-19 merupakan virus baru yang berumur kurang dari tiga bulan sehingga belum ada obat untuk penyembuhan atau vaksin untuk pencegahan. Namun, sifat virus adalah self limiting disease yang artinya penyakit yang disebabkan oleh virus tersebut bisa sembuh dengan sendirinya.
Erlina menjabarkan bagaimana proses penyembuhan tersebut. Orang yang terinfeksi Covid-19 harus segera mendapatkan perawatan di fasilitas kesehatan. Dokter memberikan perawatan yang sifatnya terapi simptomatik dan suportif.
Tenaga kesehatan mengobati gejala yang disebabkan oleh virus seperti memberikan obat parasetamol untuk pasien yang sakit kepala, dan memberikan dukungan seperti respirator oksigen untuk alat bantu napas apabila pasien mengalami sesak. Dengan perawatan yang maksimal dan istirahat cukup, imunitas pasien akan meningkat dan melawan virus yang bersarang di dalam tubuh hingga akhirnya sembuh.
Erlina menyebutkan lebih dari 80 persen gejala dari Covid-19 ini hanyalah gejala ringan seperti flu biasa. Sementara gejala berat hingga menyebabkan kematian rata-rata dialami oleh para lansia dan orang yang sudah memiliki penyakit kronis sebelumnya seperti diabetes, gagal ginjal, hipertensi, penyakit jantung dan lain sebagainya. Sementara orang-orang muda yang sehat dengan imunitas tubuh yang tinggi lebih banyak sembuh.
Bagaimana menyikapinya?
Sekarang pertanyaannya, apakah perlu borong makanan dan membeli masker yang harganya kini ratusan ribu per pak yang tadinya hanya sekitar Rp25-30 ribu? Sekali lagi Indonesia bukan episentrum, bukan juga Wuhan yang kotanya dikarantina. Pertokoan masih banyak yang buka, aktivitas ekonomi berjalan normal.
Sedangkan masker lebih efektif digunakan oleh orang yang sakit supaya tidak menyebarkan virus kepada orang yang sehat. Sementara orang yang sehat jauh lebih baik menjaga kebersihan dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir untuk membunuh kuman. Masker semahal apapun tidak akan mampu menangkal virus jika saat makan masih menggunakan tangan yang penuh kuman dan virus karena tidak mau mencuci tangan dengan sabun.
Masyarakat juga tidak seharusnya memborong masker. Hingga saat ini terjadi wabah Covid-19 di berbagai negara, WHO melaporkan para tenaga kesehatan mulai kekurangan pasokan alat-alat medis seperti masker, sarung tangan, baju isolasi, dan lain-lainnya dikarenakan meningkatnya permintaan, penimbunan, dan penyalahgunaan. WHO memperkirakan industri butuh meningkatkan 40 persen produksi alat-alat kesehatan tersebut untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan dalam merawat pasien Covid-19.
Tidak perlulah juga memborong sanitizer karena virus dan kuman akan mati dengan cuci tangan menggunakan sabun yang murah sekalipun dan air mengalir. Jika memiliki akses terhadap sabun dan air, maka cuci tanganlah dengan itu.
Jika pun sedang berada di luar dan tidak memiliki sanitizer, stop menyentuh wajah dengan tangan khususnya bagian mulut, hidung, dan mata. Karena pada bagian tersebut terdapat mukosa atau membran dalam yang menjadi pintu masuknya virus dan kuman.
Juga tidak perlu dilakukan bagi sekolah untuk mewajibkan siswanya bersekolah dengan menggunakan masker. Lebih baik sekolah memberikan edukasi cara cuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir yang benar, yaitu selama 20 detik dengan membersihkan sela jari, kuku, punggung tangan, ibu jari, dan telapak tangan.
Ada pula anjuran tidak bersalaman karena bisa mentransfer virus dan kuman dari tangan ke tangan. Dokter Erlina menyebutkan hal seperti itu lebih cocok diterapkan di daerah yang sudah terjadi wabah virus. Lagi pula, dengan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun pun juga akan membunuh virus tersebut.
Sementara banyak orang yang memburu empon-empon atau rimpang-rimpangan yang biasa diolah menjadi jamu, hal itu boleh-boleh saja untuk membantu menjaga imunitas tubuh. Sejak dari dulu, berbagai keanekaragaman hayati di Indonesia memang memiliki banyak manfaat dan khasiat untuk kesehatan. IDI tidak melarang masyarakat mengonsumsi empon-empon, namun tidak menganjurkannya juga.
Selain itu penting juga bagi masyarakat untuk menjaga daya tahan tubuh agar tetap bugar sebagai benteng pertahanan melawan kuman dan virus yang menyerang. Cara meningkatkan daya tahan tubuh ialah dengan makan makanan yang bergizi, perbanyak makan sayur dan buah, berolahraga secara teratur minimal 150 menit per minggu, istirahat cukup tujuh sampai delapan jam per hari untuk orang dewasa, dan menjaga psikis agar tidak stres.
Oleh karena itu tidak perlu panik berlebihan menyikapi Covid-19 di Indonesia, namun tetaplah waspada dengan menjaga perilaku hidup bersih dan menjaga kesehatan dengan menerapkan pola hidup sehat. Percayakan pemerintah bekerja memutus rantai penularan, dan masyarakat mengerjakan bagiannya.*
Tidak lama setelah pengumuman dua WNI positif itu, muncullah kepanikan dari masyarakat Indonesia akan ketakutan dari virus yang baru ditemukan pada Desember 2019. Gambaran virus baru yang menyerang kota Wuhan dan banyak provinsi di China daratan seperti yang banyak bersebaran di media sosial: orang-orang berjatuhan di trotoar, jalanan sepi, toko tutup, kota dikarantina, ekonomi mati, sepertinya begitu melekat sehingga memicu ketakutan.
Ramai-ramai orang memborong bahan makanan di pasar swalayan, memborong masker dan hand sanitizer yang harganya melambung gila-gilaan, beredar informasi membuat masker dan sanitizer alternatif, dilarang bersalaman, siswa ke sekolah diwajibkan pakai masker dan lain sebagainya.
Takut itu wajar. Namun perlu juga dilihat bagaimana perbedaan kondisi antara Indonesia dengan negara-negara lain yang sudah menjadi wabah virus dengan nama resmi SARS-CoV 2.
Sekretaris Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto yang juga merupakan juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 menyampaikan informasi terbaru yaitu dua kasus baru Covid-19 di Indonesia sehingga totalnya menjadi empat kasus. Sementara jumlah kasus di tempat yang menjadi episentrum di China 80.565, di Korea Selatan 5.766, Iran 2.922, Italia 3.089.
Memang ada kemungkinan jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia akan bertambah mengingat virus ini menular melalui kontak dekat antara orang yang sakit kepada orang yang sehat. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan dinas kesehatan tiap daerah sedang melakukan pelacakan riwayat kontak guna memutus mata rantai penularan.
Biarkan pemerintah melakukan tugasnya, dan masyarakat juga seharusnya melakukan tugasnya untuk mencegah terjadinya hal-hal buruk yang diakibatkan dari adanya kasus positif Covid-19 di Indonesia.
Hal paling utama adalah tidak perlu panik, cari dan baca informasi dari sumber-sumber yang resmi, saring informasi yang belum tentu benar atau bahkan hoaks yang berseliweran di jagat maya dan terapkan apa yang dianjurkan untuk mencegah penularan virus ini.
Dua kata "Jangan Panik" adalah yang paling sering didengar atau dibaca dari berbagai berita atau informasi terkait Covid-19. Namun, untuk lebih meyakinkan bahwa masyarakat sebenarnya perlu benar-benar tenang adalah mengenai karakteristik virus Covid-19 yang sebenarnya tidak begitu ganas juga.
Karakteristik virus
Direktur Jenderal Organsisasi Kesehatan Dunia Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus menjelaskan bahwa Covid-19 memiliki kemiripan dengan virus influenza, yaitu sama-sama menular melalui percikan cairan yang keluar dari hidung dan mulut orang yang sakit.
Ada beberapa perbedaan penting pada kedua virus tersebut. Virus influenza lebih menular ketimbang Covid-19 karena virus flu musiman sebagian besar melakukan penularan dari orang yang terinfeksi tapi belum sakit kepada orang yang sehat. Sementara Covid-19 memiliki kemampuan itu hanya terjadi di 1 persen dari keseluruhan kasus.
WHO mengatakan virus influenza tidak mungkin untuk dikendalikan, tapi virus Covid-19 ini sangat memungkinkan untuk dikendalikan. Berdasarkan laporan dari studi di China disebutkan bahwa Covid-19 tidak bisa menular secara bebas di tengah-tengah masyarakat luas.
Covid-19 hanya bisa menular melalui kontak dekat, yaitu orang yang membawa virus harus berhubungan dekat seperti mengobrol, berdansa, merawat, tinggal serumah, untuk bisa menulari orang yang sehat. Oleh karena itu tugas dari pemerintah adalah mencari setiap orang yang pernah ditemui oleh kasus pertama Covid-19 guna memutus rantai penularan.
Dokter spesialis paru dari Ikatan Dokter Indonesia dr Erlina Burhan Sp.P(K) yang tergabung dalam Satgas Penanganan COVID-19 yang dibentuk IDI menyebut angka kesembuhan dari penyakit Covid-19 sekitar 97 persen. WHO menyebut 3,4 persen dari seluruh kasus yang ada menyebabkan kematian, yang artinya 96,6 persen yang menderita Covid-19 bisa sembuh. Dari 90 ribu lebih kasus Covid-19 yang terjadi di seluruh dunia, sebanyak 50 ribu lebih penderitanya telah sembuh.
Memang Covid-19 merupakan virus baru yang berumur kurang dari tiga bulan sehingga belum ada obat untuk penyembuhan atau vaksin untuk pencegahan. Namun, sifat virus adalah self limiting disease yang artinya penyakit yang disebabkan oleh virus tersebut bisa sembuh dengan sendirinya.
Erlina menjabarkan bagaimana proses penyembuhan tersebut. Orang yang terinfeksi Covid-19 harus segera mendapatkan perawatan di fasilitas kesehatan. Dokter memberikan perawatan yang sifatnya terapi simptomatik dan suportif.
Tenaga kesehatan mengobati gejala yang disebabkan oleh virus seperti memberikan obat parasetamol untuk pasien yang sakit kepala, dan memberikan dukungan seperti respirator oksigen untuk alat bantu napas apabila pasien mengalami sesak. Dengan perawatan yang maksimal dan istirahat cukup, imunitas pasien akan meningkat dan melawan virus yang bersarang di dalam tubuh hingga akhirnya sembuh.
Erlina menyebutkan lebih dari 80 persen gejala dari Covid-19 ini hanyalah gejala ringan seperti flu biasa. Sementara gejala berat hingga menyebabkan kematian rata-rata dialami oleh para lansia dan orang yang sudah memiliki penyakit kronis sebelumnya seperti diabetes, gagal ginjal, hipertensi, penyakit jantung dan lain sebagainya. Sementara orang-orang muda yang sehat dengan imunitas tubuh yang tinggi lebih banyak sembuh.
Bagaimana menyikapinya?
Sekarang pertanyaannya, apakah perlu borong makanan dan membeli masker yang harganya kini ratusan ribu per pak yang tadinya hanya sekitar Rp25-30 ribu? Sekali lagi Indonesia bukan episentrum, bukan juga Wuhan yang kotanya dikarantina. Pertokoan masih banyak yang buka, aktivitas ekonomi berjalan normal.
Sedangkan masker lebih efektif digunakan oleh orang yang sakit supaya tidak menyebarkan virus kepada orang yang sehat. Sementara orang yang sehat jauh lebih baik menjaga kebersihan dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir untuk membunuh kuman. Masker semahal apapun tidak akan mampu menangkal virus jika saat makan masih menggunakan tangan yang penuh kuman dan virus karena tidak mau mencuci tangan dengan sabun.
Masyarakat juga tidak seharusnya memborong masker. Hingga saat ini terjadi wabah Covid-19 di berbagai negara, WHO melaporkan para tenaga kesehatan mulai kekurangan pasokan alat-alat medis seperti masker, sarung tangan, baju isolasi, dan lain-lainnya dikarenakan meningkatnya permintaan, penimbunan, dan penyalahgunaan. WHO memperkirakan industri butuh meningkatkan 40 persen produksi alat-alat kesehatan tersebut untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan dalam merawat pasien Covid-19.
Tidak perlulah juga memborong sanitizer karena virus dan kuman akan mati dengan cuci tangan menggunakan sabun yang murah sekalipun dan air mengalir. Jika memiliki akses terhadap sabun dan air, maka cuci tanganlah dengan itu.
Jika pun sedang berada di luar dan tidak memiliki sanitizer, stop menyentuh wajah dengan tangan khususnya bagian mulut, hidung, dan mata. Karena pada bagian tersebut terdapat mukosa atau membran dalam yang menjadi pintu masuknya virus dan kuman.
Juga tidak perlu dilakukan bagi sekolah untuk mewajibkan siswanya bersekolah dengan menggunakan masker. Lebih baik sekolah memberikan edukasi cara cuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir yang benar, yaitu selama 20 detik dengan membersihkan sela jari, kuku, punggung tangan, ibu jari, dan telapak tangan.
Ada pula anjuran tidak bersalaman karena bisa mentransfer virus dan kuman dari tangan ke tangan. Dokter Erlina menyebutkan hal seperti itu lebih cocok diterapkan di daerah yang sudah terjadi wabah virus. Lagi pula, dengan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun pun juga akan membunuh virus tersebut.
Sementara banyak orang yang memburu empon-empon atau rimpang-rimpangan yang biasa diolah menjadi jamu, hal itu boleh-boleh saja untuk membantu menjaga imunitas tubuh. Sejak dari dulu, berbagai keanekaragaman hayati di Indonesia memang memiliki banyak manfaat dan khasiat untuk kesehatan. IDI tidak melarang masyarakat mengonsumsi empon-empon, namun tidak menganjurkannya juga.
Selain itu penting juga bagi masyarakat untuk menjaga daya tahan tubuh agar tetap bugar sebagai benteng pertahanan melawan kuman dan virus yang menyerang. Cara meningkatkan daya tahan tubuh ialah dengan makan makanan yang bergizi, perbanyak makan sayur dan buah, berolahraga secara teratur minimal 150 menit per minggu, istirahat cukup tujuh sampai delapan jam per hari untuk orang dewasa, dan menjaga psikis agar tidak stres.
Oleh karena itu tidak perlu panik berlebihan menyikapi Covid-19 di Indonesia, namun tetaplah waspada dengan menjaga perilaku hidup bersih dan menjaga kesehatan dengan menerapkan pola hidup sehat. Percayakan pemerintah bekerja memutus rantai penularan, dan masyarakat mengerjakan bagiannya.*