Jakarta, (ANTARA) - Sejumlah warga asing dari negara-negara Arab ramai-ramai ingin mendaftar sebagai tenaga sukarelawan di Wuhan, China, sementara seorang pria beretnis Uighur Xinjiang menyumbangkan 11 ekor kudanya untuk membantu Pemerintah Provinsi Hubei mengatasi wabah virus corona.
"Saya seorang dokter. Saya bisa berbicara bahasa Arab, Mandarin, dan Inggris. Saya bisa membantu merawat pasien, memberikan informasi, dan melakukan apa saja," kata Ali Wari, warga negara Palestina, yang tinggal di Wuhan, Minggu (9/2).
Dia bersama teman-temannya dari negara Arab sedang menunggu izin dari pemerintah lokal untuk bisa menjadi tenaga sukarelawan.
Pria yang bekerja di perusahaan teknologi informasi di kota yang menjadi episentrum 2019-nCoV itu menggalang dukungan dengan membuat grup Wechat (pesan instan yang sangat populer di China).
Grup Wechat yang diberi nama "Wuhan 2019-nCoV" itu memiliki anggota sekitar 480 orang dari negara-negara Arab yang kebanyakan bekerja di Ibu Kota Provinsi Hubei tersebut.
"Awalnya, saya menerjemahkan dan menyebarkan informasi mengenai virus ini. Lalu banyak yang bergabung dalam grup," ucap Wari dikutip media resmi setempat.
Beberapa pekan yang lalu, Wari menerjemahkan dan menyebarkan informasi-informasi penting mengenai virus corona jenis baru itu, termasuk langkah-langkah yang telah diambil oleh pemerintah setempat.
"Saya yakin virus ini bisa dikendalikan. Tapi banyak pelajar muda yang panik meskipun pihak kampus sudah berusaha semaksimal mungkin. Oleh sebab itu, saya akan menenangkan mereka seperti halnya seorang kakak," ujarnya.
Mohamad Khotib yang juga berasal dari Palestina meminta keluarganya bergabung dengan Wari.
"Saya yakin ada solusi mengatasi wabah ini. Kami harus bekerja keras dan tidak kenal kata menyerah," tegasnya.
Beda lagi dengan Mohamad Asaad, kandidat doktor dari Mesir, yang sudah telanjur cinta dengan Kota Wuhan.
"Saya sedih melihat kota yang gemerlap ini. Sekarang saatnya mendukung dan saling bekerja dengan baik. Karena itu, saya sebagai relawan telah mendarmabaktikan diri dan mendukung kawan-kawan China saya untuk mengatasi masa-masa yang sulit ini," katanya.
Dengan mengatasnamakan warga Arab, Wari telah mengajukan permohonan kepada Kantor Urusan Luar Negeri (FAO) Kota Wuhan agar diizinkan menjadi tenaga sukarelawan.
"Saya ingin membantu apa yang bisa saya lakukan. Kami tinggal di Wuhan, makanya saya cinta kota ini," tutur Wari dikutip Xinhua.
Sementara itu, seorang warga beretnis Uigur Xinjiang, Ba Baintolle, menyumbangkan 11 ekor kudanya.
Uang hasil penjualan 11 ekor kuda senilai 88.000 yuan atau sekitar Rp171,9 juta itu diberikan kepada Pemprov Hubei untuk mengatasi wabah virus mematikan.
Penggembala kuda itu tinggal di Kabupaten Wenquan, Daerah Otonomi Xinjiang. Kabupaten Tongcheng, Provinsi Hubei, setiap tahun menyumbangkan 300.000 yuan (Rp586 juta) kepada warga Wenquan untuk membangun infrastruktur, pengenalan teknologi, dan membangun sekolahan.
"Saya sangat sedih dengan berjangkitnya wabah di Hubei. Mereka banyak sekali bantu kami dan sekarang saatnya saya membantu mereka," ujar Baintolle dikutip China Daily.
Pria yang memiliki 400 ekor kuda dengan pendapatan sekitar 150.000 yuan (Rp293 juta) per tahun itu mengatakan bahwa kuda melambangkan keberanian dan ketangguhan.
"Saya berharap masyarakat Hubei dengan gagah berani bisa menundukkan virus tersebut. Jangan menyerah. Hati saya bersamamu, meski jarak kita ribuan mil," ucapnya.
Data Komisi Kesehatan China (NHC) hingga Senin pagi menyebutkan bahwa jumlah kasus positif 2019-nCoV sebanyak 37.289, terduga (28.942), parah (6.188), meninggal (813), dan sembuh (2.900).
Provinsi Hubei masih menjadi penyumbang kasus terbanyak di China dengan perincian, positif (29.631), meninggal (871), dan sembuh (1.795). (*)
"Saya seorang dokter. Saya bisa berbicara bahasa Arab, Mandarin, dan Inggris. Saya bisa membantu merawat pasien, memberikan informasi, dan melakukan apa saja," kata Ali Wari, warga negara Palestina, yang tinggal di Wuhan, Minggu (9/2).
Dia bersama teman-temannya dari negara Arab sedang menunggu izin dari pemerintah lokal untuk bisa menjadi tenaga sukarelawan.
Pria yang bekerja di perusahaan teknologi informasi di kota yang menjadi episentrum 2019-nCoV itu menggalang dukungan dengan membuat grup Wechat (pesan instan yang sangat populer di China).
Grup Wechat yang diberi nama "Wuhan 2019-nCoV" itu memiliki anggota sekitar 480 orang dari negara-negara Arab yang kebanyakan bekerja di Ibu Kota Provinsi Hubei tersebut.
"Awalnya, saya menerjemahkan dan menyebarkan informasi mengenai virus ini. Lalu banyak yang bergabung dalam grup," ucap Wari dikutip media resmi setempat.
Beberapa pekan yang lalu, Wari menerjemahkan dan menyebarkan informasi-informasi penting mengenai virus corona jenis baru itu, termasuk langkah-langkah yang telah diambil oleh pemerintah setempat.
"Saya yakin virus ini bisa dikendalikan. Tapi banyak pelajar muda yang panik meskipun pihak kampus sudah berusaha semaksimal mungkin. Oleh sebab itu, saya akan menenangkan mereka seperti halnya seorang kakak," ujarnya.
Mohamad Khotib yang juga berasal dari Palestina meminta keluarganya bergabung dengan Wari.
"Saya yakin ada solusi mengatasi wabah ini. Kami harus bekerja keras dan tidak kenal kata menyerah," tegasnya.
Beda lagi dengan Mohamad Asaad, kandidat doktor dari Mesir, yang sudah telanjur cinta dengan Kota Wuhan.
"Saya sedih melihat kota yang gemerlap ini. Sekarang saatnya mendukung dan saling bekerja dengan baik. Karena itu, saya sebagai relawan telah mendarmabaktikan diri dan mendukung kawan-kawan China saya untuk mengatasi masa-masa yang sulit ini," katanya.
Dengan mengatasnamakan warga Arab, Wari telah mengajukan permohonan kepada Kantor Urusan Luar Negeri (FAO) Kota Wuhan agar diizinkan menjadi tenaga sukarelawan.
"Saya ingin membantu apa yang bisa saya lakukan. Kami tinggal di Wuhan, makanya saya cinta kota ini," tutur Wari dikutip Xinhua.
Sementara itu, seorang warga beretnis Uigur Xinjiang, Ba Baintolle, menyumbangkan 11 ekor kudanya.
Uang hasil penjualan 11 ekor kuda senilai 88.000 yuan atau sekitar Rp171,9 juta itu diberikan kepada Pemprov Hubei untuk mengatasi wabah virus mematikan.
Penggembala kuda itu tinggal di Kabupaten Wenquan, Daerah Otonomi Xinjiang. Kabupaten Tongcheng, Provinsi Hubei, setiap tahun menyumbangkan 300.000 yuan (Rp586 juta) kepada warga Wenquan untuk membangun infrastruktur, pengenalan teknologi, dan membangun sekolahan.
"Saya sangat sedih dengan berjangkitnya wabah di Hubei. Mereka banyak sekali bantu kami dan sekarang saatnya saya membantu mereka," ujar Baintolle dikutip China Daily.
Pria yang memiliki 400 ekor kuda dengan pendapatan sekitar 150.000 yuan (Rp293 juta) per tahun itu mengatakan bahwa kuda melambangkan keberanian dan ketangguhan.
"Saya berharap masyarakat Hubei dengan gagah berani bisa menundukkan virus tersebut. Jangan menyerah. Hati saya bersamamu, meski jarak kita ribuan mil," ucapnya.
Data Komisi Kesehatan China (NHC) hingga Senin pagi menyebutkan bahwa jumlah kasus positif 2019-nCoV sebanyak 37.289, terduga (28.942), parah (6.188), meninggal (813), dan sembuh (2.900).
Provinsi Hubei masih menjadi penyumbang kasus terbanyak di China dengan perincian, positif (29.631), meninggal (871), dan sembuh (1.795). (*)