Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS Sukamta mengatakan DPR RI memiliki suara tunggal dalam menyikapi konflik di Natuna.
"Secara umum untuk isu ini DPR suaranya tunggal. Yang saya tangkap, semuanya seragam untuk urusan kedaulatan ini kita tidak akan berkompromi," kata Sukamta dalam diskusi bertajuk Kedaulatan RI Atas Natuna yang diselenggarakan Centre for Dialogue And Cooperation Among Civilizations (CDCC) di Jakarta, Senin.
Sukamta menegaskan China melanggar Zona Ekonomi Eksklusif yang menjadi hak Indonesia. Pelanggaran jika dibiarkan akan sampai pada pelanggaran kedaulatan bangsa.
"Apalagi yang dilanggar bukan hanya ZEE, tapi menghalangi penegakan hukum oleh aparat Indonesia," tegas dia.
Parlemen mendorong pemerintah berjuang maksimum mengamankan kedaulatan bangsa. Menurut Sukamta, konflik Natuna merupakan momentum bagi Indonesia menegakkan jargon NKRI Harga Mati dalam realitas.
"Kita memahami sikap China tidak akan pernah surut. Kita bertanya-tanya apakah yang dilakukan China hanya mencari ikan dengan kapal nelayan di zona ZEE kita atau menggunakan kapal nelayan sebagai cover melakukan aktivitas ilegal yang membahayakan kedaulatan kita," jelas dia.
Sukamta menekankan wacana tentang perang masih sangat jauh untuk terealisasi. Yang terpenting saat ini adalah ketegasan dalam diplomasi.
"Kami sangat berharap pemerintah kompak. Ketegasan dalam diplomasi sangat penting. Jangan sampai pejabat di garda terdepan tidak dapat dukungan seragam dari pengambil keputusan di pemerintahan," kata dia.
Dia mengungkapkan Komisi I DPR RI pada pekan ini berencana mengundang seluruh mitra kerja seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, Panglima TNI, BIN hingga Bakamla untuk membahas mendalam persoalan Natuna.
Dia meyakinkan bahwa DPR RI siap memberikan dukungan secara politik bagi pemerintah.
Lebih jauh Sukamta mengatakan sebagai solusi dalam jangka pendek Kementerian Luar Negeri perlu terus menjadi garda terdepan dalam melakukan diplomasi tegas.
Di sisi lain untuk jangka panjang dia mengusulkan agar dimulai evaluasi terhadap perundang-undangan kelautan Indonesia, agar tanggung jawab terhadap keamanan laut menjadi lebih tajam dan jelas.
"Siapa yang menjadi garda terdepan menjaga laut belum jelas, apakah Angkatan Laut, Bakamla atau siapa. Kalau Bakamla yang ditugasi maka Bakamla harus diperkuat," ujar dia.
"Secara umum untuk isu ini DPR suaranya tunggal. Yang saya tangkap, semuanya seragam untuk urusan kedaulatan ini kita tidak akan berkompromi," kata Sukamta dalam diskusi bertajuk Kedaulatan RI Atas Natuna yang diselenggarakan Centre for Dialogue And Cooperation Among Civilizations (CDCC) di Jakarta, Senin.
Sukamta menegaskan China melanggar Zona Ekonomi Eksklusif yang menjadi hak Indonesia. Pelanggaran jika dibiarkan akan sampai pada pelanggaran kedaulatan bangsa.
"Apalagi yang dilanggar bukan hanya ZEE, tapi menghalangi penegakan hukum oleh aparat Indonesia," tegas dia.
Parlemen mendorong pemerintah berjuang maksimum mengamankan kedaulatan bangsa. Menurut Sukamta, konflik Natuna merupakan momentum bagi Indonesia menegakkan jargon NKRI Harga Mati dalam realitas.
"Kita memahami sikap China tidak akan pernah surut. Kita bertanya-tanya apakah yang dilakukan China hanya mencari ikan dengan kapal nelayan di zona ZEE kita atau menggunakan kapal nelayan sebagai cover melakukan aktivitas ilegal yang membahayakan kedaulatan kita," jelas dia.
Sukamta menekankan wacana tentang perang masih sangat jauh untuk terealisasi. Yang terpenting saat ini adalah ketegasan dalam diplomasi.
"Kami sangat berharap pemerintah kompak. Ketegasan dalam diplomasi sangat penting. Jangan sampai pejabat di garda terdepan tidak dapat dukungan seragam dari pengambil keputusan di pemerintahan," kata dia.
Dia mengungkapkan Komisi I DPR RI pada pekan ini berencana mengundang seluruh mitra kerja seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, Panglima TNI, BIN hingga Bakamla untuk membahas mendalam persoalan Natuna.
Dia meyakinkan bahwa DPR RI siap memberikan dukungan secara politik bagi pemerintah.
Lebih jauh Sukamta mengatakan sebagai solusi dalam jangka pendek Kementerian Luar Negeri perlu terus menjadi garda terdepan dalam melakukan diplomasi tegas.
Di sisi lain untuk jangka panjang dia mengusulkan agar dimulai evaluasi terhadap perundang-undangan kelautan Indonesia, agar tanggung jawab terhadap keamanan laut menjadi lebih tajam dan jelas.
"Siapa yang menjadi garda terdepan menjaga laut belum jelas, apakah Angkatan Laut, Bakamla atau siapa. Kalau Bakamla yang ditugasi maka Bakamla harus diperkuat," ujar dia.