Jakarta (ANTARA) - Zahra begitu meradang melihat bencana banjir merendam kota tempat tinggalnya dari potret media sosial di Instagram.

Kebencian yang muncul di hati gadis yang baru saja pindah dari tanah melayu itu tatkala sejumlah akun tampak mengait-ngaitkan bencana dengan situasi politik Jakarta di Pemilihan Umum yang lalu.

"Sorry buat fans nya Anies, kerjaan dia emang benar-benar engga beres. Sekian," tulis Zahra, tiba-tiba saja, di Instastory-nya.

Zahra mungkin salah satu dari kita yang terbiasa menyalahkan orang atas sesuatu yang tidak mungkin menjadi kesalahannya saja.

Sosok yang disalahkan Zahra mungkin saja seorang Gubernur saat ini yang menurut Zahra memiliki andil dalam segi kebijakan, tapi apakah dia juga menjadi penyebab hujan turun tak henti-henti?

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mengajak warga untuk tidak saling menyalahkan pihak mana pun terkait musibah banjir yang terjadi di Kawasan Jabodetabek pada awal tahun 2020.

"Musibah banjir seperti yang diketahui bersama terjadi di mana-mana, saya harap kita semua tidak usah saling menyalahkan karena ini kesalahan kolektif bersama," ucap Dedi Mulyadi, Kamis (2/1).

Politisi Partai Golkar ini mengatakan banjir yang terjadi di sejumlah wilayah akibat penggundulan hutan, penyempitan dan pendangkalan sungai hingga pembangunan yang jor-joran tanpa memperhatikan aspek lingkungan.

Menurut dia, banjir juga dikarenakan oleh pembangunan properti yang jor-joran tanpa mengindahkan tanah rawa, sawah dan cekungan danau. Semuanya dibabat dan diembat.

Saluran air yang kecil, kata Dedi, selalu menjadi korban tembok rumah baik berskala kecil maupun berskala besar sehingga, saat hujan datang banjir pun tiba secara bersama.

"Ada kesan seolah kita membenci selokan, membenci sungai, membenci rawa, membenci kebun, membenci sawah dan membenci hutan," ujarnya.

Dirinya tak ingin kesibukan hanya terjadi saat banjir datang, namun tak lagi peduli saat musim hujan usai.

Oleh karena itu, kata dia, mari benahi tata ruang, perbaiki tata bangunan. "Selamatkan lingkungan," ajak Mantan Bupati Purwakarta itu.

Kerja sama pusat-daerah

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo meyakini baik pemerintah pusat maupun daerah (Jabodetabek) pasti sudah memiliki rencana kerja dalam penanganan banjir.

Karena itu menurut dia, tinggal bagaimana koordinasi antara pusat dan daerah agar rencana tersebut tidak saling berseberangan, apalagi berbenturan sehingga bisa cepat dijalankan dan rakyat tidak menjadi korban.

"Kita punya banyak sekali orang-orang cerdas, misalnya, di BMKG, pasti dari jauh-jauh hari sudah bisa memprediksi bahwa hujan akan deras. Jika hujan deras debit air akan naik maka pemerintah pusat dan daerah harus bekerja sama agar jangan sampai warga terkena banjir," tuturnya.

Dia mengatakan Indonesia sudah 74 tahun merdeka, namun banjir masih saja menimpa khususnya di daerah Jabodetabek, tanpa melupakan daerah lainnya.

Menurut dia, musibah banjir kali ini menjadi tamparan bagi para penyelenggara negara untuk serius menata pembangunan daerah dengan memperhatikan lingkungan dan aspek berkelanjutan.

Menurut dia, jangan karena ego sektoral lalu rakyat yang menjadi korban sehingga dirinya mendorong agar pemerintah pusat dan daerah harus segera duduk bersama.

Langkah itu, menurut dia agar tidak ada lagi perdebatan, misalnya, apakah harus normalisasi atau naturalisasi sungai dalam penanggulangan banjir.

"Pemerintah pusat punya rencana pembangunan prasarana pengendalian banjir pada keempat sungai, yakni Sungai Krukut, Sungai Ciliwung, Sungai Cakung, dan Sungai Sunter. Namun, informasinya belum bisa maksimal lantaran terkendala pembebasan lahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah," ujarnya.

Menurut dia, pemerintah pusat dan pemerintah daerah memang harus saling berkoordinasi mengatasi bencana banjir yang melanda wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi.

Tanpa kerja sama yang baik antara pemerintah pusat dan daerah, mustahil musibah banjir bisa diminimalisasi dan yang menjadi korban adalah rakyat.

Penyebab sebenarnya adalah?

Banjir bukan salah kita semua karena faktanya Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika bisa mengungkap fakta yang menjadi penyebab banjir sebenarnya.

Terdapat empat hal penyebab cuaca ekstrem dan banjir di beberapa daerah di Indonesia, termasuk Jabodetabek.

Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Miming Saepudin menjelaskan empat penyebab itu di Jakarta, Kamis (2/1).

"Pertama karena aktifnya Monsun Asia," ungkap Miming saat dikonfirmasi.

Dia menyebutkan, adanya angin yang berembus secara periodik dari Benua Asia menuju Benua Australia yang melewati Indonesia.

Siklus Monsun Asia berlangsung setiap Desember hingga Februari. Angin periodik ini mengindikasikan musim hujan di Indonesia sedang berlangsung.

Benua Asia di belahan bumi utara, kata dia, saat ini sedang mengalami musim dingin sementara Australia di belahan selatan berada di musim panas. Indonesia yang berada di garis khatulistiwa terdampak pergerakan angin tersebut.

Sebab kedua cuaca ekstrem di Indonesia, kata dia, karena di wilayah Indonesia sedang terimbas pola konvergensi dan perlambatan kecepatan angin di beberapa wilayah.

Dengan begitu, uap air yang menjadi awan hujan terkonsentrasi di suatu wilayah sehingga air yang turun intensitasnya tinggi. Hujan deras dan dalam waktu lama dapat terjadi akibat konvergensi dan perlambatan tersebut.

Alasan ketiga cuaca ekstrem, kata dia, karena suhu hangat permukaan laut di Indonesia dan sekitarnya. Hal ini memicu mudahnya air menguap ke udara dan terkumpul menjadi awan hujan.

"Sehingga menambah pasokan uap air cukup tinggi untuk mendukung pembentukan awan hujan," ucapnya menjelaskan.

Terakhir, Miming menyebut fenomena gelombang atmosfer, yaitu Equatorial Rossby Wave dan Kelvin Wave menjadi sebab keempat terjadinya cuaca ekstrem di Indonesia.

Ada pun gelombang atmosfer tersebut dapat meningkatkan potensi udara basah di sejumlah wilayah Indonesia yang menyebabkan hujan.

Empat sebab cuaca ekstrem dan banjir di Indonesia itu terjadi secara bersamaan sehingga curah hujan terutama di Jabodetabek tergolong tinggi.

"Sementara daerah resapan air di kawasan ibu kota tergolong sempit," katanya menambahkan.
 

Pewarta : Abdu Faisal
Editor : Joko Nugroho
Copyright © ANTARA 2024