Yogyakarta, (ANTARA) - Produksi minyak PT Pertamina EP, anak perusahaan PT Pertamina (Persero), hingga November 2019 mencapai 82.396 barel minyak per hari (BOPD) atau 101 persen dari target produksi yang tertuang dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun ini.
Sementara produksi gas PEP berada di angka 957 MMSCFD atau 99 persen dari target produksi gas dalam RKAP 2019, kata Presiden Direktur Pertamina EP Nanang Abdul Manaf dalam kegiatan Media Gathering Pertamina EP di Yogyakarta, Rabu malam.
"Pencapaian target produksi baik minyak maupun gas didukung oleh rangkaian eksekusi program kerja yang terintegrasi serta sesuai dengan tatanan waktu," kata Nanang.
Jumlah pemboran hingga November 2019 mencapai 91 sumur di mana 12 sumur di antaranya masih dalam proses penyelesaian. Sementara jumlah work over (kerja ulang) yang telah selesai per November 2019 mencapai 184 sumur. Masih ada 9 sumur lagi yang akan rampung dalam waktu dekat.
Lebih lanjut Nanang menjelaskan bahwa eksplorasi sumur juga terus dilakukan dan telah mencapai 10 sumur di mana 3 di antaranya masih dalam proses penyelesaian hingga akhir Desember 2019.
Tidak hanya itu, pemetaan dalam pencarian migas berteknologi dua dimensi (2D) dan tiga dimensi (3D) juga dilakukan PEP untuk mendukung kegiatan eksplorasi. Hingga November 2019, PEP telah melakukan survei seismik 2D sebesar 48 km dan survei seismik 3D sebesar 469 km2.
Terkait kinerja keuangan, hingga akhir November 2019, PEP membukukan pendapatan sebesar 2,7 miliar dolar AS. Dari jumlah pendapatan tersebut, PEP meraup keuntungan sebesar 604 juta dolar AS. Untuk keseluruhan tahun 2019, proyeksi laba bisa mencapai 650 juta dolar.
Nanang menjelaskan laba bersih tahun ini diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai 756 juta dolar. "Kinerja keuangan tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain harga minyak dan nilai kurs," terangnya.
Pendapatan dan profit terkoreksi karena harga minyak mentah Indonesia atau ICP sepanjang tahun ini rata-rata berada di bawah target dalam RKAP. Harga rata-rata ICP Januari-November 2019 hanya 61 dolar AS per barel, di bawah target ICP sebesar 70 dolar AS per barel.
Dia menjelaskan setiap terjadi penurunan harga minyak 1 dolar AS per barel untuk rata-rata satu tahun, laba bersih bakal tergerus hingga 12 juta dolar AS. Faktor tersebut yang akhirnya menekan kinerja keuangan PEP.
Selain itu, tantangan dari kurs juga menghantui PEP sepanjang tahun ini. Nanang mengatakan setiap terjadi penguatan mata uang rupiah terhadap dolar AS senilai Rp100, laba bersih bisa terkikis hingga 6 juta dolar AS.
"Jadi, kinerja keuangan memang sangat dipengaruhi harga minyak dan kurs. Yang bisa kita lakukan tentu melakukan efisiensi, terutama dalam biaya operasi," ujarnya. (*)
Sementara produksi gas PEP berada di angka 957 MMSCFD atau 99 persen dari target produksi gas dalam RKAP 2019, kata Presiden Direktur Pertamina EP Nanang Abdul Manaf dalam kegiatan Media Gathering Pertamina EP di Yogyakarta, Rabu malam.
"Pencapaian target produksi baik minyak maupun gas didukung oleh rangkaian eksekusi program kerja yang terintegrasi serta sesuai dengan tatanan waktu," kata Nanang.
Jumlah pemboran hingga November 2019 mencapai 91 sumur di mana 12 sumur di antaranya masih dalam proses penyelesaian. Sementara jumlah work over (kerja ulang) yang telah selesai per November 2019 mencapai 184 sumur. Masih ada 9 sumur lagi yang akan rampung dalam waktu dekat.
Lebih lanjut Nanang menjelaskan bahwa eksplorasi sumur juga terus dilakukan dan telah mencapai 10 sumur di mana 3 di antaranya masih dalam proses penyelesaian hingga akhir Desember 2019.
Tidak hanya itu, pemetaan dalam pencarian migas berteknologi dua dimensi (2D) dan tiga dimensi (3D) juga dilakukan PEP untuk mendukung kegiatan eksplorasi. Hingga November 2019, PEP telah melakukan survei seismik 2D sebesar 48 km dan survei seismik 3D sebesar 469 km2.
Terkait kinerja keuangan, hingga akhir November 2019, PEP membukukan pendapatan sebesar 2,7 miliar dolar AS. Dari jumlah pendapatan tersebut, PEP meraup keuntungan sebesar 604 juta dolar AS. Untuk keseluruhan tahun 2019, proyeksi laba bisa mencapai 650 juta dolar.
Nanang menjelaskan laba bersih tahun ini diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai 756 juta dolar. "Kinerja keuangan tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain harga minyak dan nilai kurs," terangnya.
Pendapatan dan profit terkoreksi karena harga minyak mentah Indonesia atau ICP sepanjang tahun ini rata-rata berada di bawah target dalam RKAP. Harga rata-rata ICP Januari-November 2019 hanya 61 dolar AS per barel, di bawah target ICP sebesar 70 dolar AS per barel.
Dia menjelaskan setiap terjadi penurunan harga minyak 1 dolar AS per barel untuk rata-rata satu tahun, laba bersih bakal tergerus hingga 12 juta dolar AS. Faktor tersebut yang akhirnya menekan kinerja keuangan PEP.
Selain itu, tantangan dari kurs juga menghantui PEP sepanjang tahun ini. Nanang mengatakan setiap terjadi penguatan mata uang rupiah terhadap dolar AS senilai Rp100, laba bersih bisa terkikis hingga 6 juta dolar AS.
"Jadi, kinerja keuangan memang sangat dipengaruhi harga minyak dan kurs. Yang bisa kita lakukan tentu melakukan efisiensi, terutama dalam biaya operasi," ujarnya. (*)