Pulau Punjung, (ANTARA) - Pengadilan Agama (PA) Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat menangani 170 kasus gugatan cerai istri terhadap suaminya sepanjang Januari hingga Oktober 2019.
Ketua PA Pulau Punjung, Azizah Ali melalui Kepala Humas Mirwan di Pulau Punjung, Rabu, mengatakan dari 170 gugatan cerai istri,157 di antaranya telah diputuskan oleh majelis hakim.
"Sementara kasus cerai talak atau gugatan suami terhadap istri tercatat hanya 81 kasus dan yang telah mendapat putusan 65 kasus," katanya.
Ia menjelaskan banyak faktor yang memicu pasangan suami-istri mengajukan gugatan perceraian.
Di antaranya, ada yang pasangannya kabur, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), faktor ekonomi, dan perselisihan dan pertengkaran terus menerus.
Ia merinci sebanyak 212 kasus perceraian terjadi karena perselisihan, satu kasus karena faktor ekonomi, lima kasus karena salah satu pasangan pergi, satu KDRT, dan lainnya.
"Dari perkara yang kami terima penyebab perceraian didominasi perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus," katanya.
Ia menambahkan bimbingan perkawinan terus diberikan setelah tren angka perceraian semakin tumbuh.
Melalui program ini, diharapkan calon pasangan suami istri memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengimplementasikan fungsi-fungsi inti berkeluarga yang disebutkan di atas, lanjut dia.
Sementara secara keseluruhan Pegadilan Agama menangani 251 kasus perceraian periode Januari hingga Oktober 2019. 222 kasus sudah mendapat putusan. (*)
Ketua PA Pulau Punjung, Azizah Ali melalui Kepala Humas Mirwan di Pulau Punjung, Rabu, mengatakan dari 170 gugatan cerai istri,157 di antaranya telah diputuskan oleh majelis hakim.
"Sementara kasus cerai talak atau gugatan suami terhadap istri tercatat hanya 81 kasus dan yang telah mendapat putusan 65 kasus," katanya.
Ia menjelaskan banyak faktor yang memicu pasangan suami-istri mengajukan gugatan perceraian.
Di antaranya, ada yang pasangannya kabur, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), faktor ekonomi, dan perselisihan dan pertengkaran terus menerus.
Ia merinci sebanyak 212 kasus perceraian terjadi karena perselisihan, satu kasus karena faktor ekonomi, lima kasus karena salah satu pasangan pergi, satu KDRT, dan lainnya.
"Dari perkara yang kami terima penyebab perceraian didominasi perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus," katanya.
Ia menambahkan bimbingan perkawinan terus diberikan setelah tren angka perceraian semakin tumbuh.
Melalui program ini, diharapkan calon pasangan suami istri memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengimplementasikan fungsi-fungsi inti berkeluarga yang disebutkan di atas, lanjut dia.
Sementara secara keseluruhan Pegadilan Agama menangani 251 kasus perceraian periode Januari hingga Oktober 2019. 222 kasus sudah mendapat putusan. (*)