Padang, (ANTARA) - Dewi Suriani orang tua Khalif Putra, bayi yang meninggal dunia setelah mengalami kelenjar getah bening dan jenazahnya sempat tertahan di Rumah Sakit Umum Pusat M Djamil melaporkan pihak rumah sakit tersebut kepada Ombudsman Sumbar atas berlarutnya penanganan anaknya.
"Jadi pada hari ini orang tua Khalif mendatangi Ombudsman dan meminta persoalan ini diselesaikan," kata Asisten Ombudsman perwakilan Sumbar Adel Wahidi di Padang, Rabu.
Menurut dia sebagaimana diceritakan Dewi ada beberapa fakta yang belum terungkap ke publik dalam kejadian ini, salah satunya adalah saat Khalif dibawa paksa ia berada di kamar jenazah.
"Kalau informasi yang beredar jenazah diambil paksa tanpa sepengetahuan orang tua itu tidak benar," ucapnya.
Pada sisi lain, ia menceritakan Dewi sudah mengurus sejak pagi proses kepulangan jenazah anaknya.
Tapi ia merasa di-"pingpong" sana sini dan dalam pengurusan dibantu oleh para pengendara ojek daring yang merupakan teman dari keluarga Dewi.
Awalnya, Dewi disuruh ke bagian kamar jenazah ternyata tidak ada orang, lalu disuruh ke bangsal, ternyata harus menunggu dokter, selanjutnya mengurus lagi ke bagian keuangan hingga pukul 12.00 WIB belum selesai padahal anaknya meninggal pukul 09.00 WIB.
Malah menurut pengakuan keluarga urusan baru bisa rampung pukul 13.00 WIB atau empat jam jenazah tertahan.
Artinya lanjut Adel peristiwa pengendara ojek daring membawa paksa jenazah tidak berdiri sendiri melainkan ada proses yang sudah dilewati keluarga terlebih dahulu, namun terasa terlalu lama.
Oleh sebab itu keluarga meminta Ombudsman memediasi lamanya proses pengurusan jenazah hingga waktu keluar.
Sementara saat Ombudsman melakukan konfirmasi ke pihak RSUP M Djamil menyatakan standar prosedur jenazah bisa dibawa keluarga adalah dua jam setelah kematian.
"Akan tetapi dalam hal ini yang terjadi lebih dari tiga jam," katanya.
Sebaliknya Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) M Djamil Padang, Sumatera Barat, membantah kalau pihaknya menahan kepulangan bayi Khalif Putra (6 bulan) karena persoalan biaya.
"Apa yang disebutkan itu tidak benar, karena faktanya yang terjadi adalah pengurusan administrasi bukan uang," kata Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi RSUP M Djamil Padang Gustianof.
Ia mengatakan proses administrasi tersebut perlu dilakukan sebagai mekanisme dan pertanggungjawaban rumah sakit, sekaligus sebagai bentuk perlindungan terhadap hak pasien.
Untuk persoalan Khalif, katanya, biaya yang perlu dibayar sekitar Rp24 juta, dan pasien tidak ditanggung oleh BPJS.
Oleh karena itu perlu dijalani administrasi, agar pasien yang tidak sanggup membayar bisa diurus surat jaminannya.
"Dengan itu maka pasien tidak harus membayar di hari yang sama, namun haknya tetap bisa didapatkan dengan meninggalkan KTP saja. Dengan catatan, administrasi itu sudah dibuat," tuturnya.
Mengingat dengan kondisi khusus tersebut pihak rumah sakit juga mempunyai prosedur, dibuat rekam medis, dan proses lainnya hingga tingkat pejabat rumah sakit.
Sejalan dengan itu Direksi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) M Djamil Padang, Sumatera Barat, menanggulangi biaya perawatan Khalif Putra (6 bulan) yang meninggal karena penyakit getah bening.
"Untuk biaya perawatan yang mencapai Rp25 juta rupiah itu, para direksi sepakat untuk menanggulanginya," ujar Direktur M Djamil Padang Yusirwan Yusuf, dalam keterangan pers di Padang, Rabu.
Keputusan tersebut diambil setelah mempertimbangkan kemampuan ekonomi dari orang tua bayi.
"Sumbangan ini sifatnya adalah pribadi dari direksi rumah sakit, sehingga keluarga tidak perlu lagi mencari dana," katanya.
Karena hal tersebut, ia menyampaikan tidak perlu lagi aksi penggalangan dana demi menebus biaya perawatan Khalif. (*)
"Jadi pada hari ini orang tua Khalif mendatangi Ombudsman dan meminta persoalan ini diselesaikan," kata Asisten Ombudsman perwakilan Sumbar Adel Wahidi di Padang, Rabu.
Menurut dia sebagaimana diceritakan Dewi ada beberapa fakta yang belum terungkap ke publik dalam kejadian ini, salah satunya adalah saat Khalif dibawa paksa ia berada di kamar jenazah.
"Kalau informasi yang beredar jenazah diambil paksa tanpa sepengetahuan orang tua itu tidak benar," ucapnya.
Pada sisi lain, ia menceritakan Dewi sudah mengurus sejak pagi proses kepulangan jenazah anaknya.
Tapi ia merasa di-"pingpong" sana sini dan dalam pengurusan dibantu oleh para pengendara ojek daring yang merupakan teman dari keluarga Dewi.
Awalnya, Dewi disuruh ke bagian kamar jenazah ternyata tidak ada orang, lalu disuruh ke bangsal, ternyata harus menunggu dokter, selanjutnya mengurus lagi ke bagian keuangan hingga pukul 12.00 WIB belum selesai padahal anaknya meninggal pukul 09.00 WIB.
Malah menurut pengakuan keluarga urusan baru bisa rampung pukul 13.00 WIB atau empat jam jenazah tertahan.
Artinya lanjut Adel peristiwa pengendara ojek daring membawa paksa jenazah tidak berdiri sendiri melainkan ada proses yang sudah dilewati keluarga terlebih dahulu, namun terasa terlalu lama.
Oleh sebab itu keluarga meminta Ombudsman memediasi lamanya proses pengurusan jenazah hingga waktu keluar.
Sementara saat Ombudsman melakukan konfirmasi ke pihak RSUP M Djamil menyatakan standar prosedur jenazah bisa dibawa keluarga adalah dua jam setelah kematian.
"Akan tetapi dalam hal ini yang terjadi lebih dari tiga jam," katanya.
Sebaliknya Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) M Djamil Padang, Sumatera Barat, membantah kalau pihaknya menahan kepulangan bayi Khalif Putra (6 bulan) karena persoalan biaya.
"Apa yang disebutkan itu tidak benar, karena faktanya yang terjadi adalah pengurusan administrasi bukan uang," kata Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi RSUP M Djamil Padang Gustianof.
Ia mengatakan proses administrasi tersebut perlu dilakukan sebagai mekanisme dan pertanggungjawaban rumah sakit, sekaligus sebagai bentuk perlindungan terhadap hak pasien.
Untuk persoalan Khalif, katanya, biaya yang perlu dibayar sekitar Rp24 juta, dan pasien tidak ditanggung oleh BPJS.
Oleh karena itu perlu dijalani administrasi, agar pasien yang tidak sanggup membayar bisa diurus surat jaminannya.
"Dengan itu maka pasien tidak harus membayar di hari yang sama, namun haknya tetap bisa didapatkan dengan meninggalkan KTP saja. Dengan catatan, administrasi itu sudah dibuat," tuturnya.
Mengingat dengan kondisi khusus tersebut pihak rumah sakit juga mempunyai prosedur, dibuat rekam medis, dan proses lainnya hingga tingkat pejabat rumah sakit.
Sejalan dengan itu Direksi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) M Djamil Padang, Sumatera Barat, menanggulangi biaya perawatan Khalif Putra (6 bulan) yang meninggal karena penyakit getah bening.
"Untuk biaya perawatan yang mencapai Rp25 juta rupiah itu, para direksi sepakat untuk menanggulanginya," ujar Direktur M Djamil Padang Yusirwan Yusuf, dalam keterangan pers di Padang, Rabu.
Keputusan tersebut diambil setelah mempertimbangkan kemampuan ekonomi dari orang tua bayi.
"Sumbangan ini sifatnya adalah pribadi dari direksi rumah sakit, sehingga keluarga tidak perlu lagi mencari dana," katanya.
Karena hal tersebut, ia menyampaikan tidak perlu lagi aksi penggalangan dana demi menebus biaya perawatan Khalif. (*)