Solok (ANTARA) - Bupati Solok, Sumatera Barat, Gusmal berharap Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian RI membantu petani daerah setempat mengembangkan tiga komoditas perkebunan unggulan yaitu kakao, kopi arabika dan teh organik sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani.
"Saya mohon Dirjen perkebunan dapat membawa program Kementan RI yang mengintegrasikan perkebunan dengan perternakan, sehingga selain meningkatkan produksi perkebunan juga menambah penghasilan petani dari peternakan," kata Bupati Solok, Gusmal saat peringatan hari kakao nasional 2019 di Koto Baru, Sabtu.
Gusmal menilai tingkat perekonomian masyarakat di Sumbar sedang menurun, sehingga petani harus dapat menggairahkan industri perkebunan, salah satunya dengan inovasi pengintegrasian tanaman perkebunan dengan peternakan.
"Karena kotoran hewan ternak bisa jadi pupuk tanaman. Hal ini tentu menghemat biaya perawatan dan produksi perkebunan," sebutnya.
Pihaknya meminta selain bantuan program untuk meningkatkan produksi kakao, kopi arabika dan teh organik, Kementan RI dapat memberikan pemahaman dan penyuluhan pengintegrasian tanaman perkebunan dan peternakan ke kelompok tani daerah setempat.
"Hal ini tentu dapat meningkatkan perekonomian petani dan memberi inovasi baru pada petani," ujarnya.
Menurut Gusmal Pemerintah daerah telah berusaha mengembangkan kebun kakao dan kopi arabika di Solok. Apalagi, permintaan kopi arabika cukup tinggi dan tidak terpenuhi karena kurangnya SDM yang mengerti tentang kopi dan luas perkebunan masih terbatas.
Sementara Direktur Jenderal (Dirjen) Perkebunan Kementan RI Kasdi Subagyono mengatakan dulu produk pertanian dan perkebunan tersebar di seluruh Indonesia, tidak terletak pada daerah khusus. Sehingga produsen yang memerlukan hasil perkebunan kesulitan memperoleh pasokan.
"Sekarang kami membangun secara efisien dan terkelompok kawasannya (cluster) sehingga beberapa tanaman perkebunan dan pertanian difokuskan di suatu daerah sehingga mudah untuk meningkatkan produksi dan kualitasnya," ujarnya.
Ia menyebutkan 70 persen perkebunan di Indonesia milik rakyat. Kalau pekebun rakyat harus didukung dengan sarana, prasarana dan teknologi agar lebih berkembang maju.
"Kami akan berusaha membantu pekebun kakao, khususnya di Kabupaten Solok. Apalagi Kakao pasar ekspornya besar. Tapi kalau produksi dan pengolahan tidak meningkat tentu tidak akan berkembang," ujarnya.
Pihaknya menilai salah satu upaya meningkatkan produksi tanaman perkebunan termasuk Kakao dengan menyediakan logistik benih atau bibit mandiri.
"Artinya, daerah tidak perlu membeli atau mencari bibit ke daerah lain. Tapi membuat dan menyediakan bibit sendiri sehingga mempermudah petani dan mengurangi biaya produksi," ujarnya.
Bibit yang didapatkan dari luar daerah tentu lebih mahal. Tapi, jika benih ada dikluster di daerah itu sendiri akan mempermudah petani mendapatkan bibit berkualitas.
"Saya mohon Dirjen perkebunan dapat membawa program Kementan RI yang mengintegrasikan perkebunan dengan perternakan, sehingga selain meningkatkan produksi perkebunan juga menambah penghasilan petani dari peternakan," kata Bupati Solok, Gusmal saat peringatan hari kakao nasional 2019 di Koto Baru, Sabtu.
Gusmal menilai tingkat perekonomian masyarakat di Sumbar sedang menurun, sehingga petani harus dapat menggairahkan industri perkebunan, salah satunya dengan inovasi pengintegrasian tanaman perkebunan dengan peternakan.
"Karena kotoran hewan ternak bisa jadi pupuk tanaman. Hal ini tentu menghemat biaya perawatan dan produksi perkebunan," sebutnya.
Pihaknya meminta selain bantuan program untuk meningkatkan produksi kakao, kopi arabika dan teh organik, Kementan RI dapat memberikan pemahaman dan penyuluhan pengintegrasian tanaman perkebunan dan peternakan ke kelompok tani daerah setempat.
"Hal ini tentu dapat meningkatkan perekonomian petani dan memberi inovasi baru pada petani," ujarnya.
Menurut Gusmal Pemerintah daerah telah berusaha mengembangkan kebun kakao dan kopi arabika di Solok. Apalagi, permintaan kopi arabika cukup tinggi dan tidak terpenuhi karena kurangnya SDM yang mengerti tentang kopi dan luas perkebunan masih terbatas.
Sementara Direktur Jenderal (Dirjen) Perkebunan Kementan RI Kasdi Subagyono mengatakan dulu produk pertanian dan perkebunan tersebar di seluruh Indonesia, tidak terletak pada daerah khusus. Sehingga produsen yang memerlukan hasil perkebunan kesulitan memperoleh pasokan.
"Sekarang kami membangun secara efisien dan terkelompok kawasannya (cluster) sehingga beberapa tanaman perkebunan dan pertanian difokuskan di suatu daerah sehingga mudah untuk meningkatkan produksi dan kualitasnya," ujarnya.
Ia menyebutkan 70 persen perkebunan di Indonesia milik rakyat. Kalau pekebun rakyat harus didukung dengan sarana, prasarana dan teknologi agar lebih berkembang maju.
"Kami akan berusaha membantu pekebun kakao, khususnya di Kabupaten Solok. Apalagi Kakao pasar ekspornya besar. Tapi kalau produksi dan pengolahan tidak meningkat tentu tidak akan berkembang," ujarnya.
Pihaknya menilai salah satu upaya meningkatkan produksi tanaman perkebunan termasuk Kakao dengan menyediakan logistik benih atau bibit mandiri.
"Artinya, daerah tidak perlu membeli atau mencari bibit ke daerah lain. Tapi membuat dan menyediakan bibit sendiri sehingga mempermudah petani dan mengurangi biaya produksi," ujarnya.
Bibit yang didapatkan dari luar daerah tentu lebih mahal. Tapi, jika benih ada dikluster di daerah itu sendiri akan mempermudah petani mendapatkan bibit berkualitas.