Padang (ANTARA) - Salah seorang anak perantau asal Sumatera Barat (Sumbar), yaitu LH (13) sempat terlibat dorong-dorongan pintu ruangan kelas dengan pelaku perusuhan di Wamena, Papua pada 23 September.
"Saat itu hari Senin sekitar pukul 08.00 WIT setelah upacara saya mau ujian Agama, tiba-tiba kerusuhan itu terjadi," kata LH diwawancarai sesampainya di Bandara Internasional Minangkabau (BIM), Padangpariaman, pada Kamis malam (3/10).
Ia mengatakan saat itu pelaku masuk ke pekarangan sekolah dan melempari kaca-kaca kelas.
"Untuk mengamankan diri, saya bersama teman-teman lain bertahan dalam kelas, kemudian menyusun meja serta bangku-bangku untuk menghalang pintu," katanya.
Pelaku sempat berusaha membuka pintu tersebut, namun LH beserta teman-temannya juga menahan dari dalam kelas. Sehingga sempat terjadi aksi saling dorong.
Saat itu ia yang merupakan mahasiswa kelas dua SMP berada di dalam kelas bersama sekitar 40 teman.
Beruntung pelaku perusuhan meninggalkan sekolah tak lama kemudian, sedangkan LH tetap bertahan di dalam kelas.
"Kami bertahan di dalam kelas sekitar setengah jam, hingga kemudian ada kerabat yang datang menjemput," katanya.
Orang tua laki-laki dari LH yaitu Jafri (60), juga mengaku sangat panik saat kerusuhan terjadi. Karena anaknya sedang di sekolah, dan saat menelfon pihak sekolah tidak ada jawaban.
"Ibunya sudah menangis, hingga salah satu kerabat menelpon dan mengatakan LH sudah dijemput dari sekolah, dan sudah aman bersamanya," katanya.
LH dan orangtuanya akhirnya bertemu kembali di tempat pengungsian di Kodim 1702 Jayawijaya, dan pada Kamis mendarat di ranah Minangkabau.
Orangtuanya adalah perantau asal Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan dan sudah merantau ke Wamena sejak tahun 2000.
Kepada Antara LH menceritakan terakhir pulang ke kampung orangt uanya itu saat kelas 2 Sekolah Dasar.
"Karena kejadian ini saya lebih memilih sekolah di kampung saja," katanya. (*)
"Saat itu hari Senin sekitar pukul 08.00 WIT setelah upacara saya mau ujian Agama, tiba-tiba kerusuhan itu terjadi," kata LH diwawancarai sesampainya di Bandara Internasional Minangkabau (BIM), Padangpariaman, pada Kamis malam (3/10).
Ia mengatakan saat itu pelaku masuk ke pekarangan sekolah dan melempari kaca-kaca kelas.
"Untuk mengamankan diri, saya bersama teman-teman lain bertahan dalam kelas, kemudian menyusun meja serta bangku-bangku untuk menghalang pintu," katanya.
Pelaku sempat berusaha membuka pintu tersebut, namun LH beserta teman-temannya juga menahan dari dalam kelas. Sehingga sempat terjadi aksi saling dorong.
Saat itu ia yang merupakan mahasiswa kelas dua SMP berada di dalam kelas bersama sekitar 40 teman.
Beruntung pelaku perusuhan meninggalkan sekolah tak lama kemudian, sedangkan LH tetap bertahan di dalam kelas.
"Kami bertahan di dalam kelas sekitar setengah jam, hingga kemudian ada kerabat yang datang menjemput," katanya.
Orang tua laki-laki dari LH yaitu Jafri (60), juga mengaku sangat panik saat kerusuhan terjadi. Karena anaknya sedang di sekolah, dan saat menelfon pihak sekolah tidak ada jawaban.
"Ibunya sudah menangis, hingga salah satu kerabat menelpon dan mengatakan LH sudah dijemput dari sekolah, dan sudah aman bersamanya," katanya.
LH dan orangtuanya akhirnya bertemu kembali di tempat pengungsian di Kodim 1702 Jayawijaya, dan pada Kamis mendarat di ranah Minangkabau.
Orangtuanya adalah perantau asal Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan dan sudah merantau ke Wamena sejak tahun 2000.
Kepada Antara LH menceritakan terakhir pulang ke kampung orangt uanya itu saat kelas 2 Sekolah Dasar.
"Karena kejadian ini saya lebih memilih sekolah di kampung saja," katanya. (*)