Padang (ANTARA) - Salah seorang perantau asal Sumatera Barat Defrizul (45) menceritakan kisahnya bersembunyi sekitar satu jam di balik kios yang sedang terbakar saat kerusuhan terjadi di Wamena, Papua, pada Senin (23/9).
"Saat itu saya sedang berada di kios, lalu pelaku kerusuhan datang secara tiba-tiba pada Senin sekitar pukul 08.30 WIT," kata Defrizul di Padang, Kamis malam.
Hal itu dikatakannya ketika diwawancarai saat mendarat di Bandara Internasional Minangkabau, Padangpariaman, pada Kamis (3/10) malam.
Saat itu, katanya, tiba-tiba suasana berubah menjadi tegang karena pelaku datang melempari batu ke arah kios, dan melempar molotov sehingga membakar beberapa kios di kawasan Pasar Misi itu.
Ia mengungkapkan pada saat kejadian itu sejumlah warga asli Wamena berusaha menghalangi pelaku kerusuhan agar tidak membakar kios-kios.
Hanya saja jumlah warga yang menghalangi tidak sebanding dengan pelaku kerusuhan.
"Sejumlah kios mulai terbakar, dan saya bersembunyi ke belakang tanpa menutup kios. Tidak ada yang bisa diselamatkan selain pakaian di badan dan anak istri," katanya.
Seetalah sekitar satu jam bersembunyi, akhirnya personil TNI datang dan membawa dirinya beserta ratusan warga lain ke 1702/Jayawijaya.
"Jika petugas terlambat sedikit saja saat itu, entah bagaimana nasib saya dan para pedagang lain," katanya.
Defrizul sudah merantau ke Wamena sejak tahun 2000, dan di sana ia berdagang sembako dan kebutuhan harian.
Meskipun kiosnya terbakar, ia tetap bersyukur karena isteri dan satu anaknya berhasil selamat dan menginjakkan kaki ke Sumbar pada Kamis malam.
Ia mengatakan dirinya sengaja pulang membawa isteri Puspita Mujiastuti (30) serta seorang anak ke Sumbar karena mempertimbangkan kondisi keamanan serta keselamatan.
Hanya saja ia berencana untuk kembali lagi ke Wamena jika kondisi sudah aman kembali.
Tidak ada yang bisa diselamatkan selain dari pakaian badan dan anak isteri,
"Karena di sana (Wamena) terasa enak berusaha dan bisa berbaur antar sama, kalau pelaku kerusuhan sekarang ini kan datang dari luar," katanya.
Pada bagian lain, Defrizul adalah satu di antara 50 perantau asal Minangkabau yang mendarat di Bandara Internasional Minangkabau, Padang Pariaman, pada Kamis malam, sekitar pukul 20.40 WIB.
"Saat itu saya sedang berada di kios, lalu pelaku kerusuhan datang secara tiba-tiba pada Senin sekitar pukul 08.30 WIT," kata Defrizul di Padang, Kamis malam.
Hal itu dikatakannya ketika diwawancarai saat mendarat di Bandara Internasional Minangkabau, Padangpariaman, pada Kamis (3/10) malam.
Saat itu, katanya, tiba-tiba suasana berubah menjadi tegang karena pelaku datang melempari batu ke arah kios, dan melempar molotov sehingga membakar beberapa kios di kawasan Pasar Misi itu.
Ia mengungkapkan pada saat kejadian itu sejumlah warga asli Wamena berusaha menghalangi pelaku kerusuhan agar tidak membakar kios-kios.
Hanya saja jumlah warga yang menghalangi tidak sebanding dengan pelaku kerusuhan.
"Sejumlah kios mulai terbakar, dan saya bersembunyi ke belakang tanpa menutup kios. Tidak ada yang bisa diselamatkan selain pakaian di badan dan anak istri," katanya.
Seetalah sekitar satu jam bersembunyi, akhirnya personil TNI datang dan membawa dirinya beserta ratusan warga lain ke 1702/Jayawijaya.
"Jika petugas terlambat sedikit saja saat itu, entah bagaimana nasib saya dan para pedagang lain," katanya.
Defrizul sudah merantau ke Wamena sejak tahun 2000, dan di sana ia berdagang sembako dan kebutuhan harian.
Meskipun kiosnya terbakar, ia tetap bersyukur karena isteri dan satu anaknya berhasil selamat dan menginjakkan kaki ke Sumbar pada Kamis malam.
Ia mengatakan dirinya sengaja pulang membawa isteri Puspita Mujiastuti (30) serta seorang anak ke Sumbar karena mempertimbangkan kondisi keamanan serta keselamatan.
Hanya saja ia berencana untuk kembali lagi ke Wamena jika kondisi sudah aman kembali.
Tidak ada yang bisa diselamatkan selain dari pakaian badan dan anak isteri,
"Karena di sana (Wamena) terasa enak berusaha dan bisa berbaur antar sama, kalau pelaku kerusuhan sekarang ini kan datang dari luar," katanya.
Pada bagian lain, Defrizul adalah satu di antara 50 perantau asal Minangkabau yang mendarat di Bandara Internasional Minangkabau, Padang Pariaman, pada Kamis malam, sekitar pukul 20.40 WIB.