Semarang, (ANTARA) - Pendakwah Miftah Maulana Habiburrahman atau yang akrab disapa Gus Miftah mengatakan bahwa perjuangan almarhum KH Maimoen Zubair dalam mempersatukan umat harus dilanjutkan oleh semua pihak.
"Perjuangan Mbah Moen (sapaan akrab KH Maimoen Zubair, red) tidak boleh berhenti di sini," kata Gus Miftah yang ditemui di Bandara Internasional Jenderal Ahmad Yani Semarang, Rabu pagi.
Gus Miftah mengungkapkan dalam beberapa kali pertemuan dengan dirinya, Mbah Moen selalu berpesan agar dalam berjuang itu jangan minta dipuji oleh orang lain, dan harus istikomah, serta ikhlas.
"Beliau 'dawuh' kepada saya lanjutkan mengaji di dunia malam dan tempat-tempat marginal dan lebih banyak kontens kebangsaan ketika menggelar pengajian," ujar pimpinan Pondok Pesantren Ora Aji, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, itu.
Menurut dia, Mbah Moen adalah sosok yang senantiasa ditunggu fatwanya, baik fatwa soal agama maupun soal politik dan tentu berpulangnya beliau menjadi kesedihan bangsa Indonesia.
"Saya sangat-sangat bersedih, apalagi saya punya kenangan dengan beliau dua hari menjelang Idul Fitri kemarin, saya 'divideo call' oleh beliau dan saya dikasih hadiah surban, sandal, dan parfum," katanya.
Gus Miftah mengaku sangat berduka dengan kepergian Mbah Moen untuk selama-lamanya.
"Barang siapa yang tidak sedih dengan meninggalnya ulama berarti dia orang munafik, bahkan dikatakan ketika seorang alim itu meninggal langit dan bumi itu berduka sampai 70 hari," ujarnya.
Kepada keluarga besar KH Maimoen Zubair yang ditinggalkan, Gus Miftah mendoakan agar bersabar dan tabah.
"Yang jelas, sosok penyabar seperti beliau itu susah dan mudah-mudahan keluarga bersabar," katanya. (*)
"Perjuangan Mbah Moen (sapaan akrab KH Maimoen Zubair, red) tidak boleh berhenti di sini," kata Gus Miftah yang ditemui di Bandara Internasional Jenderal Ahmad Yani Semarang, Rabu pagi.
Gus Miftah mengungkapkan dalam beberapa kali pertemuan dengan dirinya, Mbah Moen selalu berpesan agar dalam berjuang itu jangan minta dipuji oleh orang lain, dan harus istikomah, serta ikhlas.
"Beliau 'dawuh' kepada saya lanjutkan mengaji di dunia malam dan tempat-tempat marginal dan lebih banyak kontens kebangsaan ketika menggelar pengajian," ujar pimpinan Pondok Pesantren Ora Aji, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, itu.
Menurut dia, Mbah Moen adalah sosok yang senantiasa ditunggu fatwanya, baik fatwa soal agama maupun soal politik dan tentu berpulangnya beliau menjadi kesedihan bangsa Indonesia.
"Saya sangat-sangat bersedih, apalagi saya punya kenangan dengan beliau dua hari menjelang Idul Fitri kemarin, saya 'divideo call' oleh beliau dan saya dikasih hadiah surban, sandal, dan parfum," katanya.
Gus Miftah mengaku sangat berduka dengan kepergian Mbah Moen untuk selama-lamanya.
"Barang siapa yang tidak sedih dengan meninggalnya ulama berarti dia orang munafik, bahkan dikatakan ketika seorang alim itu meninggal langit dan bumi itu berduka sampai 70 hari," ujarnya.
Kepada keluarga besar KH Maimoen Zubair yang ditinggalkan, Gus Miftah mendoakan agar bersabar dan tabah.
"Yang jelas, sosok penyabar seperti beliau itu susah dan mudah-mudahan keluarga bersabar," katanya. (*)