Jakarta, (ANTARA) - Pengamat media sosial dari Komunikonten, Hariqo Wibawa Satria, mengajak masyarakat untuk tidak menyebarkan konten bom teroris di Sukoharjo, Solo, karena dapat turut menebar teror dan hal negatif lainnya.
"Sebagai masyarakat, sebaiknya kita tidak menyebarkan video aksi teror tersebut. Karena tanpa disadari, kita ikut menularkan ketakutan, menghilangkan kebahagiaan, dan itulah salah satu tujuan dari aksi teror," kata Hariqo saat dihubungi dari Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan setidaknya penyebar memiliki dua tujuan menyebarkan konten teror.
Pertama, kata dia, mereka ingin mengabarkan dan menunjukkan kemarahan dengan menyebarkan konten teror.
Motif itu, kata dia, biasa dilakukan dengan menyebarkan di grup-grup percakapan oleh orang-orang yang biasa dikenal.
"Untuk pencegahannya, kita bisa berkontribusi dengan mengirim pesan kepada yang bersangkutan terkait bahaya menyebarkan aksi teroris, bisa lewat jalur pribadi bisa juga di grup percakapan tersebut," katanya.
Para penyebar konten, kata dia, kadang memiliki motif ekonomi sehingga menyebarkan konten teror.
Konten teror, kata dia, sering disebarkan di media sosial dengan tujuan mendapatkan "like", "share", "follower", "subscriber", dan respons warganet lainnya. Misalnya, diunggah di Youtube, kemudian tautannya disebarkan lewat banyak akun Twitter, Facebook, dan Instagram.
Kadang, kata dia, video diedit, ditambahi opini, tanpa disadari mereka ikut membantu tercapainya tujuan dari teroris meski ingin mendapatkan keuntungan ekonomi dari penyebaran konten.
"Jangan lupa, bisa jadi pendukung terorisme juga memantau media sosial setelah aksi teror dilakukan oleh temannya, jaringannya atau orang-orang yang meskipun mereka tidak kenal pelaku teror, tapi setuju, simpati dengan aksi teror baik di Indonesia maupun di luar Indonesia," kata dia.
Teror, kata dia, selain bertujuan menyebarkan ketakutan juga dapat memicu saling curiga, terganggunya pariwisata, ekonomi, trauma pada anak, rusaknya kekhusyukan, serta kebahagian Idul fitri, dan hal-hal yang merugikan kepentingan nasional lainnya.
Dia mengatakan segala hal negatif konten teror yang terjadi setelah pascaaksi dapat dicegah dengan gotong royong.
Setiap unsur, kata dia, dapat bergotong royong sesuai kapasitasnya bahkan dengan langkah sederhana, yaitu konten teror cukup berhenti di gawainya masing-masing atau tidak disebar. (*)
"Sebagai masyarakat, sebaiknya kita tidak menyebarkan video aksi teror tersebut. Karena tanpa disadari, kita ikut menularkan ketakutan, menghilangkan kebahagiaan, dan itulah salah satu tujuan dari aksi teror," kata Hariqo saat dihubungi dari Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan setidaknya penyebar memiliki dua tujuan menyebarkan konten teror.
Pertama, kata dia, mereka ingin mengabarkan dan menunjukkan kemarahan dengan menyebarkan konten teror.
Motif itu, kata dia, biasa dilakukan dengan menyebarkan di grup-grup percakapan oleh orang-orang yang biasa dikenal.
"Untuk pencegahannya, kita bisa berkontribusi dengan mengirim pesan kepada yang bersangkutan terkait bahaya menyebarkan aksi teroris, bisa lewat jalur pribadi bisa juga di grup percakapan tersebut," katanya.
Para penyebar konten, kata dia, kadang memiliki motif ekonomi sehingga menyebarkan konten teror.
Konten teror, kata dia, sering disebarkan di media sosial dengan tujuan mendapatkan "like", "share", "follower", "subscriber", dan respons warganet lainnya. Misalnya, diunggah di Youtube, kemudian tautannya disebarkan lewat banyak akun Twitter, Facebook, dan Instagram.
Kadang, kata dia, video diedit, ditambahi opini, tanpa disadari mereka ikut membantu tercapainya tujuan dari teroris meski ingin mendapatkan keuntungan ekonomi dari penyebaran konten.
"Jangan lupa, bisa jadi pendukung terorisme juga memantau media sosial setelah aksi teror dilakukan oleh temannya, jaringannya atau orang-orang yang meskipun mereka tidak kenal pelaku teror, tapi setuju, simpati dengan aksi teror baik di Indonesia maupun di luar Indonesia," kata dia.
Teror, kata dia, selain bertujuan menyebarkan ketakutan juga dapat memicu saling curiga, terganggunya pariwisata, ekonomi, trauma pada anak, rusaknya kekhusyukan, serta kebahagian Idul fitri, dan hal-hal yang merugikan kepentingan nasional lainnya.
Dia mengatakan segala hal negatif konten teror yang terjadi setelah pascaaksi dapat dicegah dengan gotong royong.
Setiap unsur, kata dia, dapat bergotong royong sesuai kapasitasnya bahkan dengan langkah sederhana, yaitu konten teror cukup berhenti di gawainya masing-masing atau tidak disebar. (*)