Jakarta (ANTARA) - Setelah beberapa bulan menjalani perawatan di National University Hospital di Singapura, ibu negara (2004-2014) Ani Yudhoyono menghembuskan nafasnya yang terakhir pada Sabtu 1 Juni 2019.
Indonesia kehilangan salah satu putra terbaik yang selama 10 tahun menjalankan tugas sebagai ibu negara mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden ke-6 Republik Indonesia.
Selama 10 tahun masa pemerintahan SBY, demikian Yudhoyono akrab disapa oleh khalayak, cukup banyak peristiwa yang menguji bagaimana pemerintah harus menangani sebuah masalah dengan cepat dan tepat.
Baru beberapa bulan menjabat sebagai Presiden menggantikan Megawati Soekarno Putri, pada 24 Desember 2004 gelombang tsunami menghantam Aceh dan Nias dan mengakibatkan sendi-sendi kehidupan masyarakat menjadi lumpuh.
Pemerintah harus cepat di satu sisi melakukan tanggap darurat untuk mengevakuasi korban meninggal dan merawat mereka yang luka sambil menopang kehidupan warga yang selamat dan berada di pengungsian. Meski kemudian bantuan dari negara-negara sahabat berdatangan, namun pemerintah juga harus memastikan bantuan tersalurkan dengan baik tanpa menodai kedaulatan republik Indonesia.
Di tengah-tengah menghadapi tantangan itu, Ani Yudhoyono sebagai ibu negara berada di belakang presiden untuk memberikan semangat, tak hanya pada suaminya namun juga rakyat Aceh yang mengalami musibah yang dahsyat tersebut.
Ani kemudian mendorong berdirinya organisasi istri anggota kabinet yang disebut SIKIB. Ani memberikan perhatian pada pendidikan anak antara lain dengan menginsiasi perpustakaan keliling.
Salah satu programnya yang cukup dikenal adalah mendorong didirikannya rumah pintar atau rumpin. Rumah pintar yang diinisiasi tersebut memberikan ruang kepada anak-anak untuk bisa mengakses buku bacaan, menjadi tempat bagi kaum perempuan untuk belajar keterampilan dan berbagai kegiatan penguatan keluarga lainnya.
Ani Yudhoyono, anak ketiga dari tujuh bersaudara putra Jenderal Sarwo Edhie Wibowo lahir di Yogyakarta pada 6 Juli 1952.
Dalam biografinya berjudul Ani Yudhoyono Kepak Sayap Putri Prajurit, ia menggambarkan bagaimana lahir dan besar di keluarga prajurit yang berpindah-pindah kota sesuai dengan penugasan ayahnya yang dikenal salah satu tokoh dari pasukan khusus TNI Angkatan Darat RPKAD yang kini bernama Kopassus.
Kehidupan Ani, seperti diakuinya dalam biografi itu tak lepas dari prajurit. Susilo Bambang Yudhoyono yang menikahinya pada 30 Juli 1976 juga seorang perwira TNI Angkatan Darat yang kemudian menjadi Presiden Republik Indonesia ke-6. Putra pertama Ani, Agus Harymurti juga kemudian berkarir sebagai tentara meski kemudian pensiun dini dengan pangkat terakhir Mayor.
Gemar Fotografi
Disela-sela kesibukannya sebagai ibu negara, Ani juga memiliki kegemaran fotografi. Tak hanya disimpannya sendiri, hasil "jepretannya" juga bisa dilihat lewat akun instagram miliknya.
Tak jarang hasil fotonya mendapat banyak tanggapan positif dari warganet. Ani sendiri tampaknya menikmati aktivitas fotografi tersebut.
Di kalangan wartawan istana kepresidenan yang bertugas selama masa pemerintahan SBY, Ani juga dikenal sebagai sosok yang ramah dan hangat. Baik dalam acara-acara kenegaraan di Istana Presiden, kunjungan ke daerah maupun ke luar negeri ia selalu menyapa wartawan dalam berbagai kesempatan.
Tak hanya menyapa, melayani permintaan foto bersama juga kerap ia lakukan bersama para wartawan yang meliput kegiatan Presiden di banyak kesempatan.
Hal yang menarik yang patut dicatat dari Ani Yudhoyono adalah ketika menjelang pemilu 2014 banyak kalangan yang menggadang-gadangnya untuk maju menjadi calon Presiden. Namun ia kukuh pada pendiriannya sebagaimana ia paparkan beberapa tahun sebelumnya dalam biografinya, menolak untuk berkecimpung di bidang politik.
"Jika SBY sudah tidak jadi Presiden, maka kedudukan paling terhormat buatku adalah tetap menjadi Nyonya SBY. Bukan menjadi Presiden," tuturnya.
Kepakan Sayap terakhir
Pada Februari 2019 mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan keterangan kepada masyarakat bawah Ani Yudhoyono mengidap kanker darah. Kabar tersebut sontak mengagetkan banyak kalangan.
Betapa tidak, sepanjang 2018, Ani masih aktif bersama suaminya mengikuti tur Partai Demokrat ke sejumlah daerah dengan berbagai aktivitas yang melelahkan. Setahun sebelumnya, Ani mendampingi putra pertamanya, Agus Harymurti dalam pertarungan pilkada DKI Jakarta yang kemudian dimenangkan oleh pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.
Sejak Februari itu, Ani Yudhoyono kemudian berobat ke Singapura untuk menangani penyakit yang diidapnya. Susilo Bambang Yudhoyono kemudian secara drastis mengurangi aktivitas politiknya mendampingi perempuan yang selalu memberikan dukungan disaat sulit.
Banyak tokoh yang menjenguk Ani, termasuk Presiden Joko Widodo dan ibu negara Iriana Joko Widodo memberikan semangat agar ia bisa kembali beraktivitas. Namun takdir Allah SWT menggariskan berbeda, satu bulan lima hari sebelum ulang tahun yang ke-67 Ani wafat meninggalkan SBY, dua anak dan menantu serta empat orang cucu.
Ani Yudhoyono pun akhirnya mengepakkan sayapnya sebagai putri seorang prajurit, suami dari seorang prajurit dan ibu dari seorang prajurit untuk yang terakhir kalinya, memberikan kenangan yang manis bagi seluruh rakyat Indonesia yang pernah merasakan kebaikannya.
Indonesia kehilangan salah satu putra terbaik yang selama 10 tahun menjalankan tugas sebagai ibu negara mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden ke-6 Republik Indonesia.
Selama 10 tahun masa pemerintahan SBY, demikian Yudhoyono akrab disapa oleh khalayak, cukup banyak peristiwa yang menguji bagaimana pemerintah harus menangani sebuah masalah dengan cepat dan tepat.
Baru beberapa bulan menjabat sebagai Presiden menggantikan Megawati Soekarno Putri, pada 24 Desember 2004 gelombang tsunami menghantam Aceh dan Nias dan mengakibatkan sendi-sendi kehidupan masyarakat menjadi lumpuh.
Pemerintah harus cepat di satu sisi melakukan tanggap darurat untuk mengevakuasi korban meninggal dan merawat mereka yang luka sambil menopang kehidupan warga yang selamat dan berada di pengungsian. Meski kemudian bantuan dari negara-negara sahabat berdatangan, namun pemerintah juga harus memastikan bantuan tersalurkan dengan baik tanpa menodai kedaulatan republik Indonesia.
Di tengah-tengah menghadapi tantangan itu, Ani Yudhoyono sebagai ibu negara berada di belakang presiden untuk memberikan semangat, tak hanya pada suaminya namun juga rakyat Aceh yang mengalami musibah yang dahsyat tersebut.
Ani kemudian mendorong berdirinya organisasi istri anggota kabinet yang disebut SIKIB. Ani memberikan perhatian pada pendidikan anak antara lain dengan menginsiasi perpustakaan keliling.
Salah satu programnya yang cukup dikenal adalah mendorong didirikannya rumah pintar atau rumpin. Rumah pintar yang diinisiasi tersebut memberikan ruang kepada anak-anak untuk bisa mengakses buku bacaan, menjadi tempat bagi kaum perempuan untuk belajar keterampilan dan berbagai kegiatan penguatan keluarga lainnya.
Ani Yudhoyono, anak ketiga dari tujuh bersaudara putra Jenderal Sarwo Edhie Wibowo lahir di Yogyakarta pada 6 Juli 1952.
Dalam biografinya berjudul Ani Yudhoyono Kepak Sayap Putri Prajurit, ia menggambarkan bagaimana lahir dan besar di keluarga prajurit yang berpindah-pindah kota sesuai dengan penugasan ayahnya yang dikenal salah satu tokoh dari pasukan khusus TNI Angkatan Darat RPKAD yang kini bernama Kopassus.
Kehidupan Ani, seperti diakuinya dalam biografi itu tak lepas dari prajurit. Susilo Bambang Yudhoyono yang menikahinya pada 30 Juli 1976 juga seorang perwira TNI Angkatan Darat yang kemudian menjadi Presiden Republik Indonesia ke-6. Putra pertama Ani, Agus Harymurti juga kemudian berkarir sebagai tentara meski kemudian pensiun dini dengan pangkat terakhir Mayor.
Gemar Fotografi
Disela-sela kesibukannya sebagai ibu negara, Ani juga memiliki kegemaran fotografi. Tak hanya disimpannya sendiri, hasil "jepretannya" juga bisa dilihat lewat akun instagram miliknya.
Tak jarang hasil fotonya mendapat banyak tanggapan positif dari warganet. Ani sendiri tampaknya menikmati aktivitas fotografi tersebut.
Di kalangan wartawan istana kepresidenan yang bertugas selama masa pemerintahan SBY, Ani juga dikenal sebagai sosok yang ramah dan hangat. Baik dalam acara-acara kenegaraan di Istana Presiden, kunjungan ke daerah maupun ke luar negeri ia selalu menyapa wartawan dalam berbagai kesempatan.
Tak hanya menyapa, melayani permintaan foto bersama juga kerap ia lakukan bersama para wartawan yang meliput kegiatan Presiden di banyak kesempatan.
Hal yang menarik yang patut dicatat dari Ani Yudhoyono adalah ketika menjelang pemilu 2014 banyak kalangan yang menggadang-gadangnya untuk maju menjadi calon Presiden. Namun ia kukuh pada pendiriannya sebagaimana ia paparkan beberapa tahun sebelumnya dalam biografinya, menolak untuk berkecimpung di bidang politik.
"Jika SBY sudah tidak jadi Presiden, maka kedudukan paling terhormat buatku adalah tetap menjadi Nyonya SBY. Bukan menjadi Presiden," tuturnya.
Kepakan Sayap terakhir
Pada Februari 2019 mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan keterangan kepada masyarakat bawah Ani Yudhoyono mengidap kanker darah. Kabar tersebut sontak mengagetkan banyak kalangan.
Betapa tidak, sepanjang 2018, Ani masih aktif bersama suaminya mengikuti tur Partai Demokrat ke sejumlah daerah dengan berbagai aktivitas yang melelahkan. Setahun sebelumnya, Ani mendampingi putra pertamanya, Agus Harymurti dalam pertarungan pilkada DKI Jakarta yang kemudian dimenangkan oleh pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.
Sejak Februari itu, Ani Yudhoyono kemudian berobat ke Singapura untuk menangani penyakit yang diidapnya. Susilo Bambang Yudhoyono kemudian secara drastis mengurangi aktivitas politiknya mendampingi perempuan yang selalu memberikan dukungan disaat sulit.
Banyak tokoh yang menjenguk Ani, termasuk Presiden Joko Widodo dan ibu negara Iriana Joko Widodo memberikan semangat agar ia bisa kembali beraktivitas. Namun takdir Allah SWT menggariskan berbeda, satu bulan lima hari sebelum ulang tahun yang ke-67 Ani wafat meninggalkan SBY, dua anak dan menantu serta empat orang cucu.
Ani Yudhoyono pun akhirnya mengepakkan sayapnya sebagai putri seorang prajurit, suami dari seorang prajurit dan ibu dari seorang prajurit untuk yang terakhir kalinya, memberikan kenangan yang manis bagi seluruh rakyat Indonesia yang pernah merasakan kebaikannya.