Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menegaskan wacana referendum Aceh sudah tidak relevan karena aturan yang mengatur soal itu sudah dicabut.
"Masalah referendum itu dalam khasanah hukum di Indonesia itu sudah selesai, tidak ada (referendum)," kata Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat.
Hal itu menanggapi pernyataan Ketua Umum DPA Partai Aceh Muzakir Manaf alias Mualem terkait permintaan referendum saat menghadiri acara peringatan Haul Ke-9 Wali Nanggroe Almarhum Tgk Muhammad Hasan Ditiro.
Menurut dia, keputusan-keputusan baik itu Tap MPR maupun undang-undang sudah membahas sebelumnya dan sudah ada pembatalan.
Misalnya, Tap MPR mengenai referendum, yaitu Tap MPR nomor 8 tahun 1998 itu telah dicabut melalui Tap MPR nomor 4 tahun 1993.
Begitupun undang-undang yang mengatur soal referendum, yakni UU No 6 Tahun 1999 telah mencabut UU No 5 Tahun 1985 tentang referendum.
"Jadi, ruang untuk referendum dalam hukum positif di Indonesia sudah tak ada, jadi tak relevan lagi," kata Wiranto menjelaskan.
Apalagi, lanjut dia, bila dihadapkan dengan internasional court yang mengatur persoalan itu juga tidak relevan dan hanya dekolonialisasi yang bisa masuk dalam proses referendum, seperti Timor Timur (Timor Leste).
"Mungkin (referendum) hanya sebatas wacana saja," katanya.
Ketika ditanyakan, apakah ada langkah tegas dari pemerintah terkait wacana referendum itu, Wiranto mengatakan, tentu akan dilakukan upaya yang tegas.
"Oh iya pasti. Kan sekarang yang bersangkutan sedang tak ada di Aceh, sedang keluar negeri. Tentu nanti ada proses-proses hukum soal masalah ini. Jadi ketika hukum positif ditabrak, tentu ada sanksi hukumnya," kata Wiranto.
Ia.menambahkan, permintaan referendum itu kemungkinan terkait dengan hasil Pemilu serentak 2019 dan kekecewaan terhadap hasil Pilgub Aceh.
"Ya boleh jadi, mungkin ada kekecewaan karena Pilgub kalah, dan Partai Aceh kursinya merosot ya. Kalau tak salah Pemilu 2009 kursinya 33, lalu 2014 tinggal 29, sekarang kalau tak salah tinggal 18 kursi. Sangat boleh jadi (karena pemilu) saya katakan," kata mantan Pangab ini.
Selain Aceh, kata dia, ada daerah lainnya yang memang sudah ada bibit-bibit separatisme seperti Papua.
"Kalau daerah lain, saya kira tidak ada lagi," ucapnya.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu juga menegaskan pemerintah tidak akan membiarkan referendum terjadi.
"Ah, Muzakir enggak usahlah ngomong begitu. Nanti kalau saya ke sana bilang DOM (daerah operasi militer, red) lagi," kata Ryamizard, di Jakarta, Kamis (30/5).
Ryamizard memastikan tidak ada negosiasi untuk urusan keutuhan NKRI. Oleh karena itu, pihaknya akan menjaga kedaulatan negara secara utuh dari Sabang sampai Merauke.
"Enggak boleh hilang satu jengkal pun. Akan berhadapan dengan kami," kata mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ini.
"Masalah referendum itu dalam khasanah hukum di Indonesia itu sudah selesai, tidak ada (referendum)," kata Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat.
Hal itu menanggapi pernyataan Ketua Umum DPA Partai Aceh Muzakir Manaf alias Mualem terkait permintaan referendum saat menghadiri acara peringatan Haul Ke-9 Wali Nanggroe Almarhum Tgk Muhammad Hasan Ditiro.
Menurut dia, keputusan-keputusan baik itu Tap MPR maupun undang-undang sudah membahas sebelumnya dan sudah ada pembatalan.
Misalnya, Tap MPR mengenai referendum, yaitu Tap MPR nomor 8 tahun 1998 itu telah dicabut melalui Tap MPR nomor 4 tahun 1993.
Begitupun undang-undang yang mengatur soal referendum, yakni UU No 6 Tahun 1999 telah mencabut UU No 5 Tahun 1985 tentang referendum.
"Jadi, ruang untuk referendum dalam hukum positif di Indonesia sudah tak ada, jadi tak relevan lagi," kata Wiranto menjelaskan.
Apalagi, lanjut dia, bila dihadapkan dengan internasional court yang mengatur persoalan itu juga tidak relevan dan hanya dekolonialisasi yang bisa masuk dalam proses referendum, seperti Timor Timur (Timor Leste).
"Mungkin (referendum) hanya sebatas wacana saja," katanya.
Ketika ditanyakan, apakah ada langkah tegas dari pemerintah terkait wacana referendum itu, Wiranto mengatakan, tentu akan dilakukan upaya yang tegas.
"Oh iya pasti. Kan sekarang yang bersangkutan sedang tak ada di Aceh, sedang keluar negeri. Tentu nanti ada proses-proses hukum soal masalah ini. Jadi ketika hukum positif ditabrak, tentu ada sanksi hukumnya," kata Wiranto.
Ia.menambahkan, permintaan referendum itu kemungkinan terkait dengan hasil Pemilu serentak 2019 dan kekecewaan terhadap hasil Pilgub Aceh.
"Ya boleh jadi, mungkin ada kekecewaan karena Pilgub kalah, dan Partai Aceh kursinya merosot ya. Kalau tak salah Pemilu 2009 kursinya 33, lalu 2014 tinggal 29, sekarang kalau tak salah tinggal 18 kursi. Sangat boleh jadi (karena pemilu) saya katakan," kata mantan Pangab ini.
Selain Aceh, kata dia, ada daerah lainnya yang memang sudah ada bibit-bibit separatisme seperti Papua.
"Kalau daerah lain, saya kira tidak ada lagi," ucapnya.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu juga menegaskan pemerintah tidak akan membiarkan referendum terjadi.
"Ah, Muzakir enggak usahlah ngomong begitu. Nanti kalau saya ke sana bilang DOM (daerah operasi militer, red) lagi," kata Ryamizard, di Jakarta, Kamis (30/5).
Ryamizard memastikan tidak ada negosiasi untuk urusan keutuhan NKRI. Oleh karena itu, pihaknya akan menjaga kedaulatan negara secara utuh dari Sabang sampai Merauke.
"Enggak boleh hilang satu jengkal pun. Akan berhadapan dengan kami," kata mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ini.