Arosuka (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Solok, Sumatera Barat (Sumbar), memprioritaskan melakukan pencegahan dan penanganan masalah stunting karena daerah setempat berada pada urutan ketiga jumlah penderita stunting terbanyak di Sumbar.
"Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Anak stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Solok, Sri Efianti di Arosuka, Kamis.
Ia menambahkan stunting dapat menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit, sementara di masa depan akan berisiko menurunkan produktivitasnya.
Data balita stunting di Kabupaten Solok pada 2013 sebesar 39,7 persen. Berdasarkan hasil PSG (Penilaian Status Gizi) pada 2018 menjadi sekitar 30,5 persen atau sekitar 1.638 Balita dari 5.376 Balita di Kabupaten Solok.
Apalagi fakta bahwa berdasarkan data riset kesehatan dasar pada 2019, Kabupaten Solok berada pada urutan ketiga jumlah penderita stunting terbanyak di Sumbar, setelah Pasaman dan Pasaman Barat.
"Berdasarkan itulah kami tetap menjadi fokus menangani stunting, walaupun datanya sudah ada penurunan," ujarnya.
Kemudian, untuk mengatasi hal itu, salah satu langkah awal yang dilakukan dengan segera merumuskan dan menerbitkan regulasi penanganan dan penurunan stunting di Kabupaten Solok sebagai pedoman dalam mengambil langkah-langkah teknis di lapangan.
Pembahasan Rancangan Peraturan Bupati (Ranperbup) mengenai Penanganan dan Penurunan Stunting pun sudah dilakukan.
Hal ini merupakan tantangan besar dan butuh kerjasama dari semua pihak, termasuk OPD dalam rangka penanganan dan upaya penurunan angka stunting di Kabupaten Solok.
Ia mengharapkan komitmen dan kerja bersama antara pemerintah, baik sektor kesehatan maupun nonkesehatan di tingkat provinsi, kabupaten, serta swasta dalam pembangunan pangan dan gizi.
"Perlu langkah-langkah yang cepat dan tepat dalam upaya penurunan jumlah penderita stunting di Kabupaten Solok," tambahnya.
Sementara itu, Ketua PKK Kabupaten Solok, Desnadefi Gusmal mengatakan pihaknya akan berupaya meminimalisir stunting di daerah setempat.
"Dengan itu kami juga akan bentuk nagari binaan untuk meminimalisir masalah stunting tersebut," tambahnya.
Menurutnya, masalah utama stunting atau tinggi badan anak tidak sesuai usia terjadi akibat kekurangan asupan gizi.
Gizi menjadi salah satu komponen yang harus dipenuhi dalam mewujudkan masyarakat yang sehat, terutama pada periode seribu hari pertama kehidupan. Dimulai dari dalam kandungan ibu, gizi yang sehat dan berimbang harus mulai menjadi perhatian.
"Masalah gizi ini merupakan masalah kami bersama dan memerlukan koordinasi lintas sektoral. Kami dapat bersama-sama melakukan langkah strategis memperbaiki status gizi masyarakat," sebutnya. (*)
"Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Anak stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Solok, Sri Efianti di Arosuka, Kamis.
Ia menambahkan stunting dapat menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit, sementara di masa depan akan berisiko menurunkan produktivitasnya.
Data balita stunting di Kabupaten Solok pada 2013 sebesar 39,7 persen. Berdasarkan hasil PSG (Penilaian Status Gizi) pada 2018 menjadi sekitar 30,5 persen atau sekitar 1.638 Balita dari 5.376 Balita di Kabupaten Solok.
Apalagi fakta bahwa berdasarkan data riset kesehatan dasar pada 2019, Kabupaten Solok berada pada urutan ketiga jumlah penderita stunting terbanyak di Sumbar, setelah Pasaman dan Pasaman Barat.
"Berdasarkan itulah kami tetap menjadi fokus menangani stunting, walaupun datanya sudah ada penurunan," ujarnya.
Kemudian, untuk mengatasi hal itu, salah satu langkah awal yang dilakukan dengan segera merumuskan dan menerbitkan regulasi penanganan dan penurunan stunting di Kabupaten Solok sebagai pedoman dalam mengambil langkah-langkah teknis di lapangan.
Pembahasan Rancangan Peraturan Bupati (Ranperbup) mengenai Penanganan dan Penurunan Stunting pun sudah dilakukan.
Hal ini merupakan tantangan besar dan butuh kerjasama dari semua pihak, termasuk OPD dalam rangka penanganan dan upaya penurunan angka stunting di Kabupaten Solok.
Ia mengharapkan komitmen dan kerja bersama antara pemerintah, baik sektor kesehatan maupun nonkesehatan di tingkat provinsi, kabupaten, serta swasta dalam pembangunan pangan dan gizi.
"Perlu langkah-langkah yang cepat dan tepat dalam upaya penurunan jumlah penderita stunting di Kabupaten Solok," tambahnya.
Sementara itu, Ketua PKK Kabupaten Solok, Desnadefi Gusmal mengatakan pihaknya akan berupaya meminimalisir stunting di daerah setempat.
"Dengan itu kami juga akan bentuk nagari binaan untuk meminimalisir masalah stunting tersebut," tambahnya.
Menurutnya, masalah utama stunting atau tinggi badan anak tidak sesuai usia terjadi akibat kekurangan asupan gizi.
Gizi menjadi salah satu komponen yang harus dipenuhi dalam mewujudkan masyarakat yang sehat, terutama pada periode seribu hari pertama kehidupan. Dimulai dari dalam kandungan ibu, gizi yang sehat dan berimbang harus mulai menjadi perhatian.
"Masalah gizi ini merupakan masalah kami bersama dan memerlukan koordinasi lintas sektoral. Kami dapat bersama-sama melakukan langkah strategis memperbaiki status gizi masyarakat," sebutnya. (*)