100 hari jelang Pemilu serentak 2019, dalam hitungan penulis jatuh pada tanggal 8 Januari 2019. Layaklah sebuah perhelatan yang besar harus memasang ancang-ancang untuk segera berlari kencang sembari mengevaluasi berbagai persoalan yang muncul.
KPU dalam hal ini penyelenggara teknis Pemilu tak lagi dapat untuk beristirahat walau hanya menghela nafas sejenak demi menjalankan tahapan Pemilu. 100 hari bukanlah waktu yang lama pada ukuran pergelaran yang besar seperti Pemilu. Segala masalah teknis harus sudah dipersiapkan secara detail dan dilaksanakan dengan tahapan yang jelas.
Pemilu dengan 5 Kotak Suara telah memberikan konsekwensi pelaksanaan yang kompleks. Dari sisi pelaksanaan teknis penyelenggara harus membutuhkan regulasi, logistic, SDM, ruang dan waktu yang secara varian dan volumenya semakin meningkat.
Hal ini dapat dilihat misalnya dari Lima Kotak Suara yang akan membutuhkan waktu penghitungan yang lama, maka untuk itu jumlah pemilih di TPS diperkecil maka konsekwensinya adalah Jumlah TPS membengkak, Tenaga KPPS meningkat, Logistik ikut meningkat, dan formulir yang akan ditandatangani oleh tenaga juga banyak. Banyak persoalan yang sama terjadi akibat konsekwensi Pemilihan Serentak.
Kemudian, ditengah mempersiapkan pelaksanaan Pemilu penyelenggara juga berhadapan dengan pemberitaan hoax yang tak sedikit menyerang Penyelenggara Pemilu. Tujuan dari pemberitaan hoax itu mengarah kepada membangun opini untuk tidak percaya kepada KPU.
Tudingan-tudingan itu menggelinding menjadi isu yang besar menghabiskan energy penyelenggara untuk menyelesaikannya, demi menjaga kepercayaan public terhadap penyelenggaraan pemilu.
Disamping tantangan untuk menyelesaikan penyelenggaraan Pemilu. KPU berkewajiban dengan rasa tanggungjawab yang penuh harus menghilangkan hal-hal yang dapat merusak kepercayaan public terhadap Pemilu, dalam bentuk kerja yang membuktikan KPU menjunjung tinggi etika penyelenggera pemilu yang berintegritas dan professional. Hancurlah badan jika legitimasi hasil pemilu itu sirna. Sebab suara rakyat adalah suara demokrasi yang patut dijaga.
Kesiapan KPU
Pada November lalu, Ketua KPU Republik Indonesia, Arif Budiman dihadapan Kemendagri telah menyampaikan kesiapan KPU dalam menyelenggarakan Pemilu serentak.
Tentu penyampaian kesiapan KPU oleh Pimpinan KPU dihadapan public bukan sebagai bahasa pemanis saja, hal ini didukung dengan persiapan-persiapan teknis yang telah dan akan berjalan.
Setidaknya Pimpinan KPU telah mengemukakan beberapa hal pokok yang menjadi indicator kesiapan KPU dalam menyonsong Pemilu 2019, yaitu: Perencanaan Program dan Anggaran, menyusun aturan terkait tahapan pemilu, Peserta Pemilu, Daftar Pemilih, Penyelenggara itu sendiri dan logistic Pemilu.
Terkait dengan kesiapan itu, penulis mencoba menjabarkannya, Pertama, Perencanaan Program dan Anggaran. Dalam Pasal 12 poin a. UU Pemilu. KPU bertugas merencanakan program dan anggaran serta menetapkan jadwal. Hal ini sudah disiapkan oleh KPU dan dan semua jajaranmya, semua sudah memiliki Rencana Kerja Anggaran tahun 2019.
Sementara untuk tahapan, KPU telah membuat aturan dalam bentuk Peraturan KPU Nomor 32 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2019.
Kedua, Prinsip pemilu adalah berkepastian hukum. Sebagai penyelenggara pemilu yang bersifat mandiri dan independen, KPU diberikan wewenang untuk membuat aturan yang menjadi aturan main dalam Pemilu dan aturan tersebut bersifat mengikat.
Aturan yang mengikat tersebut wajib tersedia pada tahapan demi tahapan pelaksanaan pemilu sebagai bentuk pelaksanaan prinsip pemilu yang berkepastian hukum. Selama ini tahapan demi tahapan dilakukan oleh KPU tanpa kekosongan hukum.
Ada beberapa tahapan krusial kedepan jelang Pemilu yaitu: terkait logistic Pemilu, Kampanye,Laporan dan Audit Dana Kampanye, pemungutan dan penghitungan suara. Kecuali pemungutan dan penghitungan suara, KPU telah mengeluarkan produk hukum terkait logistic, kampanye, dan laporan dana kampanye.
Aturan pemungutan dan penghitungan bukan tidak ada, namun draf PKPU sudah disiapkan, tinggal lagi menunggu penetapan setelah melewati berbagai uji kelayakan.
Ketiga, Peserta Pemilu.
Sejak tanggal 20 September 2018 maka kontestan Pemilu 2019 sudah ditetapkan semua. Baik Parpol, Capres/Cawapres, Calon Anggota DPR, Calon Anggota DPRD Prov dan Calon Anggota DPRD Kab/Kota.
Pada Pemilu 2019, ada 20 Partai Politik 16 Parpol yang merupakan Partai Nasional dan 4 Parpol Daerah. Ada 2 pasang calon Capres/Cawapres. DPR RI ada 7.968 orang calon. Untuk DPRD Provinsi Sumbar ada 935 Calon. Dan Di Kabupaten Agam sendiri ada 550 Calon.
Kelak Pemilu 2019 akan menentukan Presiden periode 2019-2024, ada 136 Anggota DPD dengan sistem Ditrik berwakil banyak, serta juga akan menentukan 575 Anggota DPR, Serta sejumlah Anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten Kota menurut variannya.
Seluruh peserta pemilu melewati proses verifikasi ditingkat penyelenggara baik verifikasi secara administrasi, verifikasi factual hingga meminta tanggapan masyarakat.
Proses penetapan Daftar Calon Tetap Peserta Pemilu diwarnai dengan berbagai gugatan, dimana misalnya 2 Parpol yang sebelumnya Tidak Memenuhi Syarat akhirnya lewat rekomendasi Bawaslu dimasukkan sebagai Parpol Peserta Pemilu yaitu PBB dan PKPI.
Demikian juga Calon Legislatif yang harus lolos lewat mekanisme sidang mediasi dan adjudikasi di Bawaslu. Beberapa kasus diantaranya adalah kasus eks terpidana korupsi.
Walaupun ada 1 calon anggota DPD yang masih melakukan proses gugatan, yakni Oesman Sapta Oedang, namun Daftar Calon Tetap sesungguhnya sudah ditetapkan.
Nah, Pemilu 2019 sesunguhnya telah memiliki Peserta. Peserta tersebut selanjutnya akan dimasukkan dalam surat suara yang pada hari-H akan dicoblos oleh pemilih.
Saat ini hingga 13 April 2019 peserta Pemilu mendapatkan ruang untuk menyampaikan visi dan misi mereka melalui kampanye. Ada 9 metode kampanye yang dijamin oleh aturan Pemilu yaitu: Rapat umum, Pertemuan Terbatas, Pemasangan Alat Peraga Kampanye, Penyebaran Bahan Kampanye, Sosial Media, Debat Kandidiat untuk Capres/Cawapres, Kampanye Di Media, Rapat Umum, Hal lain yang tidak bertentangan dengan aturan Perundang-undangan.
Dari 9 metode kampanye ada 3 hal yang masih belum boleh dan belum difasilitasi KPU yaitu Debat Kandidat. Untuk debat kandidat akan dimulai di 17 Januari 2019. Dua metode kampanye lainnya adalah Rapat Umum dan Iklan di Media yang hanya boleh dilakukan pada 21 hari menjelang hari tenang.
Keempat, Pemilih. Sejak 15 Desember 2018 Daftar Pemilih Tetap telah ditetapkan sebanyak 192.828.520 orang. Diantaranya dengan Pemilih Disabilitas 363.200 dengan berbagai jenis disabilitasnya.
DPT hasil Pleno 15 Desember 2018 merupakan DPT Hasil Perbaikan2 (DPTHP2) telah ditetapkan dengan diterima oleh berbagai pihak termasuk Bawaslu.
Sebelum penetapan DPTHP2 , ada DPT dan DPTHP1 yang hasilnya masih memberikan rekomendasi untuk perbaikan. Termasuk produk perbaikannya adalah rekomendasi 31juta pemilih yang di rekomendasikan Kemendagri.
Dalam menjalankan rekomendasi Bawaslu dan Kemendagri KPU kemudian memerintahkan jajarannya untuk melakukan verifikasi dan pencocokan dan penelitian (Coklit Terbatas) terbatas atas data yang masuk. Energy KPU cukup terkuras dalam melakukan verfikasi dan Coklit terbatas ini.
DPT bukanlah satu-satunya syarat untuk menjadi Pemilih. KPU juga sudah mengatur scenario terkait Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) pada Pemilih yang pindah memilih. Dan juga scenario Daftar Pemilih Khusus (DPK) yaitu Pemilih yang memiliki identitas kependudukan, tetapi belum terdaftar dalam DPT dan DPTb.
Kelima, adalah kesiapan Sumber Daya KPU. Dalam penyelenggaraan Pemilu KPU memiliki Jajaran hingga ke tingkat TPS, yaitu KPU, KPU Prov, KPU Kab/Kota, PPK, PPS, dan hingga KPPS. KPU juga didukung oleh Sekretariat pada seluruh tingkatannya yang juga terikat dengan Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
Semua Jajaran KPU hingga KPU Kabupaten/Kota sudah berisi. PPK yang dimandatkan oleh MK dengan jumlah 5 orang yang sebelumnya 3 juga sudah dilantik per 2 Januari 2019. PPS tiga perKel/Desa sudah penuh. Tinggal unsur KPPS yang belum ada.
KPPS merupakan garda terdepan dalam pelaksanaan pungut hitung suara pemilu, sebab berada di TPS. Jumlah KPPS ada sebanyak 7 orang/TPS. Jika TPS se Indonesia adalah 809.500 maka KPPS seluruh Indonesia adalah sebanyak 5.666.500 orang KPPS.
Untuk Sumatera Barat, dengan jumlah TPS sebanyak 16.702 maka ada 116.914 orang anggota KPPS. Anggota KPPS yang sangat banyak itu belum ada hingga sekarang. Ketiadaan KPPS bukan lantaran ketidaksiapan KPU, namun berhubung aturan tahapan baru akan merekrut KPPS berkisar tanggal 28 Februari 2019.
Keenam,Logistic Pemilu. Ada beberapa jenis logistic pemilu, untuk Pemungutan dan Penghitungan Suara setidaknya ada 2 jenis jika dikelompokkan yaitu: pertama, Perlengkapan Pemungutan Suara terdiri dari: Kotak Suara, Surat Suara, Tinta, Bilik Suara, Segel, Alat Pencoblos, dan TPS.
Dari kelompok ini, hanya surat suara dan TPS yang belum dimiliki KPU. Untuk surat suara sendiri baru diverifikasi pada 4 Januari 2019 dan dicetak pada 16 Januari 2019. Sementara TPS belum dibentuk, menunggu aturan teknis pembentukan TPS disahkan.
Jenis kedua, adalah dukungan perlengkapan pemungutan suara terdiri dari: sampul kertas, tanda pengenal KPPS, Keamanan TPS, Saksi, karet pengikat, lem, kantong plastic, ballpoint, kunci, formulir dan sertifikat, stiker nomor kotak suara, tali, alat bantu tuna netra, DCT, DPC, DPT, DPTb. Hamper semua jenis ini sudah berada di gudang KPU Kab/Kota.
Legetimasi Pemilu
Tugas KPU tentu tidak hanya menyelenggarakan tahapan Pemilu. Tapi juga menjamin legitimasi Pemilu. KPU harus mampu meyakinkan masyarakat agar munculnya kepercayaan terhadap hasil Pemilu.
Secara aturan penyelenggara Pemilu sudah semakin baik sebab ada Badan Pengawas dan ada Dewan Penegakan Etik Penyelenggara Pemilu. Bawaslu dan DKPP dapat memberikan ruang keadilan jika ada pihak-pihak yang merasa KPU tidak menjalankan tahapan Pemilu sebagaimana mestinya.
Ditengah upaya perbaikan system internal penyelenggara Pemilu, tampaknya upaya menyerang KPU dengan berbagai tudingan berbentuk hoax tetap dilakukan sebagai pelemahan dan upaya mengumpulkan semacam kelemahan-kelemahan KPU yang kelak akan menjadi bahan menyerang hasil Pemilu jika berada dipihak yang kalah.
Jika diperhatikan setiap minggu ada saja isu yang dikembangkan untuk merusak kepercayaan public terhadap KPU, mulai sejak isu KPU dititipkan 31 juta pemilih fiktif, KPU memasukkan orang chainis kedalam DPT, isu kotak suara berbahan kardus, isu daftar Pemilih dengan gangguan jiwa, hingga terakhir adalah 7 kontainer surat suara yang sudah dicoblos, isu hoax terkait Pertanyaan Debat yang diberikan pada kandidat untuk membantu petahana , dan 14 juta pemilih orang gila.
Jika legitimasi Pemilu rendah, maka sesungguhnya tidak merusak penyelenggara, tapi juga menurunkan marwah demokrasi dan hasil Pemilu.
Bagi penyelenggara, suara rakyat merupakan sebuah kedaulatan yang mesti dijaga kemurniannya. KPU akan menyelenggarakan Pemilu dengan mengedepankan etika Independensi dan Profesioanl agar Pemilu benar-benar berjalan dengan Jujur, Adil, umum, bebas, dan rahasia.
Tentu persoalan legitimasi Pemilu adalah urusan semua pihak, jika tidak ingin merusak demokrasi. Peserta Pemilu juga berkepentingan untuk menjaga legetimasi Pemilu, agar saat terpilih memang merasa sebagai pemegang mandate rakyat. Yaitu bersama-sama mencekal berita hoax. *** (Penulis adalah Komisioner KPU Kabupaten Agam)
KPU dalam hal ini penyelenggara teknis Pemilu tak lagi dapat untuk beristirahat walau hanya menghela nafas sejenak demi menjalankan tahapan Pemilu. 100 hari bukanlah waktu yang lama pada ukuran pergelaran yang besar seperti Pemilu. Segala masalah teknis harus sudah dipersiapkan secara detail dan dilaksanakan dengan tahapan yang jelas.
Pemilu dengan 5 Kotak Suara telah memberikan konsekwensi pelaksanaan yang kompleks. Dari sisi pelaksanaan teknis penyelenggara harus membutuhkan regulasi, logistic, SDM, ruang dan waktu yang secara varian dan volumenya semakin meningkat.
Hal ini dapat dilihat misalnya dari Lima Kotak Suara yang akan membutuhkan waktu penghitungan yang lama, maka untuk itu jumlah pemilih di TPS diperkecil maka konsekwensinya adalah Jumlah TPS membengkak, Tenaga KPPS meningkat, Logistik ikut meningkat, dan formulir yang akan ditandatangani oleh tenaga juga banyak. Banyak persoalan yang sama terjadi akibat konsekwensi Pemilihan Serentak.
Kemudian, ditengah mempersiapkan pelaksanaan Pemilu penyelenggara juga berhadapan dengan pemberitaan hoax yang tak sedikit menyerang Penyelenggara Pemilu. Tujuan dari pemberitaan hoax itu mengarah kepada membangun opini untuk tidak percaya kepada KPU.
Tudingan-tudingan itu menggelinding menjadi isu yang besar menghabiskan energy penyelenggara untuk menyelesaikannya, demi menjaga kepercayaan public terhadap penyelenggaraan pemilu.
Disamping tantangan untuk menyelesaikan penyelenggaraan Pemilu. KPU berkewajiban dengan rasa tanggungjawab yang penuh harus menghilangkan hal-hal yang dapat merusak kepercayaan public terhadap Pemilu, dalam bentuk kerja yang membuktikan KPU menjunjung tinggi etika penyelenggera pemilu yang berintegritas dan professional. Hancurlah badan jika legitimasi hasil pemilu itu sirna. Sebab suara rakyat adalah suara demokrasi yang patut dijaga.
Kesiapan KPU
Pada November lalu, Ketua KPU Republik Indonesia, Arif Budiman dihadapan Kemendagri telah menyampaikan kesiapan KPU dalam menyelenggarakan Pemilu serentak.
Tentu penyampaian kesiapan KPU oleh Pimpinan KPU dihadapan public bukan sebagai bahasa pemanis saja, hal ini didukung dengan persiapan-persiapan teknis yang telah dan akan berjalan.
Setidaknya Pimpinan KPU telah mengemukakan beberapa hal pokok yang menjadi indicator kesiapan KPU dalam menyonsong Pemilu 2019, yaitu: Perencanaan Program dan Anggaran, menyusun aturan terkait tahapan pemilu, Peserta Pemilu, Daftar Pemilih, Penyelenggara itu sendiri dan logistic Pemilu.
Terkait dengan kesiapan itu, penulis mencoba menjabarkannya, Pertama, Perencanaan Program dan Anggaran. Dalam Pasal 12 poin a. UU Pemilu. KPU bertugas merencanakan program dan anggaran serta menetapkan jadwal. Hal ini sudah disiapkan oleh KPU dan dan semua jajaranmya, semua sudah memiliki Rencana Kerja Anggaran tahun 2019.
Sementara untuk tahapan, KPU telah membuat aturan dalam bentuk Peraturan KPU Nomor 32 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2019.
Kedua, Prinsip pemilu adalah berkepastian hukum. Sebagai penyelenggara pemilu yang bersifat mandiri dan independen, KPU diberikan wewenang untuk membuat aturan yang menjadi aturan main dalam Pemilu dan aturan tersebut bersifat mengikat.
Aturan yang mengikat tersebut wajib tersedia pada tahapan demi tahapan pelaksanaan pemilu sebagai bentuk pelaksanaan prinsip pemilu yang berkepastian hukum. Selama ini tahapan demi tahapan dilakukan oleh KPU tanpa kekosongan hukum.
Ada beberapa tahapan krusial kedepan jelang Pemilu yaitu: terkait logistic Pemilu, Kampanye,Laporan dan Audit Dana Kampanye, pemungutan dan penghitungan suara. Kecuali pemungutan dan penghitungan suara, KPU telah mengeluarkan produk hukum terkait logistic, kampanye, dan laporan dana kampanye.
Aturan pemungutan dan penghitungan bukan tidak ada, namun draf PKPU sudah disiapkan, tinggal lagi menunggu penetapan setelah melewati berbagai uji kelayakan.
Ketiga, Peserta Pemilu.
Sejak tanggal 20 September 2018 maka kontestan Pemilu 2019 sudah ditetapkan semua. Baik Parpol, Capres/Cawapres, Calon Anggota DPR, Calon Anggota DPRD Prov dan Calon Anggota DPRD Kab/Kota.
Pada Pemilu 2019, ada 20 Partai Politik 16 Parpol yang merupakan Partai Nasional dan 4 Parpol Daerah. Ada 2 pasang calon Capres/Cawapres. DPR RI ada 7.968 orang calon. Untuk DPRD Provinsi Sumbar ada 935 Calon. Dan Di Kabupaten Agam sendiri ada 550 Calon.
Kelak Pemilu 2019 akan menentukan Presiden periode 2019-2024, ada 136 Anggota DPD dengan sistem Ditrik berwakil banyak, serta juga akan menentukan 575 Anggota DPR, Serta sejumlah Anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten Kota menurut variannya.
Seluruh peserta pemilu melewati proses verifikasi ditingkat penyelenggara baik verifikasi secara administrasi, verifikasi factual hingga meminta tanggapan masyarakat.
Proses penetapan Daftar Calon Tetap Peserta Pemilu diwarnai dengan berbagai gugatan, dimana misalnya 2 Parpol yang sebelumnya Tidak Memenuhi Syarat akhirnya lewat rekomendasi Bawaslu dimasukkan sebagai Parpol Peserta Pemilu yaitu PBB dan PKPI.
Demikian juga Calon Legislatif yang harus lolos lewat mekanisme sidang mediasi dan adjudikasi di Bawaslu. Beberapa kasus diantaranya adalah kasus eks terpidana korupsi.
Walaupun ada 1 calon anggota DPD yang masih melakukan proses gugatan, yakni Oesman Sapta Oedang, namun Daftar Calon Tetap sesungguhnya sudah ditetapkan.
Nah, Pemilu 2019 sesunguhnya telah memiliki Peserta. Peserta tersebut selanjutnya akan dimasukkan dalam surat suara yang pada hari-H akan dicoblos oleh pemilih.
Saat ini hingga 13 April 2019 peserta Pemilu mendapatkan ruang untuk menyampaikan visi dan misi mereka melalui kampanye. Ada 9 metode kampanye yang dijamin oleh aturan Pemilu yaitu: Rapat umum, Pertemuan Terbatas, Pemasangan Alat Peraga Kampanye, Penyebaran Bahan Kampanye, Sosial Media, Debat Kandidiat untuk Capres/Cawapres, Kampanye Di Media, Rapat Umum, Hal lain yang tidak bertentangan dengan aturan Perundang-undangan.
Dari 9 metode kampanye ada 3 hal yang masih belum boleh dan belum difasilitasi KPU yaitu Debat Kandidat. Untuk debat kandidat akan dimulai di 17 Januari 2019. Dua metode kampanye lainnya adalah Rapat Umum dan Iklan di Media yang hanya boleh dilakukan pada 21 hari menjelang hari tenang.
Keempat, Pemilih. Sejak 15 Desember 2018 Daftar Pemilih Tetap telah ditetapkan sebanyak 192.828.520 orang. Diantaranya dengan Pemilih Disabilitas 363.200 dengan berbagai jenis disabilitasnya.
DPT hasil Pleno 15 Desember 2018 merupakan DPT Hasil Perbaikan2 (DPTHP2) telah ditetapkan dengan diterima oleh berbagai pihak termasuk Bawaslu.
Sebelum penetapan DPTHP2 , ada DPT dan DPTHP1 yang hasilnya masih memberikan rekomendasi untuk perbaikan. Termasuk produk perbaikannya adalah rekomendasi 31juta pemilih yang di rekomendasikan Kemendagri.
Dalam menjalankan rekomendasi Bawaslu dan Kemendagri KPU kemudian memerintahkan jajarannya untuk melakukan verifikasi dan pencocokan dan penelitian (Coklit Terbatas) terbatas atas data yang masuk. Energy KPU cukup terkuras dalam melakukan verfikasi dan Coklit terbatas ini.
DPT bukanlah satu-satunya syarat untuk menjadi Pemilih. KPU juga sudah mengatur scenario terkait Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) pada Pemilih yang pindah memilih. Dan juga scenario Daftar Pemilih Khusus (DPK) yaitu Pemilih yang memiliki identitas kependudukan, tetapi belum terdaftar dalam DPT dan DPTb.
Kelima, adalah kesiapan Sumber Daya KPU. Dalam penyelenggaraan Pemilu KPU memiliki Jajaran hingga ke tingkat TPS, yaitu KPU, KPU Prov, KPU Kab/Kota, PPK, PPS, dan hingga KPPS. KPU juga didukung oleh Sekretariat pada seluruh tingkatannya yang juga terikat dengan Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
Semua Jajaran KPU hingga KPU Kabupaten/Kota sudah berisi. PPK yang dimandatkan oleh MK dengan jumlah 5 orang yang sebelumnya 3 juga sudah dilantik per 2 Januari 2019. PPS tiga perKel/Desa sudah penuh. Tinggal unsur KPPS yang belum ada.
KPPS merupakan garda terdepan dalam pelaksanaan pungut hitung suara pemilu, sebab berada di TPS. Jumlah KPPS ada sebanyak 7 orang/TPS. Jika TPS se Indonesia adalah 809.500 maka KPPS seluruh Indonesia adalah sebanyak 5.666.500 orang KPPS.
Untuk Sumatera Barat, dengan jumlah TPS sebanyak 16.702 maka ada 116.914 orang anggota KPPS. Anggota KPPS yang sangat banyak itu belum ada hingga sekarang. Ketiadaan KPPS bukan lantaran ketidaksiapan KPU, namun berhubung aturan tahapan baru akan merekrut KPPS berkisar tanggal 28 Februari 2019.
Keenam,Logistic Pemilu. Ada beberapa jenis logistic pemilu, untuk Pemungutan dan Penghitungan Suara setidaknya ada 2 jenis jika dikelompokkan yaitu: pertama, Perlengkapan Pemungutan Suara terdiri dari: Kotak Suara, Surat Suara, Tinta, Bilik Suara, Segel, Alat Pencoblos, dan TPS.
Dari kelompok ini, hanya surat suara dan TPS yang belum dimiliki KPU. Untuk surat suara sendiri baru diverifikasi pada 4 Januari 2019 dan dicetak pada 16 Januari 2019. Sementara TPS belum dibentuk, menunggu aturan teknis pembentukan TPS disahkan.
Jenis kedua, adalah dukungan perlengkapan pemungutan suara terdiri dari: sampul kertas, tanda pengenal KPPS, Keamanan TPS, Saksi, karet pengikat, lem, kantong plastic, ballpoint, kunci, formulir dan sertifikat, stiker nomor kotak suara, tali, alat bantu tuna netra, DCT, DPC, DPT, DPTb. Hamper semua jenis ini sudah berada di gudang KPU Kab/Kota.
Legetimasi Pemilu
Tugas KPU tentu tidak hanya menyelenggarakan tahapan Pemilu. Tapi juga menjamin legitimasi Pemilu. KPU harus mampu meyakinkan masyarakat agar munculnya kepercayaan terhadap hasil Pemilu.
Secara aturan penyelenggara Pemilu sudah semakin baik sebab ada Badan Pengawas dan ada Dewan Penegakan Etik Penyelenggara Pemilu. Bawaslu dan DKPP dapat memberikan ruang keadilan jika ada pihak-pihak yang merasa KPU tidak menjalankan tahapan Pemilu sebagaimana mestinya.
Ditengah upaya perbaikan system internal penyelenggara Pemilu, tampaknya upaya menyerang KPU dengan berbagai tudingan berbentuk hoax tetap dilakukan sebagai pelemahan dan upaya mengumpulkan semacam kelemahan-kelemahan KPU yang kelak akan menjadi bahan menyerang hasil Pemilu jika berada dipihak yang kalah.
Jika diperhatikan setiap minggu ada saja isu yang dikembangkan untuk merusak kepercayaan public terhadap KPU, mulai sejak isu KPU dititipkan 31 juta pemilih fiktif, KPU memasukkan orang chainis kedalam DPT, isu kotak suara berbahan kardus, isu daftar Pemilih dengan gangguan jiwa, hingga terakhir adalah 7 kontainer surat suara yang sudah dicoblos, isu hoax terkait Pertanyaan Debat yang diberikan pada kandidat untuk membantu petahana , dan 14 juta pemilih orang gila.
Jika legitimasi Pemilu rendah, maka sesungguhnya tidak merusak penyelenggara, tapi juga menurunkan marwah demokrasi dan hasil Pemilu.
Bagi penyelenggara, suara rakyat merupakan sebuah kedaulatan yang mesti dijaga kemurniannya. KPU akan menyelenggarakan Pemilu dengan mengedepankan etika Independensi dan Profesioanl agar Pemilu benar-benar berjalan dengan Jujur, Adil, umum, bebas, dan rahasia.
Tentu persoalan legitimasi Pemilu adalah urusan semua pihak, jika tidak ingin merusak demokrasi. Peserta Pemilu juga berkepentingan untuk menjaga legetimasi Pemilu, agar saat terpilih memang merasa sebagai pemegang mandate rakyat. Yaitu bersama-sama mencekal berita hoax. *** (Penulis adalah Komisioner KPU Kabupaten Agam)