Serpihan perahu yang digunakan untuk memancing ikan menyelamatkan nyawa Ari Agus Arman (24) warga Desa Kenari, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung setelah diterjang tsunami Selat Sunda.
Hari itu, Rabu, 2 Januari 2018, dua hari setelah Ari Agus Arman atau biasa disapa Ari ditemukan oleh tim, ia menceritakan tentang pengalamannya yang tidak terlupakan. Di rumah orang tuanya di Desa Gayam, Kalianda, Lampung Selatan, Ari didampingi sang istri memulai cerita saat dirinya sedang memancing ikan bersama enam temannya.
Malam sebelum tsunami, Ari bersama enam temannya memancing ikan menggunakan perahu kayu yang tidak terlalu besar. Ari memancing ikan di Pulau Rakata yang berhadapan tidak jauh dengan Gunung Anak Krakatau (GAK).
Keinginan Ari untuk memancing ikan di tengah laut lantaran malam itu bertepatan dengan terjadinya gerhana bulan. Para nelayan mempercayai bahwa hadirnya gerhana bulan menandakan keluarnya ikan, sehingga menarik minat dia dan rekan-rekannya untuk memancing dan berharap mendapat tangkapan yang melimpah.
Sambil memancing, Ari mengaku dirinya juga menikmati hiburan "kembang api" yang keluar dari kawah Gunung Anak Krakatau atau GAK. Sebelumnya dia tidak pernah mempunyai firasat buruk akan terjadinya tsunami yang disebabkan dari GAK yang malam itu disaksikan dan dialaminya.
Seiring berjalannya waktu, Ari dan rekannya pun terus memancing ikan dan seolah tidak akan terjadi apa-apa. Namun firasat Ari bertentangan dengan kondisi sebenarnya. Malam itu saat dia memancing terjadi tsunami besar yang menghancurkan sebagian desa yang berada di bibir perairan pesisir Pantai Selatan.
Ketika terjadi tsunami, malam itu Ari bersama enam temannya juga terkena dampak yang menyebabkan hancurnya perahu yang mereka gunakan.
Ari bercerita ia bersama temannya malam itu terpental oleh ombak yang diperkirakan memiliki ketinggian hingga belasan meter. Suasana laut yang gelap, membuat Ari bersama enam temannya terpental secara terpisah dengan jarak yang tidak berjauhan.
Entah di mana lagi alat pancing maupun kapal perahu mereka. Kondisi yang gelap memisahkan Ari dengan enam temannya.
Ari sangat bersyukur sekali bisa selamat dalam kejadian malam itu. Dia bisa selamat dari amukan ganasnya tsunami lantaran ia bisa menggapai serpihan kayu kapal perahu yang terapung dalam keadaan hancur akibat hempasan ombak akibat erupsi dan dinding GAK runtuh, sehingga menyebabkan tsunami.
Namun ia pun tak tahu dengan kondisi enam temannya, hingga hari ini pun belum juga ditemukan lokasi keberadaannya dalam keadaan hidup maupun meninggal dunia.
Ari melanjutkan ceritanya, setelah berhasil menggapai serpihan kayu perahu tersebut, ia terus memegangnya dengan erat. Dia terus menggoyangkan kakinya sambil memegang serpihan kayu dan berdoa agar cepat bersandar di pulau mana pun.
Dia terus berusaha, berenang menggunakan serpihan perahu sebagai pegangan dan hingga akhirnya bisa terdampar di Pulau Panjang yang jaraknya berdekatan dengan lokasi Pulau Jawa.
Saat tiba di Pulau Panjang, di situlah ia memulai kehidupan seorang diri. Tak ada makanan dan juga tak ada minuman.
Selama tujuh hari, Ari terus bertahan hidup dengan kondisi seadanya yang ia temukan. Perutnya yang lapar ia coba ganjal dengan memakan biji ketapang yang ada di Pulau Panjang.
Lama kelamaan pun tenggorokannya merasakan haus dan ia terus mencari hingga akhirnya dapat meminum air sisa dalam botol yang terapung di laut.
Pada hari Minggu pagi tanggal 30 Desember 2018 tepatnya satu minggu setelah kejadian yang tak dapat dilupakannya itu, Ari akhirnya dapat ditemukan oleh tim penyelamat di lokasi Pulau Panjang.
Dia ditemukan dan kemudian dievakuasi menggunakan Kapal KRI Rigel 933 yang saat itu sedang melaksanakan survei GAK.
"Itu pengalaman yang tidak akan bisa saya lupakan," kata Ari mengakhiri ceritanya.
Istri Ari sangat senang sang suami dapat kembali dengan selamat. Rasa syukur yang dalam terus ia panjatkan menyambut kedatangan suaminya.
"Saya sangat senang sekali suami saya bisa kembali," kata dia menjelaskan.
Sebelum kejadian tsunami, istri Ari sama sekali tidak mempunyai firasat yang akan menimpa suaminya. Malam itu, suaminya pamit untuk memancing ikan bersama teman-temannya.
Biasa saja, lanjut istri Ari, karena memang tidak ada tanda-tanda. Ternyata malam itu justru terjadi tsunami, dan dia belum mendengar keberadaan suaminya.
Tim gabungan terus mencari keberadaan korban tsunami yang belum ditemukan. Tercatat ada tujuh orang lagi yang belum ditemukan hingga kini.
Puluhan alat berat juga terus dioperasikan untuk membersihkan puing-puing sisa reruntuhan kayu dan bangunan yang hancur maupun rusak akibat terjangan tsunami.
Satuan Tugas (Satgas), relawan dan warga sekitar juga turut membantu pembersihan puing-puing di sekitar desa terparah yakni di Desa Sukaraja, Way Muli Timur, Way Muli, dan Kunjir.
Bantuan dari berbagai daerah terus mengalir. Logistik, pakaian hingga peralatan bayi memenuhi kebutuhan pengungsi yang hingga kini masih ada yang bertahan dan ada pula yang kembali ke daerahnya, seperti ke Pulau Sebesi. (*)
Hari itu, Rabu, 2 Januari 2018, dua hari setelah Ari Agus Arman atau biasa disapa Ari ditemukan oleh tim, ia menceritakan tentang pengalamannya yang tidak terlupakan. Di rumah orang tuanya di Desa Gayam, Kalianda, Lampung Selatan, Ari didampingi sang istri memulai cerita saat dirinya sedang memancing ikan bersama enam temannya.
Malam sebelum tsunami, Ari bersama enam temannya memancing ikan menggunakan perahu kayu yang tidak terlalu besar. Ari memancing ikan di Pulau Rakata yang berhadapan tidak jauh dengan Gunung Anak Krakatau (GAK).
Keinginan Ari untuk memancing ikan di tengah laut lantaran malam itu bertepatan dengan terjadinya gerhana bulan. Para nelayan mempercayai bahwa hadirnya gerhana bulan menandakan keluarnya ikan, sehingga menarik minat dia dan rekan-rekannya untuk memancing dan berharap mendapat tangkapan yang melimpah.
Sambil memancing, Ari mengaku dirinya juga menikmati hiburan "kembang api" yang keluar dari kawah Gunung Anak Krakatau atau GAK. Sebelumnya dia tidak pernah mempunyai firasat buruk akan terjadinya tsunami yang disebabkan dari GAK yang malam itu disaksikan dan dialaminya.
Seiring berjalannya waktu, Ari dan rekannya pun terus memancing ikan dan seolah tidak akan terjadi apa-apa. Namun firasat Ari bertentangan dengan kondisi sebenarnya. Malam itu saat dia memancing terjadi tsunami besar yang menghancurkan sebagian desa yang berada di bibir perairan pesisir Pantai Selatan.
Ketika terjadi tsunami, malam itu Ari bersama enam temannya juga terkena dampak yang menyebabkan hancurnya perahu yang mereka gunakan.
Ari bercerita ia bersama temannya malam itu terpental oleh ombak yang diperkirakan memiliki ketinggian hingga belasan meter. Suasana laut yang gelap, membuat Ari bersama enam temannya terpental secara terpisah dengan jarak yang tidak berjauhan.
Entah di mana lagi alat pancing maupun kapal perahu mereka. Kondisi yang gelap memisahkan Ari dengan enam temannya.
Ari sangat bersyukur sekali bisa selamat dalam kejadian malam itu. Dia bisa selamat dari amukan ganasnya tsunami lantaran ia bisa menggapai serpihan kayu kapal perahu yang terapung dalam keadaan hancur akibat hempasan ombak akibat erupsi dan dinding GAK runtuh, sehingga menyebabkan tsunami.
Namun ia pun tak tahu dengan kondisi enam temannya, hingga hari ini pun belum juga ditemukan lokasi keberadaannya dalam keadaan hidup maupun meninggal dunia.
Ari melanjutkan ceritanya, setelah berhasil menggapai serpihan kayu perahu tersebut, ia terus memegangnya dengan erat. Dia terus menggoyangkan kakinya sambil memegang serpihan kayu dan berdoa agar cepat bersandar di pulau mana pun.
Dia terus berusaha, berenang menggunakan serpihan perahu sebagai pegangan dan hingga akhirnya bisa terdampar di Pulau Panjang yang jaraknya berdekatan dengan lokasi Pulau Jawa.
Saat tiba di Pulau Panjang, di situlah ia memulai kehidupan seorang diri. Tak ada makanan dan juga tak ada minuman.
Selama tujuh hari, Ari terus bertahan hidup dengan kondisi seadanya yang ia temukan. Perutnya yang lapar ia coba ganjal dengan memakan biji ketapang yang ada di Pulau Panjang.
Lama kelamaan pun tenggorokannya merasakan haus dan ia terus mencari hingga akhirnya dapat meminum air sisa dalam botol yang terapung di laut.
Pada hari Minggu pagi tanggal 30 Desember 2018 tepatnya satu minggu setelah kejadian yang tak dapat dilupakannya itu, Ari akhirnya dapat ditemukan oleh tim penyelamat di lokasi Pulau Panjang.
Dia ditemukan dan kemudian dievakuasi menggunakan Kapal KRI Rigel 933 yang saat itu sedang melaksanakan survei GAK.
"Itu pengalaman yang tidak akan bisa saya lupakan," kata Ari mengakhiri ceritanya.
Istri Ari sangat senang sang suami dapat kembali dengan selamat. Rasa syukur yang dalam terus ia panjatkan menyambut kedatangan suaminya.
"Saya sangat senang sekali suami saya bisa kembali," kata dia menjelaskan.
Sebelum kejadian tsunami, istri Ari sama sekali tidak mempunyai firasat yang akan menimpa suaminya. Malam itu, suaminya pamit untuk memancing ikan bersama teman-temannya.
Biasa saja, lanjut istri Ari, karena memang tidak ada tanda-tanda. Ternyata malam itu justru terjadi tsunami, dan dia belum mendengar keberadaan suaminya.
Tim gabungan terus mencari keberadaan korban tsunami yang belum ditemukan. Tercatat ada tujuh orang lagi yang belum ditemukan hingga kini.
Puluhan alat berat juga terus dioperasikan untuk membersihkan puing-puing sisa reruntuhan kayu dan bangunan yang hancur maupun rusak akibat terjangan tsunami.
Satuan Tugas (Satgas), relawan dan warga sekitar juga turut membantu pembersihan puing-puing di sekitar desa terparah yakni di Desa Sukaraja, Way Muli Timur, Way Muli, dan Kunjir.
Bantuan dari berbagai daerah terus mengalir. Logistik, pakaian hingga peralatan bayi memenuhi kebutuhan pengungsi yang hingga kini masih ada yang bertahan dan ada pula yang kembali ke daerahnya, seperti ke Pulau Sebesi. (*)