Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Analis politik Pangi Syarwi Chaniago menilai keputusan Yusril Ihza Mahendra bersedia menjadi kuasa hukum pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin berpotensi membuka kebuntuan Partai Bulan Bintang dalam menghadapi Pemilu serentak 2019.
"Pilihan politik ini punya potensi memecah kebuntuan dan membuka peluang perluasan basis pemilih PBB," ujar Pangi di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan Yusril selaku Ketua Umum PBB bisa memperluas basis pemilih partainya, dengan catatan Yusril sebagai tokoh sentral harus segera membangun hubungan tau asosiasi terhadap capres-cawapres yang didukung dan menunjukkan sikap pembelaan dan keberpihakan kepada kandidat yang diusung oleh Koalisi Indonesia Kerja.
"Tapi tentu saja ini bukan pekerjaan yang mudah. Karena keputusan itu menjadi kontradiksi karena melawan arus bawah pemilih PBB yang cenderung berseberangan dengan pemerintah, terlebih dengan adanya rekomendasi Ijtimak Ulama," ujar dia.
Pangi Syarwi Chaniago mengatakan selama ini Yusril dan PBB dikenal berseberangan dengan Pemerintah. Keputusan Yusril, menurut pengamatan Pangi, lantaran PBB menjadi salah satu partai yang merasa tidak diperhitungkan dalam koalisi pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Sejak awal PBB, menurut dia, tidak diikutsertakan dalam penyusunan format koalisi pasangan itu.
"Jika dicermati lebih lanjut, ada kegelisahan teramat mendalam yang menjadi beban pemikiran dari seorang Yusril. Kecemasan ini berkaitan dengan sistem pemilu serentak yang menjadi ancaman bagi partai-partai kecil termasuk di dalamnya PBB," kata dia.
Angin segar
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting itu mengatakan harus diakui sistem pemilu langsung dan serentak menjadi angin segar bagi partai-partai yang punya kandidat capres-cawapres untuk mendapatkan efek ekor jas.
Dalam hal ini, kata dia, Yusril mempertanyakan format koalisi yang dibangun di kubu Prabowo-Sandi yang hanya menguntungkan Gerindra semata tanpa memikirkan nasib partai mitra koalisi di dalamnya.
"Tawaran untuk duduk bersama dan membuat model aliansi baru sepertinya belum mendapat respon cepat dari Prabowo-Sandi," pandangnya.
Pangi menyampaikan tawaran aliansi yang dikemukakan Yusril adalah salah satu jalan keluar agar koalisi yang dibangun tidak hanya menguntungkan partai yang punya kandidat capres-cawapres.
Sehingga partai mitra koalisi punya portofolio yang jelas untuk diperjuangkan secara bersama-sama dan terhindar dari ancaman persaingan antar mitra koalisi di daerah pemilihan, sementara di sisi lain mereka mengampanyekan capres-cawapres yang sama.
Menurut analis politik ini, dengan adanya portofolio yang jelas, peta politik akan lebih prospektif, partai politik yang tergabung dalam koalisi pun akan cenderung punya masa depan yang lebih jelas tanpa harus menghabiskan banyak energi untuk hal-hal yang tidak perlu.
"Ide tentang aliansi yang ditawarkan Yusril bisa saja diperdebatkan berkaitan dengan sistem politik dan sistem pemilu kita yang cenderung campuran, namun setidaknya ini menjadi oase di tengah kebuntuan politik yang membuat politik kita hiruk pikuk, pembelahan sosial yang semakin tajam dan jauh dari nilai-nilai politik yang lebih substantif," katanya. (*)
"Pilihan politik ini punya potensi memecah kebuntuan dan membuka peluang perluasan basis pemilih PBB," ujar Pangi di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan Yusril selaku Ketua Umum PBB bisa memperluas basis pemilih partainya, dengan catatan Yusril sebagai tokoh sentral harus segera membangun hubungan tau asosiasi terhadap capres-cawapres yang didukung dan menunjukkan sikap pembelaan dan keberpihakan kepada kandidat yang diusung oleh Koalisi Indonesia Kerja.
"Tapi tentu saja ini bukan pekerjaan yang mudah. Karena keputusan itu menjadi kontradiksi karena melawan arus bawah pemilih PBB yang cenderung berseberangan dengan pemerintah, terlebih dengan adanya rekomendasi Ijtimak Ulama," ujar dia.
Pangi Syarwi Chaniago mengatakan selama ini Yusril dan PBB dikenal berseberangan dengan Pemerintah. Keputusan Yusril, menurut pengamatan Pangi, lantaran PBB menjadi salah satu partai yang merasa tidak diperhitungkan dalam koalisi pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Sejak awal PBB, menurut dia, tidak diikutsertakan dalam penyusunan format koalisi pasangan itu.
"Jika dicermati lebih lanjut, ada kegelisahan teramat mendalam yang menjadi beban pemikiran dari seorang Yusril. Kecemasan ini berkaitan dengan sistem pemilu serentak yang menjadi ancaman bagi partai-partai kecil termasuk di dalamnya PBB," kata dia.
Angin segar
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting itu mengatakan harus diakui sistem pemilu langsung dan serentak menjadi angin segar bagi partai-partai yang punya kandidat capres-cawapres untuk mendapatkan efek ekor jas.
Dalam hal ini, kata dia, Yusril mempertanyakan format koalisi yang dibangun di kubu Prabowo-Sandi yang hanya menguntungkan Gerindra semata tanpa memikirkan nasib partai mitra koalisi di dalamnya.
"Tawaran untuk duduk bersama dan membuat model aliansi baru sepertinya belum mendapat respon cepat dari Prabowo-Sandi," pandangnya.
Pangi menyampaikan tawaran aliansi yang dikemukakan Yusril adalah salah satu jalan keluar agar koalisi yang dibangun tidak hanya menguntungkan partai yang punya kandidat capres-cawapres.
Sehingga partai mitra koalisi punya portofolio yang jelas untuk diperjuangkan secara bersama-sama dan terhindar dari ancaman persaingan antar mitra koalisi di daerah pemilihan, sementara di sisi lain mereka mengampanyekan capres-cawapres yang sama.
Menurut analis politik ini, dengan adanya portofolio yang jelas, peta politik akan lebih prospektif, partai politik yang tergabung dalam koalisi pun akan cenderung punya masa depan yang lebih jelas tanpa harus menghabiskan banyak energi untuk hal-hal yang tidak perlu.
"Ide tentang aliansi yang ditawarkan Yusril bisa saja diperdebatkan berkaitan dengan sistem politik dan sistem pemilu kita yang cenderung campuran, namun setidaknya ini menjadi oase di tengah kebuntuan politik yang membuat politik kita hiruk pikuk, pembelahan sosial yang semakin tajam dan jauh dari nilai-nilai politik yang lebih substantif," katanya. (*)