Bukittinggi, (Antaranews Sumbar) - Usaha pembuatan alat musik tradisional Sumatera Barat (Sumbar), talempong, tetap bertahan di tengah perkembangan gaya hidup modern.
"Mempertahankan usaha pembuatan talempong adalah suatu kebanggaan karena dengan cara itu membantu menjaga kelestarian kesenian daerah," kata seorang pengrajin talempong di Sungai Pua, Kabupaten Agam, Mabrur, Rabu.
Talempong merupakan alat musik tradisional Sumbar yang dimainkan dengan cara dipukul dan biasa digunakan mengiringi tarian dan pertunjukan seni Minangkabau.
Usaha tersebut sudah berjalan turun temurun dari orangtua. Mabrur yang melanjutkan sejak 2012 adalah generasi ke tiga.
Ia menerangkan talempong terbuat bahan baku kuningan, dalam dua bulan Mabrur mampu memproduksi 100 buah.
Proses pembuatannya memakan waktu hingga 20 hari untuk proses pencetakan saja atau disebut proses lilin. Dalam proses ini juga dibuat pola ukiran pada talempong sesuai pesanan pembeli.
Selanjutnya proses pembakaran cetakan menggunakan batu bara. Saat cetakan masih panas, bahan kuningan yang sudah dilebur dituang ke dalam cetakan hingga terbentuk talempong.
Setiap talempong memiliki nada yang berbeda dan untuk menyetelnya dilakukan dengan cara dipukul pada bagian bundar yang menonjol untuk menaikkan nada dan bagian sekeliling yang lebih rendah untuk menurunkan nada.
"Ketika menyetel ini juga agak rumit. Salah setel nadanya tidak sesuai sehingga harus sangat teliti, mesti pakai perasaan," ujarnya.
Biasanya pemesan alat musik tersebut adalah dari sekolah-sekolah dan sanggar tari.
"Ada yang langsung pesan satu set terdiri dari 24 melodi dan 16 rhytm, umumnya sanggar tari kebanyakan dari Jakarta. Ada pula yang pesan cuma beberapa nada tertentu," sebutnya.
Harga setiap satu talempong yaitu Rp195 ribu untuk talempong berukir dan Rp185 ribu untuk talempong polos.
Pemesanan alat musik talempong , ujarnya, tidak selalu ramai namun ia selalu menyediakan barang yang sudah siap dijual di rumahnya yang berada di Jorong Tangah Koto, Nagari Sungai Pua, Kecamatan Sungai Pua, Agam.
"Usaha talempong memang tidak seperti usaha kuliner yang tiap hari jual-beli terus. Sekarang sudah ada rencana membuat souvenir jika pemesanan talempong sedang sepi," ujarnya.
Dengan dibantu dua orang karyawan, selain memproduksi talempong , Mabrur juga memproduksi alat musik dan peralatan lain berbahan kuningan seperti canang, gong, dan wadah untuk meletakkan sirih atau carano.
Gong buatan Mabrur diminati oleh masyarakat Pekanbaru, Riau.
Dalam menjalankan usahanya, ia mengatakan sudah pernah mendapat bantuan peralatan dari pemerintah daerah setempat. Sementara untuk bantuan berpromosi dirinya jarang menyanggupi karena peralatan yang dibawa bobotnya cukup berat.
"Untungnya usaha ini sudah berjalan turun temurun, cukup banyak orang yang sudah tahu. Tapi saya tetap berpromosi juga sesekali lewat media sosial," katanya.
"Mempertahankan usaha pembuatan talempong adalah suatu kebanggaan karena dengan cara itu membantu menjaga kelestarian kesenian daerah," kata seorang pengrajin talempong di Sungai Pua, Kabupaten Agam, Mabrur, Rabu.
Talempong merupakan alat musik tradisional Sumbar yang dimainkan dengan cara dipukul dan biasa digunakan mengiringi tarian dan pertunjukan seni Minangkabau.
Usaha tersebut sudah berjalan turun temurun dari orangtua. Mabrur yang melanjutkan sejak 2012 adalah generasi ke tiga.
Ia menerangkan talempong terbuat bahan baku kuningan, dalam dua bulan Mabrur mampu memproduksi 100 buah.
Proses pembuatannya memakan waktu hingga 20 hari untuk proses pencetakan saja atau disebut proses lilin. Dalam proses ini juga dibuat pola ukiran pada talempong sesuai pesanan pembeli.
Selanjutnya proses pembakaran cetakan menggunakan batu bara. Saat cetakan masih panas, bahan kuningan yang sudah dilebur dituang ke dalam cetakan hingga terbentuk talempong.
Setiap talempong memiliki nada yang berbeda dan untuk menyetelnya dilakukan dengan cara dipukul pada bagian bundar yang menonjol untuk menaikkan nada dan bagian sekeliling yang lebih rendah untuk menurunkan nada.
"Ketika menyetel ini juga agak rumit. Salah setel nadanya tidak sesuai sehingga harus sangat teliti, mesti pakai perasaan," ujarnya.
Biasanya pemesan alat musik tersebut adalah dari sekolah-sekolah dan sanggar tari.
"Ada yang langsung pesan satu set terdiri dari 24 melodi dan 16 rhytm, umumnya sanggar tari kebanyakan dari Jakarta. Ada pula yang pesan cuma beberapa nada tertentu," sebutnya.
Harga setiap satu talempong yaitu Rp195 ribu untuk talempong berukir dan Rp185 ribu untuk talempong polos.
Pemesanan alat musik talempong , ujarnya, tidak selalu ramai namun ia selalu menyediakan barang yang sudah siap dijual di rumahnya yang berada di Jorong Tangah Koto, Nagari Sungai Pua, Kecamatan Sungai Pua, Agam.
"Usaha talempong memang tidak seperti usaha kuliner yang tiap hari jual-beli terus. Sekarang sudah ada rencana membuat souvenir jika pemesanan talempong sedang sepi," ujarnya.
Dengan dibantu dua orang karyawan, selain memproduksi talempong , Mabrur juga memproduksi alat musik dan peralatan lain berbahan kuningan seperti canang, gong, dan wadah untuk meletakkan sirih atau carano.
Gong buatan Mabrur diminati oleh masyarakat Pekanbaru, Riau.
Dalam menjalankan usahanya, ia mengatakan sudah pernah mendapat bantuan peralatan dari pemerintah daerah setempat. Sementara untuk bantuan berpromosi dirinya jarang menyanggupi karena peralatan yang dibawa bobotnya cukup berat.
"Untungnya usaha ini sudah berjalan turun temurun, cukup banyak orang yang sudah tahu. Tapi saya tetap berpromosi juga sesekali lewat media sosial," katanya.