Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Akan ada tarik ulur kepentingan pada pembicaraan antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un, kata pakar hubungan internasional UGM Yogyakarta, Nur Rachmat Yuliantoro.


        "Hal yang diharapkan banyak pihak yaitu denuklirisasi tidak akan mudah. Kedua pihak memiliki situasi sulit untuk saling memenuhi tuntutan lawan bicara," kata Rachmat saat dihubungi Antara di Jakarta, Selasa.


        Ia menambahkan, bagi Korea Utara pengembangan nuklir telah menjadi penjamin keamanan rezim Kim, sehingga tidak akan dengan mudah menuruti keinginan Presiden Trump untuk melucuti nuklir.


        Sementara bagi AS, pelucutan nuklir tidak mungkin dilakukan tanpa penarikan pasukan mereka dari Korea Selatan.


        "Ini jadi hal yang mungkin akan sulit dipenuhi oleh Trump. Jadi situasinya tarik ulur," pungkas Rachmat menjelaskan.


        Sementara itu, pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal menilai proses perdamaian di Semenanjung Korea akan memakan waktu yang cukup lama hingga bisa terwujud.


        "Hal ini terkait dengan pelucutan nuklir, mereka pasti tidak akan dengan mudah melakukan itu," tutur Dino.


        Kim juga pasti akan enggan untuk melakukan permintaan tersebut mengingat besarnya upaya yang telah diberikan rezim tersebut demi menjadi negara berkekuatan nuklir.


        "Denuklirisasi ini sulit. Mereka sudah mengerahkan waktu dan tenaga sejak lama dan dalam jumlah yang besar. Saat pertemuan pun, saya rasa mereka tidak akan dengan mudah mengiyakan permintaan denuklirisasi," katanya.


        Pada pertemuan yang berlangsung di Singapura tersebut, Presiden Trump dan Kim Jong-Un menandatangani sebuah dokumen menyeluruh menyusul pertemuan bersejarah yang mengejar denuklirisasi di Semenanjung Korea.


        Mengutip kantor berita Reuters, awak media yang hadir dalam kesempatan tersebut hingga saat ini belum mengetahui isi dokumen tersebut.


        Menurut Reuters, sekalipun terobosan yang dibuat ini hanyalah awal untuk sebuah proses diplomasi, namun pertemuan ini dapat membawa ke perubahan yang langgeng pada ranah keamanan di kawasan Asia Timur seperti saat Presiden AS Richard Nixon mengunjungi Beijing pada tahun 1972 yang mengantarkan pada transformasi China.(*)

Pewarta : Roy Rosa Bachtiar
Editor : Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2024