Padang, (Antaranews Sumbar) - Sumatera Barat merupakan daerah tropis yang dilalui garis khatulistiwa dengan memiliki pola curah hujan equatorial. Saat ini sedang mengalami perubahan dan variabiltas iklim. Terdapat perbedaan antara variabilitas iklim dan perubahan iklim. laporan IPCC, 2014 variabilitas iklim yaitu mengacu pada variasi keadaan rata-rata dan statistik lainnya (seperti standar deviasi dan kejadian ekstrem) dari iklim pada semua skala daerah dan waktu yang lebih singkat sedangkan perubahan iklim mengacu pada perubahan dalam rerata dan atau perbedaan sifat-sifatnya yang terus berlanjut dalam periode panjang, biasanya beberapa dekade atau lebih dari seratus tahun.
Perubahan iklim dalam skala luas berarti pergeseran jangka panjang dalam pola cuaca/iklim dibumi dengan terjadinya peningkatan suhu udara, perubahan pola curah hujan, pergeseran musim dan kenaikan permukaan laut. Banyak hasil kajian tentang perubahan pola curah hujan di suatu daerah terdapat daerah yang bertambah basah dan daerah yang semakin kering.
Pemanasan global dapat disebabkan akibat aktivitas manusia khususnya pelepasan jumlah berlebihan gas rumah kaca ke atmosfer seperti gambar1. Temperatur global rata-rata naik sebesar 0.74 derajat celcius selama abad ke-20, daratan lebih panas dirasakan daripada lautan. Perubahan iklim disebabkan dari aktivitas manusia (antropogenic) dengan meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (C02, NO2, CH4, CFCs) yang memicu pemanasan global dan kejadian ini berlangsung sejak seratus tahun terakhir. Laporan WMO Greenhouse Gas Bulletin vol 13 yang dipublikasi 30 Oktober 2017 , hampir seluruh konsentrasi gas-gas rumah kaca mengalami peningkatan. C02 terjadi peningkatan 145% diasumsikan sebelum revolusi industi tahun 1750 : 278 ppm pada 2016 sudah mencapai 403.3 ppm (part per milion).
Berdasarkan tabel gas CH4 yang paling tinggi peningkatannya 257% tahun 1750: 722 ppb (part per bilion) menjadi tahun 2016 : 1853.2 ppb dan untuk N20 122% tahun 1750 : 270 tahun 2016 menjadi 328.9 ppb.
Pada tahun 2017 Stasiun Klimatologi Padang Pariaman telah membuat Buku informasi perubahan iklim di. Trend peningkatan rata-rata suhu tahunan dalam 30 tahun terakhir : Stasiun Maritim Teluk Bayur 0,018. Stasiun Meteorologi Padang: 0,028. Stasiun Klimatologi Padang Pariaman : 0,021. Stasiun Geofisika Padang Panjang : 0,024 dan Stasiun GAW Palupuh : 0,032 derajat celcius. Trend curah hujan bervariasi ada yang mengalami penurunan jumlah Kayu Tanam dan Padang meskipun kecil dan penambahan curah hujan Padang panjang, Palupuh dan Teluk Bayur. Kejadian hujan ekstrim semakin sering terjadi.
Banyak sektor yang terdampak perubahan iklim salah satunya sektor pertanian yang rentan terhadap perubahan iklim seperti terjadinya kenaikan suhu udara dan perubahan musim yang akan berpengaruh pada pola tanam, waktu tanam, produksi dan kualitas hasil.
FAO tahun 2016 sebagai lembaga pangan dunia mengeluarkan program dalam adaptasi menghadapi perubahan iklim yang sedang berlangsung yaitu Climate Smart Agriculture dalam mengelola ekosistem dan pertanian berkelanjutan. Proyeksi ekonomis untuk pertumbuhan penduduk dan pola konsumsi makanan menunjukkan bahwa tahun 2050 produksi pertanian perlu ditingkatkan hingga 70 persen untuk memenuhi kebutuhan makanan. Dampak dari perubahan iklim akan berkurangnya produktivitas dan menyebabkan ketidakstabilan yang lebih besar dalam produksi pertanian (tanaman dan produksi ternak, perikanan dan kehutanan). Pada masyarakat rawan pangan dan juga mengalami degradasi lingkungan serta pilihan terbatas untuk mengatasi kondisi cuaca buruk tersebut.
Untuk mendampingi sektor Pertanian dalam pencapai produksi tanaman padi Sejak Tahun 2012 Stasiun Klimatologi Padang Pariaman telah melaksanakan Sekolah Lapang Iklim (SLI). Tujuan kegiatan ini sektor pertanian memahami informasi iklim yang dirutin diberikan, seiring dengan adaptasi pola tanam. Petani diharapkan menghindari gagal tanam dan gagal panen. Tercatat sudah lebih dari 250 orang penyuluh pertanian, pengamat OPT, akademisi, LSM sudah mengikuti SLI. Dinas Pertanian juga melaksanakan SLI di tingkat kelompok tani yang masih terbatas didaerah sentra padi yang rawan kekeringan. Setiap SLI yang hasilnya cukup menggembirakan para petani menyesuaikan pola tanam dan komoditas tanamannya Petani di Situjuh Gadang contohnya .
Meskipun Sumatera Barat daerah Tropis basah seringnya dilanda bencana Banjir dan longsor . Akan tetapi Sumbar juga memiliki daerah tipe Iklim kering yang berada di Kab 50 Kota, Tanah Datar, Solok, Sawahlunto, Sijunjung dan Dharmasraya.
Kekeringan lebih besar mempengaruhi sektor pertanian karna bersifat lebih lama dan luas. Pada Tahun 2016 di Sumatera Barat terdapat 15.000 Ha sawah terdampak tidak dapat ditanami di daerah 50 kota, Tanah datar dan Sijunjung. Laporan Dinas Pertanian Sumbar kekeringan menyebabkan produksi padi menurun 47 ribu ton dari tahun sebelumnya. Produksi keseluruhan tetap surplus dikarenakan tidak semua sentra padi terdampak kekeringan. Sawah-sawah tadah hujan paling terdampak jika curah hujan berkurang didaerah tipe iklim kering.
Dengan adanya Sekolah Lapang Iklim petani didampingi oleh PPL selama satu musim tanam dan petani mengetahui tipe iklim daerah mereka dan komoditas yang sesuai dengan iklim tersebut. Petani daerah terdampak tidak bisa lagi berpedoman dengan musim biasanya karena perubahan iklim yang sedang terjadi dapat membuat musim tanam bisa maju atau mundur.
Petani melakukan pengamatan mingguan terhadap tanaman dan curah hujan semakin membuat keyakinan tentang keputusan awal musim tanam. Adaptasi pola tanam dengan iklim yang sesuai perlu dilakukan untuk dapat terus menghasilkan.
Komoditas pangan palawija, kacang-kacangan ataupun umbi-umbian dan sayur-sayuran yang menjadi alternatif pengganti. Informasi Agroklimat lewat media online ataupun temu teknis lapangan dan Sekolah lapang perlu terus menerus dilaksanakan dan lebih masif. Kolaborasi lintas intansi penelitian dan teknis terus diperkuat menghadapi Era Industri 4.0 membuat dunia lebih dekat dengan teknologi informasi dan kecerdasan buatan. Tantangan dengan iklim yang terus berubah harus diterima seluruh sektor.
Dinas Pangan dapat mengadaptasi program “Pertanian pintar iklim’ yang digagas (FAO) didesa/nagari mandiri pangan yang sudah dicanangkan gubenur Sumbar Maret 2018 yang lalu. Pertanian pintar iklim sebagai strategi untuk menyerap karbon dengan penghijauan dan mengurangi gas-gas rumah kaca, pengurangan emisi di sektor pertanian. Untuk dapat meningkatkan ketahanan pangan, mendorong pembangunan pedesaan dan membantu komunitas beradaptasi dengan perubahan iklim. Namun, perlu sedikit pengorbanan dalam mencapai tujuan pembangunan yang berbeda, seperti mitigasi perubahan iklim dan adaptasi, pertanian berkelanjutan dan pengurangan kemiskinan.
Informasi iklim dapat dipahami masyarakat dengan pendampingan dilapangan oleh para penyuluh yang sudah dibekali pengetahuan iklim dari BMKG. Semoga Sumatera Barat terus menjadi Provinsi mandiri pangan yang pintar iklim. Karena filosofi adat Minangkabau ‘Alam Takambang(Iklim) jadi Guru”.
Penulis adalah Fungsional PMG Stasiun Klimatologi BMKG Padang Pariaman.
Perubahan iklim dalam skala luas berarti pergeseran jangka panjang dalam pola cuaca/iklim dibumi dengan terjadinya peningkatan suhu udara, perubahan pola curah hujan, pergeseran musim dan kenaikan permukaan laut. Banyak hasil kajian tentang perubahan pola curah hujan di suatu daerah terdapat daerah yang bertambah basah dan daerah yang semakin kering.
Pemanasan global dapat disebabkan akibat aktivitas manusia khususnya pelepasan jumlah berlebihan gas rumah kaca ke atmosfer seperti gambar1. Temperatur global rata-rata naik sebesar 0.74 derajat celcius selama abad ke-20, daratan lebih panas dirasakan daripada lautan. Perubahan iklim disebabkan dari aktivitas manusia (antropogenic) dengan meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (C02, NO2, CH4, CFCs) yang memicu pemanasan global dan kejadian ini berlangsung sejak seratus tahun terakhir. Laporan WMO Greenhouse Gas Bulletin vol 13 yang dipublikasi 30 Oktober 2017 , hampir seluruh konsentrasi gas-gas rumah kaca mengalami peningkatan. C02 terjadi peningkatan 145% diasumsikan sebelum revolusi industi tahun 1750 : 278 ppm pada 2016 sudah mencapai 403.3 ppm (part per milion).
Berdasarkan tabel gas CH4 yang paling tinggi peningkatannya 257% tahun 1750: 722 ppb (part per bilion) menjadi tahun 2016 : 1853.2 ppb dan untuk N20 122% tahun 1750 : 270 tahun 2016 menjadi 328.9 ppb.
Pada tahun 2017 Stasiun Klimatologi Padang Pariaman telah membuat Buku informasi perubahan iklim di. Trend peningkatan rata-rata suhu tahunan dalam 30 tahun terakhir : Stasiun Maritim Teluk Bayur 0,018. Stasiun Meteorologi Padang: 0,028. Stasiun Klimatologi Padang Pariaman : 0,021. Stasiun Geofisika Padang Panjang : 0,024 dan Stasiun GAW Palupuh : 0,032 derajat celcius. Trend curah hujan bervariasi ada yang mengalami penurunan jumlah Kayu Tanam dan Padang meskipun kecil dan penambahan curah hujan Padang panjang, Palupuh dan Teluk Bayur. Kejadian hujan ekstrim semakin sering terjadi.
Banyak sektor yang terdampak perubahan iklim salah satunya sektor pertanian yang rentan terhadap perubahan iklim seperti terjadinya kenaikan suhu udara dan perubahan musim yang akan berpengaruh pada pola tanam, waktu tanam, produksi dan kualitas hasil.
FAO tahun 2016 sebagai lembaga pangan dunia mengeluarkan program dalam adaptasi menghadapi perubahan iklim yang sedang berlangsung yaitu Climate Smart Agriculture dalam mengelola ekosistem dan pertanian berkelanjutan. Proyeksi ekonomis untuk pertumbuhan penduduk dan pola konsumsi makanan menunjukkan bahwa tahun 2050 produksi pertanian perlu ditingkatkan hingga 70 persen untuk memenuhi kebutuhan makanan. Dampak dari perubahan iklim akan berkurangnya produktivitas dan menyebabkan ketidakstabilan yang lebih besar dalam produksi pertanian (tanaman dan produksi ternak, perikanan dan kehutanan). Pada masyarakat rawan pangan dan juga mengalami degradasi lingkungan serta pilihan terbatas untuk mengatasi kondisi cuaca buruk tersebut.
Untuk mendampingi sektor Pertanian dalam pencapai produksi tanaman padi Sejak Tahun 2012 Stasiun Klimatologi Padang Pariaman telah melaksanakan Sekolah Lapang Iklim (SLI). Tujuan kegiatan ini sektor pertanian memahami informasi iklim yang dirutin diberikan, seiring dengan adaptasi pola tanam. Petani diharapkan menghindari gagal tanam dan gagal panen. Tercatat sudah lebih dari 250 orang penyuluh pertanian, pengamat OPT, akademisi, LSM sudah mengikuti SLI. Dinas Pertanian juga melaksanakan SLI di tingkat kelompok tani yang masih terbatas didaerah sentra padi yang rawan kekeringan. Setiap SLI yang hasilnya cukup menggembirakan para petani menyesuaikan pola tanam dan komoditas tanamannya Petani di Situjuh Gadang contohnya .
Meskipun Sumatera Barat daerah Tropis basah seringnya dilanda bencana Banjir dan longsor . Akan tetapi Sumbar juga memiliki daerah tipe Iklim kering yang berada di Kab 50 Kota, Tanah Datar, Solok, Sawahlunto, Sijunjung dan Dharmasraya.
Kekeringan lebih besar mempengaruhi sektor pertanian karna bersifat lebih lama dan luas. Pada Tahun 2016 di Sumatera Barat terdapat 15.000 Ha sawah terdampak tidak dapat ditanami di daerah 50 kota, Tanah datar dan Sijunjung. Laporan Dinas Pertanian Sumbar kekeringan menyebabkan produksi padi menurun 47 ribu ton dari tahun sebelumnya. Produksi keseluruhan tetap surplus dikarenakan tidak semua sentra padi terdampak kekeringan. Sawah-sawah tadah hujan paling terdampak jika curah hujan berkurang didaerah tipe iklim kering.
Dengan adanya Sekolah Lapang Iklim petani didampingi oleh PPL selama satu musim tanam dan petani mengetahui tipe iklim daerah mereka dan komoditas yang sesuai dengan iklim tersebut. Petani daerah terdampak tidak bisa lagi berpedoman dengan musim biasanya karena perubahan iklim yang sedang terjadi dapat membuat musim tanam bisa maju atau mundur.
Petani melakukan pengamatan mingguan terhadap tanaman dan curah hujan semakin membuat keyakinan tentang keputusan awal musim tanam. Adaptasi pola tanam dengan iklim yang sesuai perlu dilakukan untuk dapat terus menghasilkan.
Komoditas pangan palawija, kacang-kacangan ataupun umbi-umbian dan sayur-sayuran yang menjadi alternatif pengganti. Informasi Agroklimat lewat media online ataupun temu teknis lapangan dan Sekolah lapang perlu terus menerus dilaksanakan dan lebih masif. Kolaborasi lintas intansi penelitian dan teknis terus diperkuat menghadapi Era Industri 4.0 membuat dunia lebih dekat dengan teknologi informasi dan kecerdasan buatan. Tantangan dengan iklim yang terus berubah harus diterima seluruh sektor.
Dinas Pangan dapat mengadaptasi program “Pertanian pintar iklim’ yang digagas (FAO) didesa/nagari mandiri pangan yang sudah dicanangkan gubenur Sumbar Maret 2018 yang lalu. Pertanian pintar iklim sebagai strategi untuk menyerap karbon dengan penghijauan dan mengurangi gas-gas rumah kaca, pengurangan emisi di sektor pertanian. Untuk dapat meningkatkan ketahanan pangan, mendorong pembangunan pedesaan dan membantu komunitas beradaptasi dengan perubahan iklim. Namun, perlu sedikit pengorbanan dalam mencapai tujuan pembangunan yang berbeda, seperti mitigasi perubahan iklim dan adaptasi, pertanian berkelanjutan dan pengurangan kemiskinan.
Informasi iklim dapat dipahami masyarakat dengan pendampingan dilapangan oleh para penyuluh yang sudah dibekali pengetahuan iklim dari BMKG. Semoga Sumatera Barat terus menjadi Provinsi mandiri pangan yang pintar iklim. Karena filosofi adat Minangkabau ‘Alam Takambang(Iklim) jadi Guru”.
Penulis adalah Fungsional PMG Stasiun Klimatologi BMKG Padang Pariaman.