Padang, (Antaranews Sumbar) - Masyarakat di Kota Padang, Pariaman, Sawahlunto, dan Padang Panjang Sumatera Barat akan memilih pemimpin baru lewat perhelatan pilkada serentak pada tanggal 27 Juni 2018.
Menariknya pada empat daerah tersebut semua petahana maju kembali dan berhadapan dengan wajah baru, bahkan di Kota Sawahlunto pasangan Ali Yusuf dan Ismed kembali maju bersama setelah sebelumnya menjabat wali kota satu periode.
Di Kota Padang, pilkada diikuti dua pasang calon yang merupakan pertarungan wali kota melawan wakil wali kota petahana, yaitu Mahyeldi melawan Emzalmi.
Setelah bersama satu periode memimpin ibu kota provinsi, akhirnya di Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Padang 2018 mereka memilih berhadap-hadapan. Pada periode kedua Mahyeldi memilih Hendri Septa sebagai wakil yang merupakan Ketua DPD PAN Kota Padang.
Sementara itu, Emzalmi berpasangan dengan Desri Ayunda seorang profesional yang pada pilkada 2013 nyaris mengalahkannya pada putaran kedua.
Pasangan Emzalmi/Desri Ayunda diusung oleh tujuh partai politik, yaitu Gerindra, PDI Perjuangan, Partai Golkar, PPP, PKB, Demokrat, dan NasDem.
Pada Pilkada Padang koalisi antara PKS dan Gerindra yang terjalin baik dipusat tidak berlaku karena kedua partai oposisi itu lebih memilih untuk saling berhadapan.
Awalnya ada alternatif calon ketiga di Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Padang karena pasangan perseorangan Syamsuar Syam/Misliza tidak mampu memenuhi persyaratan jumlah dukungan KTP sehingga didiskualifikasi oleh KPU Kota Padang.
Akhirnya, pilkada di Padang diikuti dua pasang calon yang merupakan pertarungan antara Wali Kota dan Wakil Wali Kota Padang. Kondisi ini kontras dengan pilkada pada tahun 2013 yang diikuti 10 pasang calon.
Sementara itu, pada Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Pariaman, terjadi pertarungan Wakil Wali Kota Genius Umar melawan Mahyuddin/M. Ridwan dan Dewi/Pabrisal.
Genius merupakan wakil wali kota yang mendampingi Wali Kota Pariaman Mukhlis R. pada periode kedua. Dia maju bersama Mardison Mahyudin yang menjabat Ketua DPRD Kota Pariaman. Pasangan ini diusung Golkar, PBB, PAN, PPP, dan PDIP.
Mahyuddin yang berpasangan dengan M. Ridwan adalah Wali Kota Pariaman periode 2007 s.d. 2008. Ridwan sang pendamping Mahyuddin merupakan politikus muda PKS yang pernah menjabat Ketua DPD PKS Kota Pariaman.
Calon Wali Kota Dewi Fitri Deswita merupakan satu-satunya kandidat perempuan dalam pilkada serentak 2018 di Sumbar. Bersama pengusaha Pabrisal Asril, pasangan ini diusung oleh dua partai politik, yaitu Nasdem dan Hanura dengan perolehan empat kursi di DPRD.
Lain halnya di Padang Panjang. Meski kota tersebut hanya memiliki dua kecamatan dengan jumlah penduduk sekitar 104.499 jiwa, di kota yang berjuluk Serambi Mekah ini ada empat pasang calon yang berlaga.
Pasangan pertama adalah Wali Kota Hendri Arnis yang memilih berpasangan dengan Eko Furqani diusung oleh PAN dan NasDem.
Jika pada pilkada sebelumnya, Hendri berpasangan dengan Mawardi kini mereka berhadap-hadapan untuk memperebutkan kursi nomor satu di daerah itu.
Wakil Wali Kota Padang Panjang Mawardi memilih maju dan berpasangan dengan Taufiq Idris. Pasangan ini diusung oleh Partai Demokrat dan PPP.
Selanjutnya, pasangan Rafdi Meri/Ahmad Fadly yang diusung Gerindra, PKS, dan PBB merupakan penantang dua petahana yang maju, Rafdi (Ketua DPD
Gerindra Padang Panjang). Ia maju didampingi Ahmad Fadly yang merupakan putra dari Wali Kota Padang Panjang periode 2003 s.d. 2013 Syuir Syam.
Pasangan Fadly Amran/Asrul merupakan pasangan yang diusung Partai Golkar dan PDI Perjuangan. Fadly yang merupakan pengusaha muda Sumbar maju bersama Asrul yang merupakan seorang birokrat di Pemkot Padang Panjang.
Sementara itu, di kota Arang Sawahlunto pasangan Ali Yusuf/Ismet kembali berpasangan untuk kedua kalinya setelah pada pilkada sebelumnya mereka berhasil unggul. Pasangan ini diusung oleh Partai Golkar dan PKPI.
Maju sebagai penantang Ali Yusuf/Ismet pasangan Deri Asta/Zohirin Sayuti yang diusung PPP, PAN, dan NasDem serta Fauzi Hasan/Dasrial Ery yang dicalonkan oleh Demokrat dan PDI Perjuangan.
Peluang Petahana
Pengamat politik Universitas Andalas (Unand) Padang Dr. Asrinaldi menilai dari kandidat petahana lebih berpeluang karena mereka memiliki rekam jejak dan kontribusi yang bisa dilihat langsung oleh pemilih.
"Tentunya wali kota lebih dominan karena secara posisi kekuasannya lebih besar," katanya.
Ia menilai terjadinya pertarungan antara sesama petahana setelah bersama terjadi karena adanya distribusi kekuasaan yang kurang merata.
"Memang dalam aturan distribusi kekuasaan antara wali kota dan wakil wali kota tidak diatur secara tegas. Jika terjadi ketimpangan, akhirnya wakil memilih untuk maju," katanya.
Ia melihat dalam pilkada biasanya antara calon wali kota dan wakil wali kota masing-masing punya kontribusi. Namun, saat sudah berkuasa, terjadi kesenjangan distribusi kekuasaan.
Akan tetapi, dia menilai peluang seorang wakil mengalahkan wali kota dalam pilkada selalu terbuka dengan syarat harus memenuhi sejumlah kondisi dan terus memelihara basis pemilih.
Terkait dengan pilkada di Padang yang hanya diikuti dua pasang calon sementara pada pilkada sebelumnya 10 pasang. Hal ini menurutnya terjadi karena dua nama yang bersaing saat ini memiliki peluang yang kuat.
"Orang bisa menilai kekuatannya. Kalau hanya untuk kalah, buat apa maju," katanya.
Kepada calon yang akan berlaga, dia berpesan masyarakat selaku pemilih kian cerdas. Oleh karena itu, mereka harus menjadi pemilih yang rasional dalam menentukan pilihan.
Apakah petahana pada empat pilkada tersebut menorehkan kembali kemenangan? Jawabanya tentu ada pada masyarakat selaku pemilih untuk menentukan siapa calon yang layak dan tepat memimpin daerah. (*)