Padang,  (Antaranews Sumbar) - "Saya sudah siap apapun risikonya harus disampaikan, kalau memang dia tidak terima berarti sampai di sini jodoh saya," ucap A menceritakan kisah malam pertamanya ketika jadi pengantin baru pada 2015.

     Jika para pengantin lain penuh sukacita menyongsong prosesi malam pertama, tidak demikian dengan A karena telah mempersiapkan diri untuk menyampaikan siapa ia yang sebenarnya kepada sang pendamping hidup.

     Di malam itu ia mengumpulkan segenap keberanian yang dimiliki untuk membuka kedok yang selama ini disembunyikan kepada calon istri.

     "Maaf dek, abang sebenarnya selama ini seorang penyuka sesama jenis dan sudah didiagnosa positif HIV," ucapnya berterus-terang.

    Tak ayal sang istri seketika langsung kaget seakan tidak percaya dengan pengakuan yang disampaikan pria yang baru satu hari resmi menjadi suaminya.

    Dengan emosi sang istri marah dan mempertanyakan kenapa tidak jauh-jauh hari sebelum menikah pengakuan tersebut dibuat.

    Akan tetapi lambat laun sang istri mulai berdamai dengan kenyataan dan tetap setia mendamping pria yang menjadi jodohnya itu.

    Kini dari rumah tangganya A yang didiagnosa positif HIV pada 2014 itu telah dikaruniai seorang bayi lucu berusia tujuh bulan.

    Beruntung sang istri saat dites HIV berstatus negatif sehingga anaknya tak perlu lagi di tes.

    "Saya tidak akan meninggalkan abang, jangan pernah lagi kembali ke dunia itu," pesan istri kepadanya yang benar-benar membekas di hati.

    Perilaku menyimpang A sebagai penyuka sesama jenis berawal dari trauma saat ia menuntut ilmu di salah satu sekolah agama di kabupaten yang ada di Sumatera Barat.

    Waktu itu sekitar kurun 2000 peristiwa naas menimpa A karena ia disodomi oleh kakak kelas. Saat itu ia benar-benar tak kuasa menolak perilaku bejat tersebut karena berada dibawah ancaman.

    Walaupun menuntut ilmu di sekolah agama, kejadian yang tak pernah dibayangkan itu terus menghantui. Tak kurang dari lima orang senior menjadikannya sebagai objek perbuatan tercela tersebut.

   Akhirnya karena tak tahan A meminta pindah sekolah kepada orang tuanya dan sejak itu ia resmi keluar dari tempat yang membuat ia benar-benar.

    "Saya benar-benar drop, mau disampaikan ke orang tua malu takut mengecewakan, tapi sudah tidak tahan akhirnya minta pindah sekolah," kata pria kelahiran 1987 itu.

    Namun ketika ia tidak lagi berada di lingkungan sekolah bukannya terbebas dari perbuatan yang dibencinya malah secara perlahan mulai muncul rasa suka kepada sesama pria.

    Petualangan A pun berlanjut karena saat mengenyam SLTP hingga SLTA tak kurang dari 20 laki-laki pernah berhubungan dengannya.

    Pengalaman traumatik yang menghantuinya itu kini telah mengubah kecenderungannya menjadi penyuka laki-laki.

    Acara kesenian orgen tunggal yang digelar di daerahnya menjadi ajang untuk bertemu dengan pria lainya penyuka sesama jenis.

   Pasangan sesama jenisnya pun berasal dari berbagai daerah. Pertemuan awal biasanya lewat media sosial hingga telepon yang berujung pertemuan.

   Menurutnya daya tarik lelaki yang membuat ia jatuh cinta adalah sikap perhatian yang lebih hingga akhirnya sering jalan bersama.

    Saat itu A sebenarnya menyadari bahwa apa yang dilakukannya salah namun semua tertutupi oleh rasa nyaman saat berinteraksi dengan sesama lelaki ketimbang teman perempuan.

    Ia pun sadar apa yang dilakukan merupakan hal terlarang dalam agama dan mengalami dilema namun rasa suka mengalahkan semua itu.

    Usai menamatkan SLTA A pun melanjutkan kuliah ke salah satu perguruan tinggi agama negeri yang ada di Padang.

    Mengambil studi di salah satu fakultas tidak membuat ia berhenti dari kebiasaan buruk yang selama ini dilakoni di daerahnya.

    Sepengingatnya sekitar 50 pria pernah melakukan hubungan sesama jenis dengannya di bangku perkuliahan.

    Peningkatan tersebut terjadi karena ia menemukan lebih banyak orang yang memiliki orientasi seksual yang sama. A menjadikan media sosial facebook sebagai ajang interaksi dan perkenalan.

    Namun petualangan A menjadi pria penyuka sesama jenis akhirnya terhenti saat ia melakukan donor darah pada kurun 2014.

    Ketika itu kegemarannya melakukan donor darah menjadi penguak tabir bahwa dalam darahnya telah positif ditemukan virus HIV yang ditularkan dari hubungan sesama jenis.

    "Saya drop, sampai dirawat seminggu, bahkan ketika dibawa ke kampung kembali harus diopname," katanya.

     Tidak hanya itu keluarganya mulai dari ibu hingga saudara yang lain benar-benar kaget dan tak percaya A mengidap HIV akibat perilaku berhubungan sesama jenis.

    "Mereka heran kok bisa begini, apalagi selama ini saya menuntut ilmu di sekolah agama, tapi kok malah mengerjakan hal yang dilarang," ujarnya.   

    Tidak hanya itu ia pun mendapatkan stigma buruk di kampung karena berita menderita HIV menyebar dengan cepat.

    Karena tidak tahan akhirnya ia kembali ke Padang menyelesaikan kuliah. Sejak divonis mengidap HIV A mengalami titik balik dalam hidupnya.

    Sejak itu ia mencoba menghapus memori masa lalu dan menyesali perbuatan yang ia sama sekali tak pernah terbayangkan akan jadi kebiasaan buruknya.

   Seluruh kontak pertemanan pria yang menjadi lawan mainnya dihapus dan ia bertekad menjalani hidup sebagai manusia normal.

   Ia pun berniat menikah dengan perempuan yang akhirnya bertemu dengan jodoh lewat mekanisme taaruf hingga akhirnya menikah pada 2016.

    Ia menyadari lemahnya keimanan yang dimiliki membuat tergelincir pada perilaku yang dilarang.

    Kini bapak satu anak itu benar-benar telah meninggalkan goresan kelam kehidupannya dan menjalankan aktivitas sebagai guru di salah satu sekolah islam terpadu di Padang.

   "Kepala sekolah tahu saya HIV tapi ia mau menerima asalkan benar-benar taubat," ujarnya.

   Tidak hanya itu sebagai bentuk pertaubatan ia pun menjadi guru mengaji di masjid dan senantiasa mengingatkan agar para generasi muda tidak terperosok kepada perilaku menyimpang.

    Ia pun bersyukur pasangannya mau menerima apa adanya dan komitmen berumah tangga tetap lanjut.

    Perlu Sinergi 

    Sementara konsultan penyakit tropik dan infeksi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) M Djamil Padang dr Armen Ahmad SpPd menyampaikan perlu sinergi banyak pihak untuk mengatasi persoalan Lesbian Gay Biseksual dan Transgender.

     "Kalau dari sisi medis jelas itu tugas dokter, namun soal bagaimana seseorang bisa berhenti memakai narkoba, atau berhubungan seks bebas hingga berhubungan sesama jenis perlu peran ulama," kata dia yang biasa menangangi penderita HIV.

     Ia menceritakan sudah banyak menangani pasien LGBT yang divonis positif HIV namun untuk solusi agar mereka berhenti melakukan perilaku yang berisiko tersebut tidak cukup hanya dengan dokter saja.

     "Saya pernah bekerja sama dengan Badan Amil Zakat Kota Padang untuk memberikan penyuluhan kepada wanita tuna susila, namun karena tidak berkelanjutan akhirnya banyak yang kembali melacur," ujarnya.

     Oleh sebab itu perlu dipikirkan juga solusi ekonomi bagi mereka yang rentan tersebut.

     Ia menilai keberadaan regulasi dan aturan hukum penting untuk memayungi dan membentengi namun sosialisasi dan penyuluhan langsung kepada mereka yang berisiko juga tak kalah penting    

     Selama ini banyak yang terjerumus karena ketidaktahuan oleh sebab itu sosialisasi menjadi penting, katanya.

     Ia memaparkan dari data yang ada di Sumbar pada 2016 dari 186 orang penderita HIV dan ada 40 orang yang tidak mengaku apa penyebabnya, tetapi dari yang tersisa 140 orang, sebanyak 70 orang karena berhubungan sesama jenis antara laki-laki dengan laki-laki, ujarnya.

   

  







Pewarta : Ikhwan Wahyudi
Editor : Miko Elfisha
Copyright © ANTARA 2024