Masih rendahnya jumlah penduduk Indonesia yang mengenyam bangku kuliah dengan tujuh juta jiwa dari 200 juta warga, memaksa Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi mempercepat pemerataan pendidikan tinggi hingga pelosok.

         Dari data kemenristekdikti saat ini jumlah perguruan tinggi di Indonesia mencapai 4.504 unit akan tetapi sebagian besar berada di daerah pusat kota atau keramaian, sedangkan pada daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal masih minim.

         Inilah yang menjadi fokus kementerian untuk mendorong pemda dan swasta menyelenggarakan pendidikan tinggi di daerah 3 T tersebut.

         Salah satu lembaga yang memiliki fungsi sebagai perpanjangan tangan Kemenristekdikti dalam mendorong lahirnya pendidikan tinggi di daerah yakni Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis).

         Menurut Koordinator Kopertis wilayah X untuk area Sumbar, Jambi, Riau dan Kepulauan Riau Prof Herri, tugas lembaganya selain mengawasi, membina dan mengendalikan kampus swasta juga mendorong munculnya kampus di daerah 3 T.

         Dia mencontohkan di Kopertis X, kampus swasta sebagian besar tersebar di daerah pusat kota atau dekat ibu kota sedangkan beberapa daerah seperti Kepulauan Mentawai, Pulau Natuna, atau daerah yang di pedalaman belum terjangkau pendidikan tinggi.

         Akibatnya banyak warga asal daerah tersebut harus terbang jauh hanya untuk mengenyam bangku kuliah, seperti warga Mentawai kuliah di STKIP PGRI Sumbar, Universitas Eka Sakti dan sebagainya.

         Pada perkembangannya, lulusan mahasiswa tersebut akan memilih bekerja atau menimba pengalaman di daerah lain.

         Padahal di daerahnya membutuhkan sumbangsih pemikiran dan tenaga untuk memberikan kemajuan pembangunan.

         Hal ini yang memaksa Kopertis X mulai menggagas sinergi antara daerah dan kampus melalui kegiatan diskusi langsung, kerja sama dan kuliah umum.

         Beberapa hal yang ditawarkan ke daerah seperti pentingnya lulusan perguruan tinggi sebagai ujung tombak di daerah.

         Kemudian pentingnya perguruan tinggi dalam melancarkan program pemerintah daerah sekaligus membantu dalam mengaplikasikan kepada masyarakat.

         Dalam hal ini juga pihaknya mencoba membuka pemikiran tentang pentingnya pendidikan tinggi khususnya pada masa depan.

         Permasalahannya, kata Herri belum semua pemangku kebijakan daerah memahami tentang peranan pendidikan tinggi, sehingga cenderung diabaikan.

         Padahal bila daerah mendirikan kampus swasta sesuai kebutuhan akan menampung potensi putra asli daerah, yang ke depan akan berperan strategis dalam penguatan kualitas sumber daya manusia.

         Hanya saja memang persoalan kampus swasta tetap klasik yakni masih kalah berkualitas dari kampus negeri termasuk perkembangan civitas akademikanya.

         Akibatnya secara persaingan kerja dan usaha, lulusan kampus negeri masih mendominasi dibanding kampus swasta.

         Inilah, kata Herri yang menjadi pekerjaan besar Kementerian dan Kopertis dalam memeratakan pendidikan tinggi.

         Dengan kata lain bukan hanya pemerataan dari segi kuantitas kampus saja namun juga kualitas perguruan tinggi bersaing dalam peta persaingan.

Pemerataan Dari Kampus Swasta
    "Bila dievaluasi dari 4.504 kampus di Indonesia sekitar 3.136 perguruan tinggi swasta, sehingga wajar pemerataan perlu dilakukan dari swasta," kata Herri yang juga guru besar manajemen tersebut.

         Artinya di Indonesia mahasiswa penyumbang terbanyak berasal dari perguruan tinggi swasta.

         Hanya saja bila diukur masih banyak kampus swasta di Indonesia berkualitas rendah serta tidak memenuhi kelengkapan dalam hal sarana prasarana.

         Sebagai gambaran di Kopertis X, dari 240 lebih kampus yang ada, belum ada satu pun instansi berakreditasi A, bahkan program studinya baru segelintir yang berakreditasi A dari 800 yang ada.

         Bila dikalkulasikan dengan Kopertis lain di Pulau Jawa perbandingan kualitasnya tidak berbeda jauh.

         Bahkan kampus swasta di pulau Jawa pun secara kualitas belumlah merata sebagaimana yang ada pada kampus negeri.

         Beberapa hal yang diupayakan Kopertis X untuk memeratakan pendidikan tinggi secara kualitas dan kuantitas antara lain melalui pertemuan dan diskusi dengan pengelola serta pimpinan kampus.

         Hampir sebulan sekali di Kantor Kopertis Padang, pihaknya mengundang perwakilan kampus dan yayasan berdiskusi dalam membahas berbagai persoalan semisal akreditasi, kurikulum, prestasi mahasiswa, penelitian hingga pengelolaan.

         Selain mengadakan pertemuan, secara rutin perwakilan Kopertis juga datang langsung ke daerah untuk menampung aspirasi warga kampus di samping melakukan tugas pengawasan, pengendalian dan pembinaan.

         Pihaknya juga menginformasikan segala hal tentang aturan dan kebijakan pusat melalui laman daring secara terus menerus diperbarui.

         Bahkan laman daring tersebut senantiasa dibenahi tampilan hingga sistem pelayanannya seperti saat ini telah ada layanan daring untuk diskusi jurnal, penelitian dan beragam masalah tentang kampus.

         Kemudian melakukan perbaikan dalam pelayanan dengan menerapkan unit layanan terpadu guna memudahkan kampus mengelola persoalan.

         "Ini semua dilakukan untuk membuka mata pengelola dan yayasan guna meningkatkan kualitas kampusnya, sekaligus juga meyakinkan masyarakat dan pemerintah daerah tentang pentingnya peranan kampus swasta," kata mantan Wakil Rektor Universitas Andalas tersebut.
                    
Ada Perubahan
    Meski belum maksimal dalam pemerataan, Prof Herri mengatakan terjadi perubahan perkembangan kampus di lingkungan Kopertis dari tahun sebelumnya.

         Misalnya dalam jumlah mahasiswa dari tahun 2016 ke 2017 mengalami peningkatan dari 200 ribu orang menjadi 236 ribu orang.

         Kemudian ada beberapa kampus yang bergabung dari berbagai prodi seperti Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai di Bangkinang Riau, disusul dengan adanya penambahan prodi baru seperti Olahraga dan Rekreasi di Universitas Bung Hatta atau Aktuari di Universitas Taman Siswa Padang.

         Secara akademik seperti penelitian, ratusan dosen di Kopertis X telah mendapat hibah penelitian dan puluhan di antaranya telah terpublikasikan di jurnal internasional bereputasi serta memiliki paten pada karyanya.

         Kemudian beberapa dosen juga mendapat kesempatan sebagai pemeriksa atau reviewer berbagai bidang dan penilai akreditasi.

         Jumlah guru besar juga bertambah dari sembilan orang tahun lalu menjadi 13 tahun ini, hal ini mengindikasikan animo dosen untuk meningkatkan kualitas tridharma perguruan tinggi semakin besar.

         Bukan hanya itu di kalangan mahasiswa diberikan apresiasi bagi yang berprestasi di bidangnya semisal Entrepreneurship Award yang diperuntukkan kepada wirausahawan mahasiswa di lingkungan Kopertis.

         "Pada dasarnya langkah ini untuk mengenalkan lebih jauh kampus swasta kepada publik dan meningkatkan kepercayaan masyarakat," ujarnya. (*)

Pewarta : M R Denya Utama
Editor :
Copyright © ANTARA 2024