Burung Kuau memang langka
Tapi indah warnanya dan nampak cantik
Jadi maskot HPN memang disengaja
Agar Burung Kuau bisa menjadi daya tarik.
Dari pantun itu terungkap pemilihan Burung Kuau Besar Raja (Argusianus argus) sebagai logo HPN memang disengaja, agar fauna identitas Provinsi Sumatera Barat yang mulai tidak banyak dikenal lagi itu, kembali menjadi perhatian masyarakat, terutama generasi muda.
Sebagai acara bertaraf nasional, HPN 2018 tentu akan menyedot perhatian, termasuk penggunaan logo yang akan tersebar pada seluruh penjuru negeri. Itu sekaligus menjadi upaya pemerintah daerah untuk mensosialisasikan kembali hewan khas daerah yang nyaris punah.
Selain Burung Kuau, sebenarnya ada satu lagi yang diusulkan menjadi logo HPN 2018, yaitu Ayam Kukuak Balenggek. Budayawan dan wartawan senior, Alwi Karmena adalah salah satu sosok yang getol mengusung hewan khas Solok ini.
"Kita putuskan dalam rapat bersama juga disetujui Ketua PWI Pusat dan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno," kata Ketua PWI Sumbar, Heranof usai rapat persiapan Hari Pers Nasional (HPN) di Padang, Kamis (20/7).
Keputusan itu disambut tepuk tangan gempita peserta rapat, tanda persetujuan bersama.
Dijelaskan, Kuau Raja (Argusianus argus) yang dijadikan logo itu digambarkan penuh kemilau. Bulunya yang kembang serta pena juga mengambarkan dinamika Pers Indonesia saling sinergi dalam keaneka ragaman budaya dan keindahan pesona wisata Indonesia termasuk di Sumatera Barat, untuk layak dikunjungi dan dinikmati oleh semua orang.
Kemudian untaian pita yang membentuk HPN dimaksudkan sebagai lambang pesta raya masyarakat pers.
Jalinan pita dimaknakan sebagai sinergi antar komponennya Huruf (P) yang berwarna-warni dimaknakan sebagai keragaman komponen pers, sekaligus menegaskan kemeriahan pesta.
Keunikan dan keindahan bulu Kuau Raja juga dapat dimaknai sebagai ungkapan karakter Sumatera Barat yang demokrasi dan dinamis saling berdampingan serta saling menghormati, meski berbeda suku, agama dan budaya.
Jika disigi lebih jauh, burung ini memang memiliki banyak keunikan. Tubuhnya bisa dibilang "raksasa" untuk hewan sejenis. Burung jantan bisa berukuran hingga 120 sentimeter dengan bobot bisa mencapai 10 kilogram dan betinanya sekitar 60 sentimeter.
Ciri khasnya terletak pada bulunya yang bercorak bulatan-bulatan, mirip mata serangga yang berwarna cerah dan berbintik keabu-abuan. Seperti merak, Kuau jantan memamerkan corak pada bulu ekor itu pada sang betina. Saat bulu ekor itu mekar, maka corak "mata" akan makin jelas.
Pada 15 Juli 2009, burung ini diabadikan dalam perangko seri “Burung Indonesia: Pusaka Hutan Sumatera†hasil kerja sama Ditjen Pos dan Telekomunikasi, Departemen Kehutanan, dan Burung Indonesia.
Selain itu, burung ini juga punya keunggulan lain yaitu memiliki lari yang cepat, sebagai ganti tidak memiliki kemampuan untuk terbang. Selain itu suaranya juga lantang dengan nada ganda “ku-wauâ€.
Burung ini juga dapat berpindah tempat dengan melompat ke dahan-dahan pohon. Kuau raja juga memiliki penciuman dan pendengaran yang sangat tajam sehingga sukar ditangkap.
Kebiasaan Kuau membuat sarang di permukaan tanah dan makanannya terdiri dari buah-buahan yang jatuh, biji-bijian, siput, semut, dan berbagai jenis serangga.
Kuau jantan biasanya soliter, sangat teritorial, dan penganut poligini (satu jantan banyak betina). Jantan menunjukkan teritorinya dengan membersihkan daerahnya dari daun, ranting, semak atau batu, dan bersuara di areanya pada pagi hari.***