Padang, (Antara Sumbar) - Pendidikan tinggi ternyata belum menjamin seseorang akan mendapatkan pekerjaan dengan mudah karena berdasarkan data yang dipaparkan Badan Pusat Statistik Sumatera Barat, pengangguran terbesar di provinsi itu diisi oleh para sarjana.
Dari 2,62 juta jiwa angkatan kerja di Sumatera Barat lulusan perguruan tinggi atau sarjana mendominasi jumlah pengangguran dengan komposisi mencapai 8,12 persen.
"Jika pada Agustus 2016 tingkat pengangguran terbuka didominasi oleh lulusan SMA, pada Februari 2017 bergeser menjadi sarjana," kata Kepala BPS Sumbar Sukardi.
Ia menilai tingginya pengangguran lulusan sarjana di Sumbar disebabkan oleh terbatasnya lowongan kerja yang sesuai untuk mereka.
"Akan tetapi kalau para sarjana merantau ke daerah lain biasanya mau melakukan pekerjaan apa saja, tapi kalau di daerah sendiri agak enggan," katanya.
Data BPS menunjukkan penyerapan tenaga kerja di Sumbar hingga Februari 2017 masih didominasi oleh penduduk bekerja berpendidikan rendah yaitu SMP ke bawah sebanyak 1.393.760 orang atau 56,52 persen dan SMA serta SMK sebanyak 700.340 orang atau 28,40 persen.
Saat ini penduduk bekerja berpendidikan tinggi hanya sebanyak 371.870 orang terdiri atas diploma 116.020 orang atau 4,70 persen dan universitas 255.850 orang atau 10,38 persen, kata Sukardi.
Ia menyebutkan jumlah pengangguran pada Februari 2017 mencapai 151.900 orang dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar 5,80 persen.
Menanggapi hal itu praktisi bisnis yang saat ini menjabat anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Dony Oskaria menilai perguruan tinggi harus bisa membaca kebutuhan pasar sehingga dapat mempersiapkan lulusan yang sesuai kebutuhan dunia kerja.
"Harus ada diskusi yang intensif antara dunia usaha dengan perguruan tinggi agar paham lulusan seperti apa yang diinginkan dunia usaha," kata dia.
Menurutnya tanpa ada koordinasi antara dunia usaha dengan perguruan tinggi masing-masing akan berjalan sendiri.
Para pelaku usaha juga harus dilibatkan dalam proses pengajaran di perguruan tinggi sehingga jarak yang terbentang antara kebutuhan dunia kerja dengan kesiapan lulusan universitas semakin kecil, ujarnya yang saat ini menjabat Komisaris Garuda Indonesia.
Selain itu ia mengajak perguruan tinggi untuk mendorong pengembangan keterampilan mahasiswa keterampilan karena 80 persen keberhasilan tidak ditentukan oleh ilmu yang dipelajari melainkan "soft skill" atau keterampilan.
"Misalnya mahasiswa lebih banyak diminta membuat makalah, presentasi bukan lagi hanya pengajaran satu arah dari dosen kepada mahasiswa," kata dia.
Pemimpin 12 unit usaha pada CT Corp itu mengatakan saat ini dalam merekrut tenaga kerja baru yang dilihat perusahaan adalah kreativitas dan tidak lagi menggunakan metode konvensional.
Sekarang yang dilihat bagaimana komunikasi personal dan kreativitas melalui tes focus grup discusion, ujarnya.
Ia meyakini lulusan lokal jauh lebih dapat bersaing dibandingkan luar negeri karena memiliki keunggulan dari sisi pemahaman karakter dan budaya lokal.
Menyikapi hal itu Universitas Andalas selaku perguruan tinggi negeri terbesar di Sumbar telah menyiapkan bekal bagi para mahasiswa dengan menyelenggarakan kuliah kewirausahaan pada semua jurusan.
"Itu merupakan bekal konseptual, kami juga memiliki Unit Pelaksana Teknis Kewirausahaan dan ada kegiatan inkubasi bisnis," kata Rektor Unand Tafdil Husni.
Ia memandang yang paling utama dilakukan adalah mengubah sudut pandang bahwa menjadi wirausaha itu tidak sulit dan dapat membuka lapangan kerja baru.
Sejalan dengan itu mantan Rektor Unand Musliar Kasim menceritakan telah menggagas kuliah umum kewirausahaan sejak 2007 menghadirkan ratusan pembicara dari kalangan pengusana sukses di Tanah Air.
"Kami punya komitmen merangsang mahasiswa untuk menjadi pengusaha, dan menargetkan Unand menjadi kampus pelopor pencetak wirausaha di Tanah Air," kata mantan Wakil Menteri Pendidikan itu.
Musliar menceritakan pada awal-awal kuliah kewirausahaan ketika itu salah seorang narasumber bertanya kepada mahasiswa siapa yang mau jadi pengusaha, ternyata hanya tujuh persen yang menunjuk, tapi setelah tiga tahun berjalan minat jadi wirausaha sudah mencapai 70 persen.
Hadapi Risiko
Sementara CEO situs jual beli dalam jaringan/daring bukalapak.com Achmad Zaky saat berbagi pengalaman dalam diskusi Entrepreneurs Wanted yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden di Unand mengemukakan, seorang wirausahawan harus berani mengambil risiko serta tidak perlu takut melakukan kesalahan.
Menurutnya dalam hidup ini ada dua pilihan yaitu jalan yang aman menjadi orang gajian, atau jalan yang beresiko dengan berbisnis.
"Risiko berasal bahasa Inggris risk namun di balik keberanian mengambil risiko itu ada rezeki," katanya.
Oleh sebab itu ia berprinsip tidak masalah gagal dalam berbisnis karena semakin sering mencoba akan semakin terampil.
Ia melihat saat ini banyak sarjana walaupun dari kampus besar dan ternama namun ternyata sulit mencari kerja.
"Karena itu akan lebih bagus berwirausaha, tapi jangan seperti penjual bakso yang dari muda sampai tua terus jualan bakso saja," kata Sarjana Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung itu.
Ia menceritakan dulu sebelum mendirikan bukalapak.com meyakini untuk memulai usaha butuh modal besar, pengalaman dan punya teman orang kaya.
"Saya membalik anggapan itu, tak punya pengalaman, orang tua bukan pebisnis dan tak ada teman kaya," kata dia.
Menurut dia pada awalnya, kantor Bukalapak cuma seluas 15 meter persegi, mirip indekos yang didirikan oleh dua orang saja yaitu Achmad Zaky dan Nugroho Herucahyono.
Hampir seluruh waktu dan tenaga mereka curahkan untuk mengawali proyek ini. Bangun pagi dan terus mengutak-atik komputer hingga tengah malam, lalu tidur sebentar dan bangun lagi untuk hal yang sama, membidani lahirnya situs jual beli online Bukalapak.com.
Ia menekankan salah satu kunci sukses berbisnis yakni menemukan mitra yang tepat.
"Cari partner bisnis yang baik ibaratnya, mau diajak ke jurang, mau percaya dan saling menguatkan," katanya.
Pada sisi lain ia menyayangkan banyak pebisnis cenderung jadi pengikut. Lagi trend batu akik, semua ikut jualan batu akik.
"Karena itu ciptakan nilai dari sebuah usaha dan jadilah pionir," kata dia.
Ia juga memberi penguatan agar mahasiswa tidak takut diolok-olok saat memulai bisnis.
"Kalau ada yang meremehkan buktikan saja, jadikan cambuk," katanya.
Ia mengakui dulu diejek pada pertemuan keluarga, sekarang pada minta foto dan ingin anaknya kerja di Bukalapak.
Sementara Deputi Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-Isu Ekonomi Strategis Kantor Staf Kepresidenan Denni Puspa Purbasari mendorong para mahasiswa di Tanah Air untuk menjadi wirausahawan karena dapat menciptakan lapangan kerja baru setelah selesai menamatkan kuliah.
"Yang akan membawa bangsa ini maju di masa depan adalah mahasiswa yang ada saat ini karena ini mari menjadi pengusaha," kata dia.
Menurutnya saat ini APBN cukup besar namun harus tetap memerhatikan sisi penciptaan pengusaha baru.
"Karena itu penciptaan lapangan kerja dan pasokan tenaga kerja harus seimbang oleh sebab itu kehadirian wirausahawan baru harus terus didorong, jika pengusaha baru tak muncul, bonus demografi justru bisa jadi bencana dan masalah sosial karena banyak anak muda tak bekerja," ujarnya.