Jakarta, (Antara Sumbar) - Mahkamah Konstitusi dalam sidang pleno pengucapan putusan sela tahap pertama, telah menyatakan tidak dapat menerima 20 perkara sengketa Pilkada 2017 dari 22 perkara yang diputus pada tahap pertama.

         Mahkamah dalam pertimbangannya menyebutkan bahwa 20 perkara tersebut tidak memenuhi syarat formil terkait dengan kedudukan hukum Pemohon, supaya perkaranya dapat dilanjutkan di MK.

         "Hakim Konstitusi dalam memutuskan perkara pada tahap ini mengacu pada Undang Undang Pilkada, tapi tetap mempertimbangkan fakta-fakta lainnya," ujar juru bicara MK Fajar Laksono di Gedung MK Jakarta, Selasa.

         Lebih lanjut Fajar mengatakan MK telah memberikan ruang kepada seluruh pihak dalam perkara sengketa Pilkada untuk menyampaikan data-data yang mereka miliki dalam sidang-sidang sebelumnya.

         Dari 22 perkara yang diputus sela, MK memerintahkan satu pemungutan suara ulang di seluruh TPS di 18 Distrik di Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua.

         Sementara satu perkara dari Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua, MK memerintahkan KPUD Papua untuk segera melanjutkan rekapitulasi atas tujuh TPS yang belum diselesaikan.

         Adapun syarat formil untuk kedudukan hukum pemohon adalah; Pasal 157 UU Pilkada mengenai tenggat waktu pendaftaran perkara, Pasal 158 UU Pilkada mengenai ambang batas selisih suara.

         "Selain itu yang berhak mengajukan permohonan sengketa Pilkada di MK adalah Pasangan Calon Kepala Daerah, atau Pemantau Pemilihan dalam negeri yang terdaftar dan memperoleh akreditas," tutur Fajar.  (*)
 


Pewarta : Maria Rosari
Editor :
Copyright © ANTARA 2024