Sarilamak, (Antara Sumbar) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis kerugian akibat bencana banjir dan longsor yang melanda Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat (Sumbar) mencapai Rp14 miliar.

         Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho saat dikonfirmasi dari Payakumbuh, Jumat mengatakan kerugian terbesar terdapat di Kecamatan Harau Rp4,9 miliar dan Kecamatan Mungka Rp3,2 miliar.

         Lalu, Kecamatan Kapur IX sebesar Rp2,8 miliar, Suliki Rp2,8 miliar, dan Pangkalan Koto Baru Rp1,6 miliar. Serta Kecamatan Luak Rp670 juta dan Kecamatan Lareh Sago Halaban Rp180 juta.

         Sementara itu, bencana banjir tersebut juga merendam 3.774 rumah masyarakat, 1.039 hektar sawah, 39 hektar kebun.

         Bahkan 166 gardu listrik rusak dan menyebabkan listrik ke Kecamatan Pangkalan Koto Baru dan Kapur IX mati.

         Bencana banjir dan longsor tersebut membuat 27 sekolah yang tersebar sejumlah kecamatan di Kabupaten Limapuluh Kota terpaksa diliburkan karena kondisinya belum memungkinkan untuk melaksanakan proses belajar mengajar.

         Bencana banjir dan longsor tersebut menelan delapan korban jiwa, enam akibat tanah longsor, dua orang korban banjir meninggal, serta dua korban luka berat.

         Ia mengatakan penanganan tanggap darurat di bawah pos komando menunjukkan kemajuan cepat, dimana pemulihan dini yang dilakukan pemerintah dan pemangku kepentingan terkait pada beberapa sektor.

         Mulai dari air bersih, melalui saluran PDAM telah mengaliri sampai ke Pangkalan, namun belum sampai di Wilayah Kapur IX karena  terkendala mobilisasi dan pemasangan pipa yang berlokasi di dasar sungai.

         Untuk jaringan listrik, fasilitas umum, infrastruktur jalan, dan jaringan telekomunikasi sedang dikebut perbaikannnya.

         Sebelumnya Bupati Limapuluh Kota, Irfendi Arbi mengatakan pemerintah setempat memperpanjang masa tanggap darurat bencana banjir dan longsor selama tujuh hari, dimual dari 10 hingga 17 Maret 2017.

         Perpanjangan masa tanggap darurat tersebut diperpanjang karena kondisi daerah itu pascabencana masih cukup berat.

         Kondisi medan yang berbukit dan terjal membuat tim tidak dapat melaksanakan pendistribusian logistik serta memberikan bantuan dengan peralatan manual atau seadanya.

         Disisi lain, keberadaan posko utama yang jauh juga menyulitkan untuk menjangkau nagari (desa adat) terisolasi sehingga membutuhkan banyak waktu.

         Selain itu titik koodinat nagari yang terisolasi tidak akurat dan sulit dijangkau serta menyulitkan tim untuk pendistribusian logistik lewat jalur udara.

         "Berdasarkan pertimbangan dari fakta-fakta yang ditemukan di lapangan pada wilayah-wilayah yang terdampak bencana, maka kami menetapkan masa tanggap darurat diperpanjang tujuh hari ke depan," kata dia.

         Dalam kondisi seperti itu maka pelayanan, kesehatan, sarana dan prasarana, penyedian air mimum, logistik dan sebagainya belum kembali normal. (*)

Pewarta : Mardikola Tri Rahmat
Editor :
Copyright © ANTARA 2024