Jakarta, (Antara Sumbar) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memastikan wilayah Arun Lhokseumawe siap diajukan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dengan nilai investasi mencapai 3,8 miliar dolar AS atau Rp50,5 triliun dalam 10 tahun mendatang.

         "KEK Arun Lhokseumawe ini sudah memenuhi syarat dari semua aspek, sehingga akan segera kita usulkan kepada Presiden," kata Darmin seusai rapat koordinasi membahas KEK di Jakarta, Senin (30/1) malam.

         Darmin mengatakan pengembangan KEK yang terletak di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ini telah diminati oleh Konsorsium BUMN maupun BUMD yaitu PT Pertamina, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Pelindo I, dan Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh.

         Untuk itu, tambah dia, KEK yang luasnya mencapai 2.622 hektare ini akan ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo melalui penerbitan Peraturan Pemerintah dan nantinya diperkirakan mampu menyerap 40.000 orang tenaga kerja baru.

         Darmin menjelaskan, rencana bisnis di KEK Arun Lhokseumawe mencakup pengembangan industri sektor energi minyak dan gas, regasifikasi LNG, LNG hub atau trading, LPG hub atau trading, Mini LNG Plant PLTG dengan pengembangan pembangkit listrik yang ramah lingkungan.

         Kemudian, pengembangan kluster industri petrokimia yang ramah lingkungan, pengembangan agro industri pendukung ketahanan pangan, pemanfaatan potensi bahan baku pertanian serta pengembangan berbagai jenis usaha agro industri dan turunannya.

         Selain itu, pengembangan infrastruktur logistik untuk mendukung 'input' dan 'output' dari industri minyak dan gas, petrokimia dan agro industri, melalui peningkatan infrastruktur pelabuhan dan dermaga berstandar internasional serta industri penghasil kertas kantong semen (kertas kraft).

         Dalam rapat koordinasi tersebut, ikut dibahas mengenai usulan pengembangan KEK lainnya seperti di Galang Batang, Bintan dan Pulau Asam, Karimun yang masing-masing berlokasi di Kepulauan Riau.

         Namun, menurut Darmin, Bintan belum bisa diusulkan ke Presiden menjadi KEK karena masih ada beberapa masalah administratif yang perlu dibereskan terlebih dulu.

         "Sebetulnya KEK Bintan ini juga sudah siap. Tetapi ada satu atau dua hal yang perlu dibereskan dulu, setelah itu langsung kita usulkan juga ke Presiden," jelasnya.

         Nilai investasi KEK Bintan yang memiliki luas lahan 2.590 hektare ini diperkirakan mencapai Rp36,25 triliun dengan proyeksi penyerapan tenaga kerja hingga 23.200 orang.

         Pengusul KEK ini adalah PT Bintan Alumina Indonesia yang memiliki rencana bisnis antara lain pengolahan dan pemurnian bijih bauksit menjadi alumina, pengolahan alumina menjadi aluminium ingot,  pengembangan PLTU dan pengembangan pelabuhan bongkar muat.

         Sedangkan KEK Karimun, yang memiliki luas lahan 351 hektar dengan pengusul PT Nusatama Properta Panbill serta memiliki rencana bisnis dalam bidang minyak dan gas, "cold storage", dan galangan kapal, masih perlu dibahas lebih mendalam lagi.

         Sekretaris Dewan Nasional KEK, Enoh Suharto Pranoto memastikan usulan KEK Arun Lhokseumawe akan diajukan Dewan Nasional KEK ke Presiden dalam waktu cepat.

         Untuk usulan KEK Bintan, kata dia, masih terkendala beberapa masalah yang sifatnya administratif seperti masalah komitmen pemerintah daerah untuk memberikan fasilitas dan kemudahan investasi kepada para investor.

         "Itu wujudnya adalah nota kesepahaman antara Bupati dengan DPRD setempat," jelas Enoh.

         Enoh menambahkan masalah lainnya adalah izin lokasi yang harus diterbitkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional serta izin reklamasi dari Kementerian Perhubungan.

         Menurut Enoh, apabila persoalan itu selesai maka Dewan Nasional KEK segera memberikan rekomendasi kepada Presiden untuk menetapkan Bintan menjadi KEK.

         "KEK Bintan itu masalahnya administratif saja, bukan rencana bisnis. Kalau rencana bisnis sudah bagus. Kawasan ini juga sudah dimatangkan lahannya," ujar Enoh.

         Terkait KEK Karimun, Enoh menjelaskan masalah yang dihadapi adalah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang masih berupa kawasan hutan, sehingga harus direvisi menjadi kawasan industri terlebih dulu.

         "Sebetulnya di tingkat provinsi, RTRW sudah diubah jadi industri. Cuma harus diikuti oleh RTRW Kabupaten Karimun yang harus dibahas antara Bupati dengan DPRD. Selain itu, masih ada beberapa dokumen yang perlu dilengkapi juga," ungkapnya. (*)

Pewarta : Satyagraha
Editor :
Copyright © ANTARA 2024