Sawahlunto, (Antara Sumbar) - Jajaran Polres Sawahlunto, Sumatera Barat (Sumbar), memetakan sejumlah titik rawan konflik sosial di beberapa kawasan perbatasan wilayah antar daerah di kota itu.

         "Pemetaan tersebut bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya gangguan kamtibmas akibat perbedaan pendapat oleh beberapa kelompok masyarakat adat terkait batas ulayat," kata Kapolres setempat, AKBP Riyadi Nugroho SIK di Sawahlunto, Selasa.

         Menurutnya, keberadaan sumber daya alam seperti mineral dan kawasan hutan dan lahan menjadi pemicu utama terjadinya konflik tersebut seperti yang terjadi di beberapa titik perbatasan antara Kota Sawahlunto dengan Kabupaten Sijunjung dan Solok.

         Jika tidak diantisipasi sejak dini, lanjutnya, bibit konflik tersebut dikhawatirkan akan terus meluas hingga sulit untuk diupayakan jalan penyelesaiannya.

         "Untuk mendorong upaya tersebut dibutuhkan dorongan dari seluruh pemangku kepentingan serta regulasi-regulasi yang dapat dijadikan acuan untuk dipatuhi oleh semua pihak terkait," kata dia.

         Dia menambahkan untuk mengawal setiap kesepakatan yang dilahirkan para pihak terkait, ia bersama jajarannya akan membentuk wadah Musyawarah Nagari (MUSRI) di setiap desa yang ada.

         Hal itu, lanjutnya bertujuan untuk mewadahi setiap kearifan lokal masyarakat adat terkait pemberian sanksi terhadap pelanggaran oleh kaumnya serta sarana dalam menyatukan pendapat antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok lainnya demi menjaga keutuhan dan semangat kebersamaan.

         "Biasanya pemberlakuan sanksi adat lebih diakui dan memiliki dampak besar dalam menjaga keselarasan kehidupan bermasyarakat," ujar dia.

         Sanksi-sanksi tersebut, tambahnya akan didorong secara bersama agar diakui sebagai produk hukum tetap pada tingkat pengadilan demi memberikan kepastian hukum bagi setiap individu masyarakat adat itu sendiri.

         Terkait hal tersebut, Sekretaris komisi I DPRD Kota Sawahlunto, Epy Kusnadi SH menegaskan sejauh ini pihaknya terus berupaya mendorong setiap upaya penyelesaian di setiap tingkatan.

         "Bahkan kami juga telah mengupayakan urusan pertanahan tersebut dikelola oleh satu dinas bertipe C, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 18 tahun 2016 tentang Struktur Organisasi Perangkat Daerah," jelasnya.

         Namun, lanjutnya pihak pemerintah daerah setempat tidak sependapat dan memutuskan untuk menjadikan urusan tersebut dikelola oleh satu bidang setelah melalui pembahasan yang cukup alot bersama unsur DPRD setempat.

         Pihaknya mengapresiasi atas upaya jajaran kepolisian dalam mengakui kearifan lokal sebagai bentuk penyelesaian suatu masalah yang timbul di tengah masyarakat.

         "Yang terpenting adalah bukan banyaknya kasus yang berhasil diungkap melainkan bagaimana situasi kamtibmas berlangsung kondusif tanpa meninggalkan azas penegakan hukum yang berkeadilan serta memenuhi rasa keadilan orang banyak," tegasnya. (*)

Pewarta : Rully Firmansyah
Editor :
Copyright © ANTARA 2024