Secara nasional perkembangan  perbankan syariah dalam 10 tahun terakhir tumbuh cukup siginifikan dilihat dari total aset yang meningkat 14 kali lipat dari Rp21,5 triliun pada 2015 menjadi Rp296,2 triliun pada 2015. 

Tidak hanya itu pada 2015 pembiayaan yang disalurkan bank syariah hingga Desember 2015 telah mencapai Rp212,9 triliun dan penghimpunan dana pihak ketiga sebesar Rp231,2 triliun.

Angka tersebut merefleksikan  semakin meningkatnya kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dan mengelola dananya lewat bank syariah serta semakin kompetitifnya bank syariah di Tanah Air. 

Hingga Februari 2016 tercatat sebanyak 12 bank umum syariah, 22 unit syariah dan 163 Bank Perkreditan Rakyat Syariah dengan 2.747 jaringan kantor. Tidak hanya itu layanan bank syariah juga telah didukung oleh 49 ribu jaringan ATM bersama dan 88 ribu jaringan ATM prima untuk mempermudah transaksi keuangan.      

Berdasarkan data yang dihimpun pada tingkat dunia posisi Indonesia menempati peringkat ke-9 dalam hal aset keuangan Islam terbesar di dunia dan berada pada urutan pertama negeri jiran Malaysia diikuti Arab Saudi.

Jika dilihat ke belakang perkembangan bank syariah di Indonesia dimulai sejak 1990 berawal dari rekomendasi dalam Forum Musyawarah Nasional Alim Ulama tentang bunga bank. 

Pada waktu itu terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama, ada yang menyatakan halal, ada yang menyatakan haram dan ada yang berpendapat bahwa bunga bank statusnya subhat.

Akan tetapi forum tersebut merekomendasikan agar segera diupayakan dan ditempuh langkah-langkah untuk terwujudnya sebuah lembaga keuangan terutama bank yang tidak berdasarkan pada sistem bunga.

Rekomendasi MUI tersebut kemudian didukung dan diprakarsai oleh beberapa pejabat pemerintah, para pengusaha perbankan  dan kemudian Presiden Soeharto  dan Wakil Presiden Soedharmono bersedia menjadi pendukung utama agar didirikan sebuah lembaga perbankan yang tidak berbasis bunga yang kemudian diberi  nama Bank Muamalat Indonesia.

Sepanjang 2016 dukungan terhadap eksistensi bank syariah terus bergulir salah satunya dengan diluncurkannya Kampanye Aku Cinta Keuangan Syariah oleh Presiden Joko Widodo pada 14 Juni 2016.

Meski pun demikian jika dibandingkan dengan kapitalisasi aset bank konvensional , perkembangan bank syariah masih tertinggal dan jika berkaca ke Malaysia aset perbankan syariah di negara itu mencapai 423,2 triliun.

Artinya pangsa pasar perbankan syariah masih luas dan jika digarap dengan serius tentu akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi umat Islam.

Namun  tentu yang paling prinsipil perlu diulas dibalik lahirnya bank syariah adalah hukum bunga bank itu sendiri.

Menurut praktisi keuangan dan perbankan syariah  Syafii Antonio bunga, pinjaman uang, modal, barang dalam segala bentuk dan macamnya baik untuk tujuan konsumtif maupun produktif dengan tingkat bunga yang rendah ataupun tinggi adalah riba karena itu dalam bank Islam sistem bunga tidak dapat diterapkan karena mengandung unsur riba.

Ia menegaskan larangan riba dalam Islam hakikatnya adalah penolakan terhadap risiko finansial tambahan yang diterapkan dalam transaksi keuangan atau modal jual beli yang dibebankan pada satu pihak saja. 

Ia menjelaskan ada perbedaan mendasar antara investasi dengan membungakan uang. Investasi merupakan kegiatan usaha yang mengandung risiko karena berhadapan dengan ketidakpastian dan perolehan kembalinya tidak pasti atau tidak tetap. Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung risiko karena perolehan kembali berupa bunga relatif pasti dan tetap.

Dalam bank syariah  prinsip keadilan diwujudkan melalui keseimbangan dalam kepentingan dimana kepentingan nasabah dan debitur diharmonisasikan dengan dengan menawarkan nilai harapan tingkat konversi (tingkat pengembalian ) bagi hasil.

Lalu pertanyaan yang muncul adalah darimana bank syariah memperoleh laba jika tidak dibolehkan memungut bunga ?. Ternyata bank syariah punya konsep bagi hasil yang dinilai lebih adil.

Logika sederhananya adalah saat nasabah memiliki dana maka dikelola oleh bank syariah dan ketika hasilnya baik nasabah akan mendapatkan keuntungan yang bisa saja lebih besar nilainya dibandingkan bunga tabungan biasa. Bahkan pada 2008 bank syariah tetap mampu memberikan bagi hasil hingga tujuh sampai delapan persen.

Tidak hanya itu bank syariah  sebagaimana bank umum lainnya juga mempunyai tujuan bisnis,  namun bisnis yang dijalankan tidak bebas nilai (value free). Hubungan yang terjalin antara bank syariah dengan nasabah bukan hanya sebatas bisnis tetapi ada hubungan yang lebih tinggi yaitu mengharap ridha Allah.

Kemudian  muncul pertanyaan mengapa ketika sistem dan fasilitas yang ditawarkan bank syariah lebih menguntungkan namun masyarakat masih memilih bank konvensional.

Ternyata secara umum tipologi masyarakat Indonesia dalam menggunakan jasa perbankan dapat dibagi kepada tiga bentuk sebagaimana identifikasi nasabah perbankan yang diungkapkan oleh Karim Busines Konsulting.

Pertama ada orang-orang yang masuk pada kategori conventional loyalist yaitu orang-orang yang menggunakan jasa bank konvensional dan merupakan nasabah loyal terhadap bank yang digunakannya. Pada hari ini jumlah nasabah bank dengan karakter conventional loyalis sebanyak 23 persen dari total masyarakat Indonesia yang mengunakan jasa bank.

Kedua, Floating market Merupakan orang-orang yang dalam menggunakan jasa bank lebih berorientasi pelayanan yang mengedepankan profesionalitas dan rasionalitas profit yang didapatkan. Biasanya pilihannya tidak terpaku ada sistem dari bank tersebut apakah syariah atau konvensional tapi mereka lebih melihat mana yang lebih menguntungkan. Jumlah dari kelompok floating market ini berjumlah 74 persen dari total seluruh nasabah bank yang ada.

Ketiga, Sharia loyalist yang merupakan nasabah bank syariah yang loyal. Mereka memilih bank syariah dan loyal didasarkan pada prinsip dan keyakinan yang mereka anut terhadap bunga bank. Mereka punya pandangan bahwa bunga bank hukumnya haram karena itu berdasarkan prinsip dan keyakinannya mereka lebih memilih bank syariah. Di Indonesia pada hari ini sharia loyalist hanya berjumlah  sekitar tiga  persen.

Dari pemetaan tersebut dapat dipahami mengapa masih sedikit yang menggunakan bank syariah karena lebih banyak masyarakat yang berada pada kategori floating market sehingga ini menjadi pekerjaan rumah bagi bank syariah untuk terus melakukan sosialisasi.

Sosialisasi yang dimaksud adalah keutamaan bank syariah, sistem yang lebih adil, hingga fasilitas dan layanan yang tidak kalah dengan bank konvensional sehingga hadir transaksi keuangan yang lebih bersih dan bebas riba. 

Harus diakui bank syariah punya banyak kelebihan dan keunggulan akan tetapi banyak masyarakat yang tidak mengetahuinya karena itu  perlu melakukan promosi dan sosialisasi yang lebih intensif tentang bagaimana sebenarnya bentuk dan sistem operasinya.

Keluarnya fatwa MUI tentang pengharaman bunga bank pada hakikatnya semakin mengokohkan eksistensi bank syariah karena itu peluang tersebut harus dimanfaatkan  dengan mengedepankan profesionalisme dan peningkatan kualitas   layanan pada masyarakat 


Pewarta : Ikhwan Wahyudi
Editor :
Copyright © ANTARA 2024