Padang, (Antara Sumbar) - Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sumatera Barat (Sumbar), akan melakukan sosialisasi pemberantasan terorisme dalam bentuk kunjungan media dan dan diseminasi peliputan terorisme kepada jurnalis.

         "Pencegahan terorismen melalui media dipandang penting karena perannya strategis dalam menyebarluaskan informasi ke masyarakat," kata Ketua Bidang Media Massa, Hubungan Masyarakat, dan Sosialisasi FKPT Sumatera Barat, Eko Yanche Edrie di Padang, Senin.

         Menurut dia   untuk kegiatan kunjungan media  direncanakan mengunjungi empat redaksi media massa di Kota Padang, yaitu RRI Padang, Harian Umum Singgalang, TVRI Sumatera Barat, dan Harian Umum Padang Ekpress (Grup Jawa Pos).

         "Di RRI rencananya akan ada dialog interaktif,"  tambah dia.

         Selain itu FKPT akan menggelar  diseminasi pedoman  peliputan  terorisme dan peningkatan profesionalisme media massa  dalam meliput isu-isu terorisme  di Padang pada 16 Agustus 2016.

         Akan tampil  sebagai narasumber untuk kegiatan tersebut adalah Anggota Dewan Pers, Imam Wahyudi dan Anggota Majelis Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Willy Pramudya, ujar dia.

         "Untuk Diseminasi Pedoman Peliputan Terorisme peserta kami rencanakan  150 orang, yang terdiri atas unsur jurnalis, humas, dan mahasiswa anggota pers kampus," lanjutnya.

         Terkait ancaman terorisme di Sumatera Barat, Eko mengemukakan selama ini masih relatif aman. Meski demikian kewaspadaan  tetap harus dikedepankan, terlebih dengan status Ranah Minang sebagai salah satu daerah tujuan wisata yang banyak dikunjungi wisatawan dari dalam dan luar neger,i.

         FKPT adalah organisasi nonprofit yang dibentuk oleh Badan Nasional Penanggulangan  Terorisme (BNPT) di seluruh provinsi se-Indonesia, sebagai mitra strategis dalam melaksanakan kegiatan pencegahan terorisme di daerah.

         Sebelumnya  Ketua  Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo mengkritik pola pemberitaan sejumlah media massa di Tanah Air  tentang terorisme karena dinilai   melanggar etika.

         "Satu-satunya negara di dunia yang medianya ceroboh dalam memberitakan operasi penangkapan teroris dengan menggelar siaran langsung secara detail hanya di Indonesia,  kata dia .

         Menurut dia  di negara lain tidak pernah ada media yang menyiarkan secara langsung operasi penangkapan teroris karena dikhawatirkan bisa menggagalkan operasi.

         "Di seluruh dunia tidak ada siaran seperti itu, di Indonesia awalnya sekilas info malah berlanjut menjadi siaran langsung sembilan jam, itu tidak boleh," ujar dia.

         Ia mengatakan  Dewan Pers telah menyusun peraturan tentang peliputan terorisme yang tertuang dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/IV/2015.

         Aturan tersebut mengatur  tentang bagaimana seharusnya wartawan dan media massa menyiarkan berita terorisme diantaranya menempatkan kepentingan publik diatas kepentingan jurnalistik, ujar dia.

         Wartawan tidak boleh menyembunyikan informasi dengan alasan mendapatkan liputan eksklusif karena keselamatan nyawa orang banyak diatas kepentingan berita, sebutnya. (*)

Pewarta : Ikhwan Wahyudi
Editor :
Copyright © ANTARA 2024