Di era persaingan menarik investor asing yang sangat ketat apalagi dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), berbagai upaya terus ditempuh Pemerintah Indonesia untuk terus memudahkan berinvestasi.

        Indonesia menurut berbagai kalangan dinilai merupakan salah satu negara yang menarik untuk investasi, mengingat potensi ekonomi yang luar biasa besar serta infrastruktur yang terus membaik.

        Investor, baik itu lokal maupun asing, umumnya memiliki permintaan sama, yaitu mereka ingin pengurusan izin investasi tak berbelit, ringkas dan cepat serta tak bertele-tele sehingga tak makan waktu banyak.

        Salah satu keluhan yang disampaikan investor selama ini adalah berbagai peraturan daerah (Perda) dinilai banyak yang tak pro investor karena menyulitkan permohonan izin sehingga investor banyak yang enggan untuk berinvestasi.

        Pemerintah pusat pun menyadari bahwa hal itu tak bisa dibiarkan lama-lama karena berhasil menarik investor sebanyak mungkin berarti mampu menyerap banyak tenaga kerja dan pada akhirnya pertumbuhan ekonomi akan meningkat, yang pada akhirnya mampu bersaing di dunia internasional.

        Setelah melalui berbagai kajian, Presiden Joko Widodo membatalkan 3.143 Perda yang bermasalah, yakni menghambat kapasitas nasional, menghambat kecepatan untuk memenangkan kompetisi serta bertentangan dengan semangat kebhinnekaan dan persatuan.

        Ada empat kriteria Perda yang dibatalkan, yakni Perda yang menghambat pertumbuhan ekonomi daerah dan memperpanjang jalur birokrasi.

        Selanjutnya Perda yang menghambat proses perizinan dan investasi, ketiga Perda yang menghambat kemudahan berusaha, dan keempat Perda yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

        "Saya tegaskan bahwa pembatalan ini untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang besar, yang toleran dan yang memiliki daya saing," kata Presiden yang didampingi Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

        Sebagai bangsa besar, Indonesia harus menyiapkan diri sehingga mempunyai kapasitas nasional yang kuat yang tangguh untuk menghadapi persaingan antarnegara yang semakin ketat. Dan sebagai bangsa yang majemuk, juga harus memperkuat diri dengan semangat toleransi dengan persatuan di tengah kebhinekaan.

        Untuk itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus menjadi satu kesatuan yang utuh dan memiliki visi yang sama serta saling berbagi tugas.

        Sebanyak 3.143 Perda yang dibatalkan ini dinilai menghambat investasi dan pemerintah ingin memotong jalur panjangnya birokrasi di daerah dari paket kebijakan pemerintah yang sudah diterapkan dan daerah harus mengikutinya.

        Perda yang dibatalkan ini karena menghambat pertumbuhan ekonomi daerah. Dicontohkan, jika akan membuat usaha di daerah pengusaha tidak harus ada izin prinsip, tidak perlu harus ada izin usaha, tidak perlu harus ada IMB, tetapi cukup satu saja izin usaha.

        Perda yang dibatalkan ini termasuk retribusi-retribusi yang tidak perlu, termasuk izin-izin gangguan yang masih menggunakan peraturan zaman Belanda.

        Daftar Perda yang telah dibatalkan ini atas inisiatif Gubernur sendiri karena dinilai menghambat investasi karena perizinan yang terlalu panjang dan dianggap bermasalah.

        Langkah pemerintah tersebut tentu saja diapresiasi oleh sejumlah pengusaha yang menjadi pihak sangat berkepentingan dengan penghapusan sejumlah Perda yang dinilai menghambat investasi.

        Salah satunya Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo dalam rangka mencabut sebanyak 3.143 Perda yang dinilai bermasalah antara lain karena menghambat investasi.

        "Kami dalam posisi mengapresiasi. Ini sebuah langka berani dari Presiden dan beliau menunjukkan negara berdaulat di semua wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Ketua Umum Hipmi Bahlil Lahadalia.

        Para pengusaha menilai keputusan itu merupakan sebuah langkah berani dan semestinya sudah harus dilakukan sejak pemerintahan sebelumnya dan integrasi NKRI tidak hanya dari aspek geografis dan keamanan, tapi juga dari aspek hukum dan politik hingga perekonomian.

        Atas adanya pencabutan Perda-Perda tersebut, lanjutnya, maka kedaulatan politik kenegaraan melalui kewenangan Presiden kembali ditegakkan.

        Negara memang wajib menjamin tidak ada aturan-aturan di daerah yang memperlambat pertumbuhan, pemerataan ekonomi, investasi, menghambat pembangunan dan melawan kebhinnekaan.

        Kalau ingin maju cepat jangan ada daerah yang seenaknya membuat Perda yang tidak produktif karena dipastikan akan ketinggalan dari daerah lainnya yang Perdanya justru lebih inovatif dan mutakhir mendorong perekonomian.

        Meskipun Presiden Jokowi sudah menghapus 3.143 Perda yang menghambat investasi, namun pemerintah pusat perlu menghormati hak otonomi daerah bagi pemerintahan daerah dalam membentuk peraturan daerah yang dilindungi konstitusi RI.

        Hal itu mengingat hak otonomi masing-masing daerah yang dilindungi UUD 1945 Pasal 18, 18A, dan 18B dalam menetapkan peraturan daerah, sehingga pemerintah pusat tidak boleh langsung mencabut peraturan daerah tanpa lewat kajian yang matang.

        Pemerintah pusat harus mengakui dan menghormati produk peraturan daerah yang telah dibuat dengan tahapan proses pembahasan berdasarkan kearifan lokal.

        Selain itu pemerintah dalam mencabut Perda harus hati-hati dan memperhatikan segala aspek, tidak hanya menggunakan kacamata 'untuk mengundang investasi'.

        Pusat juga harus mempertimbangkan moralitas, norma, nilai agama, norma masyarakat daerah, dan kondisi generasi masa depan bangsa Indonesia.

        Seperti di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, pemerintah setempat siap mempertahankan peraturan daerah Islami.

        Pemerintah daerah setempat bahkan siap mempertahankan Perda Islami dan siap mengabaikan apapun kebijakan Kemendagri apabila menghapusnya.

        Dua Perda yang telah diterapkan Pemkab Banjar dan dikabarkan dihapus bersama 3.143 Perda lainnya, yakni Perda Ramadhan dan Perda Khatam Al Quran.

        Dua Perda yang sudah cukup lama diterapkan di Kabupaten Banjar itu mendukung budaya dan kearifan lokal masyarakat yang dikenal sebagai daerah religius tersebut.

        Namun Kementerian Dalam Negeri dengan cepat menegaskan bahwa tidak ada Perda bernuansa syariat Islam yang masuk dalam deregulasi 3.143 buah Perda yang dilakukan pemerintah pusat.

        Peraturan daerah yang dihapus adalah yang menghambat investasi dan dinilai dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. (*)

Pewarta : Ahmad Wijaya
Editor :
Copyright © ANTARA 2024