Sawahlunto, (Antara Sumbar) - Puluhan ekor kera liar terpantau menghuni kawasan hutan sekitar objek wisata pemandangan Puncak Cemara Kota Sawahlunto, Sumatera Barat (Sumbar), sejak beberapa bulan terakhir.
"Hingga saat ini populasinya sudah mencapai 50 ekor lebih, kera-kera itu biasanya terlihat di pepohonan sekitar kawasan ini," kata salah seorang pengelola objek wisata tersebut, Insan di Sawahlunto, Kamis.
Sejauh ini, lanjutnya, kawanan kera tersebut tidak pernah mengganggu pengunjung meskipun berada cukup dekat dengan mereka, bahkan sebagian pelancong sering terlihat memberi makan hewan - hewan liar tersebut.
Sehingga hewan anggota superfamilia Hominoidea dari ordo Primata yang dalam bahasa setempat disebut "Cigak", seakan tumbuh menjadi ikon baru objek wisata tersebut disamping suguhan bentangan alam kota tua cagar budaya nusantara yang diusulkan menjadi cagar budaya dunia itu.
Terkait minat kunjungan pelancong ke kawasan Puncak Cemara, dia mengaku peningkatannya cukup tinggi dan para pengunjung tersebut sebagian berasal dari daerah-daerah di luar Kota Sawahlunto.
"Jelang memasuki bulan suci Ramadhan tahun ini juga terlihat lebih ramai dari sebelumnya, biasanya mereka kesini untuk makan bersama sambil menikmati pemandangan alam," tambah dia.
Sementara itu, salah seorang pengunjung asal daerah setempat, Yovan(17) mengaku sangat tertarik dengan kehadiran kawanan kera liar di kawasan tersebut.
"Saya jadi sering kesini karena ingin memberi makan kera-kera itu dengan cara melemparnya dari kejauhan, untuk berada terlalu dekat saya tidak berani karena takut digigit dan terkena rabies," kata dia.
Pegunjung lainnya, Katrina (25) menambahkan keberadaan hewan liar tersebut memang cukup menjadi daya tarik tersendiri, namun dibutuhkan penanganan yang cermat dari pihak pengelola objek wisata agar tidak terjadi serangan terhadap manusia.
"Yang paling sederhana bisa berupa papan pemberitahuan agar tidak mengganggu populasi serta larangan untuk berada terlalu dekat dengan kawanan kera itu," ujar dia.
Selain itu, ia juga menyarankan agar penataan kawasan tersebut tetap mengacu pada nilai-nilai pelestarian alam seperti yang sudah dilakukan saat ini, agar habitat hewan liar lainnya tidak terganggu sehingga memicu gangguan dan ancaman baik bagi wisatawan maupun masyarakat sekitar.
Peningkatan jumlah kunjungan tersebut juga memberi keuntungan tersendiri bagi pedagang kuliner di objek wisata tersebut, menurut seorang pedagang setempat, Yosi (32) mengaku omzet penjualannya mengalami peningkatan cukup tinggi dari sebelumnya.
"Transaksi jual beli saya belakangan ini minimal bisa mencapai Rp200 ribu, sebelumnya hanya berkisar rata-rata sekitar Rp75 ribu hingga Rp125 ribu per hari," ungkapnya. (*)