Dedi Ransom menikmati pemandangan hamparan kebun buah naga miliknya di daerah Pekonina, Solok Selatan. Sesekali ia berbincang dengan Anton, buruh yang turut membantunya membersihkan kebun seluas 1,5 hektare tersebut.

         Dalam buaian embusan angin sepoi-sepoi dan ditemani segelas kopi pada Sabtu (9/4) siang itu, pria 45 tahun tersebut menceritakan awal merintis kebun buah naga di lahan pada ketinggian sekitar 900 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu. Ia mulai mengembangkan kebun buah naga pada 2011.

         Ia pertama kali mengetahui nama buah naga ketika melihat sebuah iklan di salah satu media cetak di Sumbar yang berbunyi, bagi petani buah naga diharapkan berkumpul untuk membentuk asosiasi petani kebun naga.

         Kala itu muncul pertanyaan seperti apa buah naga itu karena dirinya baru pertama kali mendengarnya. "Namanya aneh, buah naga. Seperti apa bentuknya dan rasanya. Di mana mendapatkan bibitnya. Bagaimana memeliharanya saya sama sekali belum tahu," katanya.

         Dengan bermodal lembaran iklan itu, ia kemudian menghubungi salah satu nomor kontak yang tertera dalam iklan tersebut.      

    "Kemudian saya mulai belajar menanam buah naga, bagaimana mendapatkan bibit dan pemeliharaan dan pasarnya," kata pria yang berprofesi sebagai karyawan salah satu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Solok Selatan itu.

         "Saya menimba ilmu ke Pak Asril Syarif di Lubuk Minturun dan Pak Arif di Lubuk Alung. Dari beliau berdua saya memperoleh ilmu itu," katanya mengenang.

         Usai menimba ilmu, dirinya kemudian mencoba menanam di lahan yang dibelinya pada 2010 seluas dua hektare.

         Sebagai uji coba, Dedi menanam buah naga dengan sistem jemuran seluas empat patok (satu patok berukuran 20 x 20 meter).  Lahan empat patok itu, ia tanami 600 bibit buah naga.

         Dalam perjalanan waktu, hingga lebih delapan bulan buah naga yang ditanamnya belum juga berbunga. Sementara jika ditanam di daerah pesisir, tanaman jenis kaktus itu telah berbuah pada umur 8 bulan.

         "Saya sempat putus asa. Setelah umur setahun, dari 600 batang buah naga yang saya tanam, baru lima batang yang berbunga. Tapi ini sudah melegakan saya," kata lulusan sekolah tinggi teknik di Padang ini.

         Seminggu kemudian, sekitar sepuluh batang buah naga tersebut kembali berbunga. Dari sepuluh batang tersebut, yang berbuah cuma lima batang.

         "Untuk proses pembuahan harus dibantu penyerbukannya. Bunga buah naga mekar pada malam hari. Jadi penyerbukannya saya lakukan mulai pukul 19.30 WIB," jelasnya.

         Pemeliharaan buah naga di dataran tinggi, katanya, tidak jauh beda di daerah pesisir, mulai dari penanaman, perawatan, pemupukan dan panen.

         Yang membedakan, katanya, jangka waktu berbuah. Jika di daerah pesisir, buah naga berbuah pada usia delapan bulan, sementara untuk di dataran tinggi pada bulan kelima belas bulan.

         "Sementara dari bisul bunga hingga buah, proses waktunya di dataran tinggi seperti Pekonina ini mencapai 60 hari, sementara di daerah pesisir 50 hari. Jadi beda 10 hari," terangnya.

         Secara tahap demi tahap, sarjana teknik ini memperluas area perkebunan buah naganya. Kini, ia telah memiliki 1,5 hektare kebun buah naga yang berada di daerah Pekonina, Nagari Alam Pauh Duo, Kecamatan Pauh Duo.

         Di lahan tersebut, tumbuh dengan subur 2.500 batang buah naga yang telah berproduksi sekitar 2 ton. "Rata-rata berat satu buah naga dari perkebunan ini 5--7 ons," katanya.

         Meskipun belum membuahkan hasil seperti keinginannya, namun Dedi tidak patah arang. Secara perlahan, ia mulai memperluas kebun buah naga dan mengajak saudaranya untuk turut serta menanam buah dari  marga Hylocereus dan Selenicereus itu.

         "Kebun di atas itu, bekas kebun jeruk milik adik. Sekarang kami ganti dengan buah naga. Luasnya satu hektare yang ditanami 3.000 batang buah naga," katanya.

         Ia bermimpi, kebun buah naga yang ia miliki bersama keluarga itu bisa dikembangkan menjadi agrowisata.

         "Tak jauh dari kebun saya ini ada objek wisata permandian air hangat yang kini sedang dikembangkan oleh pemerintah daerah. Ini peluang untuk pengembangan agrowisata buah naga yang disinergikan dengan pengembangan pariwisata oleh pemerintah," katanya.

Potensi

   Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Peternakan dan Perikanan Solok Selatan, Vera Septaria, menyebutkan daerah itu memiliki potensi untuk pengembangan buah naga. Buah naga di daerah itu dikembangkan pertama kali pada tahun 2011 di Pekonina.

         Yang menjadi kendala, sebutnya, perlu dilakukannya rekayasa tanam karena buah naga hanya bisa tumbuh dan berbuah di dataran rendah atau daerah pesisir.

         "Petani di sini belum begitu tertarik dengan buah naga. Jika ingin menanam medianya harus dicampur dengan pasir. Mungkin karena cara menanamnya terlalu rumit," katanya.

         Meskipun begitu,  buah yang berasal dari Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan itu memiliki pasar yang cukup menjanjikan di Solok Selatan.

         "Kebun naga yang di Pekonina itu saja belum mampu memenuhi pasar daerah ini," katanya.

         Vera menyebutkan, buah naga yang ditanam di kabupaten yang berada di perbatasan Kerinci, Jambi, itu memiliki beberapa keunggulan. Seperti, rasanya yang lebih manis dan ukuran buah yang lebih besar.

         "Bahkan ada yang sekilo cuma dua buah," ujarnya.

         Buah naga yang dikembangkan di daerah itu yang berwarna merah muda dengan isi merah pekat.

         Walaupun buah naga memiliki peluang untuk dikembangkan di Solok Selatan, namun, katanya, buah itu tidak masuk sebagai salah satu buah unggulan yang akan dikembangkan pada daerah itu.

         "Secara nasional maupun di tingkat provinsi,  buah unggulan yang dikembangkan, seperti jeruk, pisang, dan durian," ujarnya.

         "Walau tidak masuk dalam program unggulan, kami tetap membuat demplot di Pekonina," katanya menambahkan.

         Kebun buah naga yang berada di Pekonina tersebut, katanya, telah diregistrasi oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumbar. Dan kini dalam proses sertifikasi produk pertanian oleh Unit Pelaksana Teknis Badan (UPTB) Balai Pengawasan dan Sertifikasi Mutu Pangan (BPSMP) Sumbar.

         Sementara Ketua Komisi III DPRD Solok Selatan, Solikhin, mengatakan pihaknya mendorong Dinas Pertanian Peternakan dan Perikanan mengembangkan tanaman buah naga jika hal itu bisa meningkatkan perekonomian masyarakat.

         Selain itu, katanya menambahkan, pengembangan buah naga tidak hanya dalam satu kawasan, sehingga Dinas Pertanian Peternakan dan Perikanan potensi-potensi lahan lainnya untuk mengembangkan buah naga.

         "Jika memang bisa dalam satu kecamatan atau di kecamatan lainnya, itu akan lebih bagus. Apalagi harga buah naga saat ini sedang bagus. Ini perlu dilakukan uji coba penanamannya di daerah lain," katanya. (*)

Pewarta : Joko Nugroho
Editor :
Copyright © ANTARA 2024