Padang,  (Antara) - Penanggulangan bencana di daerah, selain harus ditunjang dengan APBD juga harus dibantu dengan APBN, karena tanpa itu, pelaksanaannya tidak akan maksimal.

         "Kemampuan fiskal masing-masing daerah ini berbeda-beda. Sebagian sangat lemah sehingga tidak bisa mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk kegiatan yang sifatnya tidak wajib seperti penanggulangan bencana ini. Padahal, potensi bencana pada musim penghujan ini cukup tinggi," kata Penjabat Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) sekaligus Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Reydonnizar Moenek.

         Ia mengatakan itu saat menyambut rombongan kunjungan kerja spesifik Komisi VIII DPR RI terkait potensi bencana daerah di ruang rapat gubernuran, Jumat.

         Menurut dia,  untuk daerah yang kemampuan fiskalnya belum cukup kuat seperti Sumbar, sebagian besar APBD dialokasikan untuk memenuhi anggaran wajib yaitu pendidikan sebesar 20 persen, kesehatan 10 persen dan belanja modal minimal 22,6 persen sesuai rata-rata nasional. Lebihnya baru untuk kegiatan lain.

         "Artinya, anggaran untuk kegiatan seperti penanggulangan bencana, tidak bisa maksimal," ujarnya.

         Ia mengatakan, solusinya adalah dengan menambah  kemampuan fiskal daerah menggunakan APBN.

         "Ini sangat dimungkinkan karena sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, penanggulangan bencana adalah urusan pusat yang kewenangannya diserahkan pada daerah, yang seharusnya juga diikuti dengan pengalokasian anggaran melalui sistem desentralisasi. Istilahnya, money follow function, " katanya.

         Sayangnya menurut dia, selama ini kewenangan telah diserahkan ke daerah, tetapi anggarannya tidak.

         "Anggarannya, tetap mengacu pada UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Perimbangan Keuangan, sehingga tidak ada singkronisasi," katanya.

         Akibatnya, menurut Moenek, pelaksanaan urusan yang telah diserahkan ke daerah itu menjadi tidak maksimal, termasuk penanggulangan bencana.

          "Sekarang, kita di Kemendagri sedang membahas untuk menyingkronkan dua UU ini," katanya.

          Pilihan lain menurutnya adalah dengan merealokasikan sebagian dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang ada pada kementerian lembaga (KL), menjadi sebesar-besarnya dana desentralisasi. Termasuk, untuk menyelesaikan urusan penanggulangan bencana.

         "Pemerintah pusat tinggal mengatur Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK), sementara daerah mengikuti," katanya.

         Pilihan lain yang juga memungkinkan menurut dia adalah realokasikan sebagian Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk memperbesar dana desentralisasi untuk penanggulangan bencana.

         Sementara itu, ketua rombongan Komisi VIII DPR RI Hamka Haq mengatakan, kunjungan kerja spesifik ke Sumbar bertujuan untuk memantau dan mengumpulkan data terkait bencana banjir dan longsor yang terjadi di Kota Padang beberapa waktu terakhir.

         "Ini adalah kunjungan spesifik pertama yang dilakukan oleh Komisi VIII DPR RI ke Sumbar. Mudah-mudahan apa yang ditemukan di lapangan nanti akan bisa ditindaklanjuti," katanya.

         Menurutnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merupakan mitra kerja Komisi VIII, karena itu bencana yang mengancam masyarakat adalah salah satu persoalan yang menjadi fokus kerja komisi itu.

         Apalagi, menurutnya, sebagian besar wilayah Indonesia, termasuk Sumbar sudah mulai memasuki musim hujan sehingga potensi terjadinya bencana banjir dan longsor sangat tinggi. (*)

Pewarta : Miko Elfisa
Editor :
Copyright © ANTARA 2024