Jakarta, (AntaraSumbar) - Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan bahwa proyek pembangunan listrik di Indonesia dalam jangka waktu lima tahun tetap berkapasitas 35.000 megawatt.

Terkait adanya pembicaraan dengan Direktur Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengenai pemangkasan proyek listrik menjadi berkapasitas 16.000 megawatt, Wapres membantah itu.

"Tidak benar itu, saya sudah cek ke Dirut PLN (Sofyan Basir), tidak ada pembicaraan itu. Siapa yang bilang berubah (ke 16.000 MW)? Yang menentukan 35.000 MW siapa? Memangnya Menko (Rizal Ramli) bisa mengubah (keputusan) Presiden," jelas Wapres Kalla di kantornya di Jakarta, Selasa.

Hal itu disampaikan Wapres dalam menanggapi pernyataan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Rizal Ramli yang menyatakan target proyek listrik paling memungkinkan dalam kurun waktu lima tahun hanya sebesar 16.000 MW hingga 18.000 MW.

"(Rizal Ramli) Tidak usah ngomong-ngomong lagi deh. Pokoknya kalau sudah ditetapkan, ya ditetapkan (35.000 MW)," tegasnya.

Rizal Ramli menilai proyek listrik berkapasitas 35.000 MW memerlukan waktu sedikitnya 10 tahun untuk mewujudkannya.  Sehingga, dia menyarankan sebaiknya untuk lima tahun pertama proyek listrik tersebut berkapasitas separuhnya.

"Setelah kami bahas, 35.000 MW tidak mungkin dicapai lima tahun, paling mungkin itu 10 tahun," kata Rizal usai menggelar rapat koordinasi tentang listrik di Kantor Kemenko Kemaritiman Jakarta, Senin (7/8).

Jika pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW selesai dalam lima tahun, maka akan ada kelebihan tenaga listrik (excess power) sebesar 21.000 MW, katanya.

"PLN akan mengalami kapasitas lebih dari beban puncak hingga 2019 yang menurut perhitungan kami sebesar 74.000 MW yaitu 21.331 MW kapasitas listrik yang idle (tidak terpakai)," ucapnya.

Sesuai aturan yang ada, lanjutnya, perusahaan listrik itu diharuskan membeli 72 persen dari nilai listrik yang ada, baik nantinya terpakai atau tidak.

"Kalau proyek 35.000 MW betul-betul dilaksanakan 2019, akan melebihi demand (permintaan) sehingga PLN wajib beli listrik swasta sebesar tidak kurang dari 10,763 miliar dolar AS per tahun," ujarnya. (*)

Pewarta : Fransiska Ninditya
Editor :
Copyright © ANTARA 2024

Terkait
Terpopuler