Sawahlunto,  (Antara) - Izin pembuangan limbah abu sisa pembakaran batu bara di PLTU Sijantang, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat (Sumbar), masih terkendala hingga saat ini. 

Kepala Bidang Lingkungan Hidup, Badan Lingkungan Hidup (BLH) setempat, Iwan Kartiwan di Sawahlunto, Rabu, mengatakan kendala itu disebabkan rekomendasi pihak Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH), yang menyaratkan kembali perubahan tata lokasi tempat pembuangan yang dinilai masih belum memenuhi standar keamanan dalam penanganan limbah.

"Kemiringan landfill masih terlalu curam dan harus disesuaikan kembali agar tidak menimbulkan efek longsoran serta memudahkan pengelolaan nantinya," kata dia.

Menurutnya, kendala izin tersebut mengakibatkan pengelolaan limbah abu batu bara yang dihasilkan pembangkit listrik bertenaga uap tersebut, berjalan mandek dan menumpuk di lokasi penumpukan sementara di sekitar pembangkit.

Kondisi tersebut, lanjutnya, juga dipicu oleh adanya aturan pembatasan berat angkut di ruas jalan kota itu dan mahalnya biaya izin pengangkutan limbah yang mengakibatkan biaya angkut yang harus dikeluarkan menjadi tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh pihak rekanan.

"Selama ini, satu-satunya tempat pelemparan limbah abu tersebut adalah ke pihak PT Semen Padang, dengan kondisi itu biaya yang harus dikeluarkan melampaui kemampuan satuan anggaran pembiayaan yang disediakan," jelas dia.

Sementara, lanjutnya, meskipun limbah tersebut bisa dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan batako dan lain sebagainya, juga tidak diminati akibat tingginya biaya ditimbulkan dalam mengurus izin pemanfaatan limbah oleh masyarakat setempat. 

Dia mengatakan, dalam proses perizinan tersebut pihaknya terus berusaha melakukan pembinaan sesuai tugas pokok dan fungsinya sebagai perpanjangan tangan pihak KLH di daerah.

"Sesuai aturan yang berlaku, segala proses perizinan dan pengelolaan biaya yang ditimbulkan merupakan kewenangan pemerintah pusat," kata dia.

Sebelumnya, pengelolaan abu batu bara sisa pembakaran di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sijantang, Sumatera Barat, masih menjadi polemik akibat status limbah itu yang masuk kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). 

Pelaksana Harian (PlH) Manajer PLTU Sijantang, Mustika Efendi, mengatakan seyogyanya limbah tersebut bisa dijadikan bahan baku produksi beberapa produk turunan berskala kecil, disamping sebagai bahan baku pembuatan semen.

Limbah tersebut hampir dipastikan sulit dimanfaatkan pada usaha-usaha kecil menengah untuk dijadikan produk turunan baru, karena harus mengantongi izin pemanfaatan limbah B3 dari pihak Kementerian Lingkungan Hidup.

"Dengan prosedur yang rumit dan membutuhkan biaya tinggi, tentu akan menghilangkan nilai ekonomis suatu produk yang dihasilkan kerena biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan keuntungan yang akan diperoleh," jelasnya.

Sejauh ini, lanjutnya, pemanfaatan limbah tersebut hanya diserap sebagai bahan baku pendukung produksi semen oleh pihak PT Semen Padang, karena mereka sudah mengantongi izin pemanfaatan limbah B3 dari pihak kementerian terkait.

"PLTU Sijantang menghasilkan abu sisa pembakaran batu bara sebesar 300 sampai 400 ton per harinya, dan hanya mampu diserap sebesar 100 ton per hari oleh pihak PT Semen Padang," kata dia. (*)

Pewarta : Rully Firmansyah
Editor :
Copyright © ANTARA 2024