Sawahlunto, (AntaraSumbar) - Kondisi persediaan batu bara di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sijantang, Sawahlunto, Sumatera Barat, kritis, kata Pelaksana Harian (PLH) Manajer PLTU tersebut, Mustika Effendi.

"Ini merupakan kondisi kritis pasokan terparah yang pernah terjadi, karena saat ini jumlah pasokan yang tersedia hanya berkisar 8600 ton atau setara dengan kebutuhan untuk tiga hari kedepan saja," katanya di Sawahlunto, Selasa.

Karena, lanjutnya, dengan kapasitas mesin pembangkit energi listrik saat ini yang menghasilkan daya sebesar 2x100 megawatt, membutuhkan bahan bakar batu bara sebanyak 2.000 ton per hari.

Ia mengatakan, pihaknya terus berupaya menjaga kelangsungan produksi energi listrik dengan kondisi yang ada, salah satunya dengan menurunkan daya produksi energi listrik menjadi setengah dari total daya yang bisa dihasilkan pembangkit listrik tersebut.

"Hal itu dilakukan untuk menjaga tersedianya pasokan batu bara jelang memasuki Idul Fitri 1436 Hijriyah," kata dia.

Menurutnya, dengan perhitungan kebutuhan dan sisa waktu yang ada, jumlah kuota penerimaan pengiriman dari pemasok ditetapkan sebesar 3.500 sampai 4.000 ton setiap harinya.

Ia mengatakan, pihaknya terus menggalang koordinasi dengan pihak pemasok batu bara agar bisa memenuhi kuota penerimaan sampai batas waktu tiga hari sebelum Idul Fitri dengan total jumlah cadangan sebesar 40.000 ton.

"Karena pemerintah melarang seluruh angkutan barang non-pangan dan BBM beroperasi di jalan sejak tiga hari sebelum Lebaran sampai tujuh hari setelah Lebaran yang merupakan puncak arus mudik dan arus balik," jelasnya.

PLTU Sijantang yang didesain menjadi pembangkit listrik yang berada di kawasan mulut tambang dan merupakan salah satu andalan PT PLN dalam memenuhi kebutuhan listrik masyarakat di wilayah Sumatera bagian tengah, kerap mengalami permasalahan pasokan batu bara pasca dihentikannya penambangan oleh pihak PT Bukit Asam-Unit Pertambangan Ombilin (BA-UPO).

Persediaan batu bara pun akhirnya dipasok oleh perusahaan tambang rakyat di kota itu dan hanya mampu memenuhi 50 persen dari total kebutuhan sehingga terpaksa ditambah dengan mendatangkan pasokan dari luar daerah Sawahlunto.

Mahalnya ongkos penambangan yang harus ditanggung perusahaan serta kondisi jalan menuju lokasi pembangkit, menjadi sebab utama menurunnya jumlah pasokan batu bara yang dibutuhkan dalam memproduksi energi listrik oleh PLTU tersebut.

Apabila kondisi ini tidak mendapatkan penanganan cepat oleh pihak terkait, dikhawatirkan produksi energi dari pembangkit itu akan berhenti dengan sendirinya sehingga berpotensi menimbulkan krisis energi listrik di pulau Sumatera. (cpw7)

Pewarta : Rully Firmansyah
Editor :
Copyright © ANTARA 2024