Serangan pasukan Israel ke Jalur Gaza dalam beberapa pekan terakhir membuat berbagai kalangan di seluruh dunia prihatin. Serangan itu tidak hanya menimbulkan korban di antara pihak yang berseteru, tetapi juga jatuh korban di kalangan masyarakat sipil, termasuk perempuan dan anak-anak.

        "Saya terus mengikuti perkembangan di Jalur Gaza Palestina, saya terus mengikuti krisis kemanusiaan itu sudah melampaui batas kepatutannya," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pekan lalu di Puri Cikeas, Bogor.

        Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, "Kita ingin tragedi kemanusiaan itu diakhiri, gencatan senjata bisa diberlakukan. Kita tidak tega anak-anak dan golongan lanjut usia itu menjadi korban, baik meninggal maupun luka-luka, mereka orang-orang yang tidak berdosa." 

 Sejak awal serangan pasukan Israel ke Gaza, pemerintah Indonesia telah menyampaikan sikapnya. Demikian pula, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menghubungi maupun dihubungi berbagai pihak untuk memberikan kontribusi bagi penghentian kekerasan di kawasan itu.

        Selain telah berkomunikasi dengan Sekjen PBB Ban Ki-moon, Presiden Yudhoyono juga berkomunikasi dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk mendorong adanya gencatan senjata dan memungkinkan bantuan kemanusiaan masuk ke kawasan itu.

        Presiden Yudhoyono mengatakan dalam pembicaraan dengan Presiden Abbas disampaikan bahwa Indonesia prihatin dengan kondisi yang terjadi saat ini di Palestina dan mendorong segera adanya gencatan senjata, penghentian aksi saling balas menyerang, dan memberikan peluang bagi bantuan kemanusiaan.

        Sementara itu, Menlu Marty Natalegawa mengatakan bahwa komunikasi Presiden Yudhoyono dengan Presiden Abbas menegaskan komitmen Indonesia untuk membantu mengatasi masalah yang dihadapi Palestina.

        "Bapak Presiden menyatakan dukungannya terhadap upaya-upaya dari Presiden Mahmud Abbas untuk menghentikan kekerasan dan juga agar masyarakat internasional memberikan bantuan kemanusiaan," katanya.

<b>Surat Terbuka</b>

   Meski berbagai upaya dari sejumlah pemimpin dunia dilakukan untuk menghentikan kekerasan di Gaza, hingga awal Agustus 2014 belum ada tanda-tanda pengurangan bobot kekerasan atau penghentian kekerasan di kawasan itu.

        Upaya gencatan senjata memang telah dilakukan. Namun, belum menunjukkan hasil yang optimal.

        Presiden Yudhoyono kemudian pada pertengahan pekan lalu menulis surat terbuka yang ditujukan kepada semua pihak. Selain dimuat di Strait Times, surat terbuka itu juga diunggah dalam laman Fan Page Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diformat Facebook.

        Berikut isi surat terbuka Presiden Yudhoyono yang dibuat pada hari kedua perayaan Idulfitri pada tanggal 29 Juli 2014.

        "Nama saya Susilo Bambang Yudhoyono. Saya seorang muslim yang mencintai keadilan, dan yang sekaligus mencintai kedamaian, kemanusiaan dan demokrasi. Hampir sepuluh tahun ini saya memimpin Indonesia, dan beberapa bulan mendatang saya akan mengakhiri tugas saya sebagai Presiden Republik Indonesia."  

 "Kemarin, setelah pagi harinya bersama rakyat Indonesia merayakan Idulfitri dengan tenang dan damai, sebuah hari keagamaan yang agung bagi umat Islam, sepanjang malam saya tidak bisa memejamkan mata saya. Melalui tayangan televisi nasional dan internasional, hampir setiap menit, saya menyaksikan jatuhnya korban jiwa di Gaza akibat kekerasan dan aksi-aksi militer yang tengah berkecamuk. Hampir semua yang tewas dan yang luka-luka adalah mereka yang tidak berdosa, tidak berdaya, dan tidak bisa menyelamatkan diri dari desingan peluru dan bom-bom maut pencabut nyawa."

   "Isak tangis ibu-ibu yang kehilangan putra-putrinya, serta jeritan anak-anak yang tiba-tiba kehilangan orang tuanya, sungguh menusuk relung hati saya yang paling dalam. Saya yakin, siapa pun dan bangsa mana pun hampir pasti akan mengalami kesedihan dan kepiluan yang sama menyaksikan tragedi kemanusiaan yang tak terperikan itu."

   "Sebagai seorang Presiden yang saat ini tengah memimpin sebuah negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia, tentu saya tidak hanya bersedih dan marah. Hingga saat ini saya juga aktif melaksanakan diplomasi beserta para menteri dan diplomat Indonesia, termasuk dengan Sekjen PBB Ban Ki-moon, dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, tetapi situasi yang ada di Gaza kenyataannya bertambah buruk. Oleh karena itu, dari Jakarta, saya harus meneriakkan seruan moral kepada seluruh bangsa di dunia, utamanya para pemimpin dunia, dan utamanya lagi kepada pemimpin Israel dan Hamas, untuk segera menghentikan kekerasan dan tragedi di kawasan itu. Dengan seruan ini saya berharap para pemimpin dunia segera mengambil tanggung jawab bersama dan benar-benar bisa melakukan atau 'memaksakan' gencatan senjata dan mengakhiri operasi-operasi militer yang tampaknya makin tidak pandang bulu."

   Gencatan senjata itu mesti dilaksanakan sekarang. Bukan besok, apalagi lusa. Dengan gencatan senjata, berarti serangan Israel melalui udara, laut dan darat harus segera dihentikan. Demikian pula, tembakan-tembakan roket dari pihak Hamas mesti diakhiri agar aksi balas-membalas atau siklus kekerasan tidak terus berlanjut. Tindakan para pemimpin politik dan militer untuk melanjutkan operasi-operasi militer saat ini hanya akan makin menambah jatuhnya korban jiwa, termasuk anak-anak, kaum perempuan dan golongan lanjut usia.

        Ini semua sudah menabrak hukum, moral, dan etika perang, yang harus dijunjung tinggi di sebuah dunia yang beradab.

        "Meskipun saya seorang muslim, saya tidak melihat masalah ini dari segi agama. Saya tidak mengaitkan pikiran dan seruan saya ini dengan Islam, Yahudi, Kristen, Katolik, dan agama atau keyakinan apa pun. Isu yang kita hadapi ini adalah isu tentang kemanusiaan, moralitas, hukum, dan etika perang, serta tindakan dari pihak mana pun yang telah melebihi kepatutannya. Tragedi kemanusiaan dan penderitaan manusia yang tak terperikan ini juga berkaitan dengan rasa tanggung jawab dari para pemimpin, baik langsung maupun tidak langsung, telah membuat tragedi kemanusiaan ini terus berlangsung."   

Terus terang, Indonesia secara konsisten dan tegas mendukung kemerdekaan bangsa Palestina. Dunia harus benar-benar memberikan kepastian bagi terbentuknya negara Palestina yang merdeka dan berdaulat, serta diakui oleh masyarakat dunia. Juga Palestina merdeka yang hidup berdampingan secara damai dengan Israel, dan juga dengan negara-negara tetangganya. Konsep "dua negara dalam kawasan yang damai" adalah konsep yang saya pandang dan yakini sebagai konsep yang realistis dan bisa diwujudkan.

        "Dengan tontonan dan contoh buruk tentang konflik, perang, dan kekerasan sebagaimana yang kita saksikan saat ini, atau juga di tahun-tahun sebelumnya, maka anak-anak bangsa mana pun, termasuk anak-anak muda kita, bagai diajarkan ya begitulah kehidupan di dunia yang mesti dijalankan. Padahal, selama hampir sepuluh tahun ini saya mengajak bangsa Indonesia, termasuk umat Islam Indonesia, untuk senantiasa mencintai perdamaian, persaudaraan, toleransi, dan kerukunan. Saya juga berjuang dengan gigih untuk memerangi radikalisme, ekstremisme, dan terorisme di bumi Indonesia. Saya juga aktif menyelenggarakan dan berpartisipasi dalam forum dialog antaragama dan peradabannya, baik di Indonesia maupun di berbagai forum internasional."

   "Saya juga memelopori dan memimpin penyelesaian berbagai konflik di Indonesia secara damai dan demokratis, termasuk konflik di Aceh dan Papua, konflik komunal antar dan intraagama, serta konflik kepentingan dengan negara lain, termasuk sengketa perbatasan dengan negara-negara tetangga. Saya juga berupaya sekuat tenaga untuk menjaga dan mempertahankan garis Islam Indonesia yang moderat, rukun, dan toleran di tengah pengaruh global yang sering menyebarluaskan radikalisme, ekstremisme, dan terorisme." 

   "Saya menyadari bahwa semua itu tidak bisa 'to be taken for granted', tetapi harus terus kita jaga dan upayakan perwujudannya. Pendek kata saya berupaya sekuat tenaga untuk mengajak bangsa Indonesia agar mencintai perdamaian, menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan kemanusiaan, serta toleransi dan bisa membangun persahabatan dan kemitraan dengan bangsa lain. Itulah konon katanya nilai-nilai universal yang diajarkan oleh orang-orang bijak di dunia." 

"Apa yang terjadi di Gaza dan tempat lain di Timur Tengah atau Afrika Utara dewasa ini dikaitkan dengan misi dan tantangan yang saya hadapi di Indonesia, bisa dibayangkan betapa beratnya saya mengemban tugas-tugas yang mulia itu. Apa yang harus saya katakan kepada ratusan juta rakyat Indonesia? Bagaimana tidak makin muncul kelompok-kelompok yang radikal di negara kami dan bahkan juga di banyak negara karena mereka merasa kalah dan dipermalukan sehingga harus memilih dan menempuh jalannya sendiri-sendiri dalam memperjuangkan keadilan yang diyakininya. Saya yakin tantangan berat yang saya hadapi ini juga dihadapi oleh banyak pemimpin lain di dunia, termasuk para pemimpin politik, pemimpin pemerintahan, pemimpin organisasi kemanusiaan, dan para pemimpin agama."  

 "Saya khawatir karena keacuhan dan kurangnya tanggung jawab kita semua, maka generasi-generasi yang terlahir saat ini kelak akan menjadi generasi yang keras, penuh dendam, dan kebencian. Bisa-bisa pula menjadi generasi yang haus darah dan peperangan. Kalau ini yang terlahir dan terjadi di abad ke-21 ini, maka terciptanya perdamaian dan keamanan internasional yang menjadi semangat dan jiwa Perserikatan Bangsa-Bangsa, hanya akan menjadi sesuatu yang sangat ilusif."  

"Dengan itu semua, pandangan dan usulan konkret saya sebagai pemimpin Indonesia adalah agar dalam hitungan hari, kalau perlu hitungan jam, para penentu perdamaian dan keamanan dunia, yaitu Dewan Keamanan PBB, utamanya para pemegang hak veto, dan negara-negara kunci di kawasan Timur Tengah, segera duduk bersama dan benar-benar bisa memaksakan dilakukannya gencatan senjata."   

Semangatnya adalah "peace making". Setelah gencatan senjata dapat diwujudkan, segera diintensifkan bantuan kemanusiaan dan proses politik yang lebih inklusif dan konklusif. Jangan sampai setelah peperangan yang dengan susah payah bisa diakhiri, proses politik itu dilupakan kembali. Jangan mengulangi kesalahan masa lalu. Dengarkan jeritan rakyat Palestina, utamanya yang tinggal di jalur Gaza yang sudah cukup menderita akibat blokade yang diberlakukan selama ini, serta pandangan Fatah dan Hamas yang semoga makin menyatu, realistis, dan konstruktif. Dengarkan pula harapan rakyat Israel agar tidak dihantui oleh rasa takut sepanjang masa setelah tetangganya insya Allah menjadi negara yang merdeka dan berdaulat.

        "Konflik kedua bangsa itu akan berakhir, menurut hemat saya, jika kemerdekaan Palestina telah benar-benar dicapai dan kemudian Israel tidak merasa terancam olehnya. Tentunya Israel yang semakin memiliki hati dan semangat persahabatan, dan bukan yang selalu bersikap superior karena merasa negaranya jauh lebih kuat. Negara lain juga harus peduli, tergerak, dan ikut berkontribusi bagi terwujudnya cita-cita mulia ini. Indonesia menawarkan diri dan selalu siap untuk dilibatkan dalam proses pengakhiran tragedi kemanusiaan yang penting ini."   

"Inilah saudara-saudaraku bangsa sedunia, peluang sejarah yang terbuka. Jangan kita sia-siakan agar kita tidak dikutuk dan disalahkan oleh generasi mendatang oleh anak cucu kita."

   Selamat Idul Fitri 1435 Hijriah kepada kaum muslimin di Palestina semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan dan pertolongan-Nya. Juga salam damai dan persahabatan untuk semua umat beragama dan bangsa-bangsa sedunia.

        Demikian surat terbuka Presiden Yudhoyono, kini semua upaya sudah dilakukan meski memang tidak mudah menghentikan konflik yang berlangsung sejak lama itu. Kendati demikian, tidak boleh berputus asa untuk mengupayakannya. (*)


Pewarta : Panca Hari Pabowo
Editor :
Copyright © ANTARA 2024