Virus H5N1 jenis Clade 2.3.2 (virus flu burung) kembali mengancam Sumatera Barat. Sedikitnya 1.207 itik mati mendadak di Desa Kampung Lintang, Nagari Sunur, Kecamatan Nan Sabaris, Kabupaten Padangpariaman. 

            Dinas Pertanian, Peternakan, dan Kehutanan Padang Pariaman, langsung menurunkan tim Participatory Disease Surveillance and Respons (PDSR) atau tim tanggap cepat flu burung untuk menangani kasus tersebut. Selanjutnya, tim melakukan pemusnahan terhadap 169 itik milik salah seorang peternak.

             "Dari hasil tes cepat yang dilakukan petugas, itik-itik yang mati itu positif terjangkit virus flu burung," kata Kepala Bidang Dinas Pertanian, Peternakan, dan Kehutanan Padang Pariaman, Akhiruddin di Padangpariaman. 

       Di desa tersebut, setidaknya terdapat lebih kurang 3.000 lebih itik milik peternak. Jumlah tersebut terancam terjangkit virus karena berada dekat dengan kawasan di mana terjangkitnya itik-itik yang telah dimusnahkan.

            Selain itu, pola peternak dengan melepaskan itik ke sawah dan bahkan ada yang membuang bangkai itik ke sungai, juga bakal berdampak pada penyebaran virus lebih luas.

         "Kami memprediksi dalam radius tiga kilometer, virus ini dapat menyebar ke unggas lain dan cukup berisiko bagi penduduk sekitar," kata Kepala Seksi Pemeliharaan Hewan Dinas Pertanian, Peternakan, dan Kehutanan Padang Pariaman, Dahlia.

            Ia menyebutkan, terdapat enam orang peternak itik di daerah itu. Rata-rata peternak memiliki sekitar 300 hingga 600 bibit .

            Itik-itik dari empat peternak diantaranya, positif terjangkit H5N1 clade 2.3.2, sementara dua lainnya belum terkena .

           Dahlia mengatakan, mengingat resiko yang dapat muncul dalam kasus tersebut, pihaknya telah memberi penyuluhan kepada peternak untuk tidak melepaskan itik-itik mereka.

            Ia menambahkan, pemerintah Kabupaten Padang Pariaman telah menyiapkan ganti rugi terhadap itik yang dimusnahkan, sebesar Rp5.000 untuk itik muda dan Rp10 ribu untuk itik yang telah bertelur.

             Menurut pengakuan peternak, bibit itik dibeli dari Kota Payakumbuh. Peternak membeli bibit itik berumur dua hari dengan harga Rp12 ribu per ekor.  

        Deni adalah salah seorang peternak yang 169 itik dimusnahkan oleh petugas Dinas Pertanian dan peternakan setempat. Ia mengaku, sekitar ratusan itik miliknya telah mati sejak beberapa hari lalu.

             "Setelah 11 hari sejak dibeli dari Payakumbuh, satu per satu itik mati mendadak dan sebelum dimusnahkan tersisa separuhnya saja," katanya.

            Ia mengatakan, tidak jelas tanda-tanda sebelum kematian itik-itik tersebut. Pada pagi hari ada tiga sampai tujuh ekor yang mati, lalu siangnya bertambah dan bahkan ada yang langsung mati serentak sebanyak 30 ekor, tambahnya.

             Ia menambahkan, sebelum itik-itik miliknya mati mendadak, ratusan itik milik peternak lain yang berjarak 300 meter dari kediamannya telah mati lebih dahulu.

Kasus Kedua di Sumbar

       Kasus itik mati mendadak di Kabupaten Padang Pariaman merupakan kasus kedua terbesar dengan jumlah kematian unggas yang mencapai ribuan ekor di Sumatera Barat.

            Sebelumnya virus H5N1 menyebabkan kematian mendadak pada 1.416 itik petelur milik sejumlah peternak di tiga kelurahan berbeda, di Kecamatan Lamposi Tigo Nagori (Latina) dan Kecamatan Payakumbuh Utara, Kota Payakumbuh yang diketahui pada 26 Desember 2012.  

        "Kematian mendadak pada itik di daerah ini mirip dengan kejadian pada itik di Payakumbuh Desember tahun lalu, dan dapat diduga bahwa virus yang menjangkit itik di Padang Pariaman memang tertular dari itik yang berasal dari Payakumbuh," kata Koordinator Local Disease Control Centre (LDCC) atau Pusat Kontrol Penyakit Veteriner Dinas Peternakan Sumbar, Eni Haswita.

             Menurut dia, penyebab kematian pada itik ini diidentifikasi sebagai virus H5N1 Clade 2.3.2 yang selama ini belum pernah ada di Indonesia.

             Ia mengatakan, hasil penelitian dari Balai Besar Penelitian Veteriner melalui pemeriksaan Biologi Molekuler terhadap Virus H5N1 Clade 2.3.2 menunjukkan adanya delapan gen berbeda dengan virus H5N1  Clade 2.1.1, Clade 2.1.2 dan Clade 2.1.3, artinya virus ini bukan hasil mutasi virus H5N1  yang sudah ada di Indonesia, melainkan virus introduksi baru.

            "Antara virus H5N1 Clade 2.3.2 dengan virus sebelumnya sama-sama sangat mematikan terhadap unggas dan berpotensi dapat menular kepada  manusia dan perbedaannya adalah Virus H5N1 Clade 2.3.2 sejauh ini dilaporkan menyebabkan banyak kematian pada itik," kata dia.

             Sementara, untuk mencegah terjadinya penyebaran lebih lanjut, peternak yang berada di sekitar lokasi terjangkitnya itik, harus lebih waspada serta tidak melepaskan itik-itik mereka di persawahan atau lingkungan sekitar. (*/jno)


Pewarta : Rudrik Syaputra
Editor :
Copyright © ANTARA 2024