Selasa (24/7) malam, Doni Hamrianto (35) hanya bisa duduk termenung dengan mata berkaca-kaca di bantaran Sungai Batang Arau, Kampung Baru, Kecamatan Lubuk Begalung, Kota Padang.
Ia tidak menduga sama sekali, hari itu dirinya akan kehilangan rumah yang telah dibangun dengan susah payah sejak 2010. Rumahnya hanyut tanpa bekas diterjang luapan air Batang Arau.
Sore itu, dalam kondisi gerimis usai menjalani aktivitas sebagai tukang ojek, Doni pulang ke rumahnya untuk berbuka puasa.
Setelah meminum segelas air dan makan seadanya, tiba-tiba listrik padam, yang kemudian diiringi dengan angin yang bertiup cukup kencang.
Tiba-tiba perasaannya tidak enak. Ia keluar sebentar dari rumahnya yang hanya berjarak sekitar 10 meter dari tepian Batang Arau. Ia kemudian bergerak menuju rumah adiknya yang berjarak 100 meter dari rumahnya.
Berselang 10 menit, perasaannya semakin tidak enak dan ia memutuskan untuk kembali ke rumah semi permanen miliknya yang berukuran 4x6 meter.
Tanpa diduganya sama sekali, tiba-tiba air sungai meluap dan dalam sekejap mengggenangi rumahnya. Hanya dalam hitungan detik, Doni hanya bisa menyaksikan rumahnya hanyut diseret arus sungai yang sangat deras.
"Tak ada barang yang bisa diselamatkan. Sekarang hanya tinggal baju yang terpasang di badan," kata dia.
Banjir datang tanpa sedikit pun memberi tanda-tanda. Hanya ada gerimis tipis pada sore itu.
"Ini banjir paling besar yang pernah saya lihat seumur hidup. Sebelumnya memang pernah juga terjadi, namun air tidak sampai menjangkau rumah saya," kata Doni.
Masih kuat dalam ingatannya bagaimana dia bekerja keras mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk membangun rumahnya itu.
Banjir telah melenyapkan segalanya, termasuk sebagian mimpi dan cita-citanya. Perabotan, televisi, lemari, kambing peliharaan, ayam ternak, dan kolam ikan di samping rumah, semuanya lenyap tanpa sisa.
Kejadiannya sangat cepat dan dia tidak sempat berbuat apa-apa untuk menyelamatkan barang-barang berharga miliknya.
Namun demikian, Doni tetap mengaku bersyukur masih dapat selamat dari terjangan banjir. "'Awak indak bisa bayangkan kalau awak di dalam rumah, mungkin awak indak ado kini lai doh' (saya tidak bisa membayangkan kalau saat kejadian berada di dalam rumah, mungkin saya sudah meninggal)," ujarnya.
Lebih beruntung lagi, istri dan anaknya juga selamat, karena sejak siang tengah berkunjung ke rumah adiknya di kawasan Bandar Buat, Indarung.
"Rencananya istri dan anak-anak mau pulang pukul 17.00 WIB. Tapi entah kenapa perasaan saya tidak nyaman dan saya melarang mereka pulang dan untuk sementara bertahan saja di tempat saudara," kata dia.
Ia menceritakan, saat akan membangun rumah itu pada 2010 istrinya sempat dua kali bermimpi rumah itu hanyut diterjang banjir.
Namun Doni tetap membangun rumah itu tanpa ada sedikit pun firasat bahwa mimpi istrinya akan menjadi kenyataan.
Saat ini ia memilih menetap sementara di rumah orang tuanya yang lokasinya tidak jauh dari rumahnya yang sudah lenyap tanpa bekas, sementara istri dan anak-anaknya tetap menetap di rumah saudaranya di Bandar Buat.
"Alhamdulillah, istri bisa menerima semua ini dengan ikhlas dan sabar meski tidak ada lagi harta yang tersisa," lanjutnya.
Doni menaksir total kerugian yang dideritanya mencapai sekitar Rp50 juta. Beruntung sepeda motor yang sehari-hari dipakainya untuk mencari nafkah juga dapat diselamatkan.
Beberapa saat usai kejadian, warga mulai ramai berdatangan untuk menyampaikan simpati.
"Malam itu adalah momen paling berat dalam hidup saya," ujar Doni.
Ia berharap dapat membangun kembali rumahnya, tapi lokasinya agak lebih tinggi dari yang sebelumnya.
Kini ia harus memulai semuanya lagi dari nol, karena hanya tanah merah yang digenangi air beserta lumpur yang masih tersisa dari rumah tempat dia dan keluarga berteduh selama ini.
Banjir yang terjadi pada Selasa malam melanda lima kecamatan di Kota Padang, yaitu Kecamatan Lubuk Kilangan, Lubuk Begalung, Pauh, Kuranji, dan Kecamatan Nanggalo. Ratusan rumah terendam dalam musibah itu.
Hujan deras menyebabkan dua sungai di daerah itu meluap, yaitu Batang Kuranji dan Batang Arau, mengakibatkan daerah yang dilawatinya terdampak banjir.
Wali Kota Padang Fauzi Bahar menduga peristiwa banjir kali ini merupakan dampak dari praktik pembalakan liar di kawasan hulu sungai. (*)