"Silahkan duduk pak, maaf seandainya sedikit tercium bau tidak sedap harap dimaklumi," kata Syafrizon seorang warga di Nagari Guguk, Kecamatan Koto VII, Kabupaten Sijunjung Sumbar kepada ANTARA saat berkunjung ke rumahnya pada Jumat (17/2).
Di teras rumah, dengan pekarangan yang cukup luas itu, Syafrizon menceritakan tentang usaha ternak puyuh yang telah dirintis sejak tiga tahun lalu bersama istri dan keluarganya.
"Sebelumnya, saya beternak ayam tetapi modalnya mahal. Akhirnya saya beralih ke budidaya ternak puyuh yang biayanya lebih murah," katanya sembari terus mengepulkan asap rokoknya.
Beternak puyuh merupakan mata pencaharian utama keluarganya selain berkebun karet yang sudah lama dilakukannya.
Dia menyebutkan, saat ini dia memiliki rumah khusus di terletak belakang rumahnya yang di dalamnya berisi 15 kandang induk puyuh.
Menurut dia, pembuatan kandang, biaya perawatan serta pakan puyuh lebih ekonomis dibanding ternak lainnya dimana persentase perbandingannya mencapai 30 persen.
"Dari jenis pakan yang kami berikan untuk puyuh hanya jagung dan konsentrat yang harganya lebih tinggi dari dedak atau bekatul," katanya.
Dalam hal pengobatan, dia mengaku tidak mengetahui jenis penyakit dan obat untuk menanggulanginya, namun apabila puyuh tersebut telah sakit parah dan mati dia hanya menguburnya.
"Hingga sekarang saya juga tidak mengetahui apa nama jenis dari puyuh yang sedang dibudidayakan ini," katanya tersipu.
Dia mengatakan, selama ini melakukan usaha ternak puyuh hanya bertujuan untuk memperoleh hasil yang banyak dari telurnya, agar mendapat keuntungan ketika terjual di pasar.
Ternak puyuh Syafrizon berjumlah tiga ribu ekor puyuh. Dalam sehari mampu menghasilkan telur sebanyak dua ribu lima ratus butir.
"Telur-telur itu dijual ke pasar di Muaro bahkan hingga kota Payakumbuh, kadang kala juga sampai ke luar provinsi," katanya saat menunjukkan populasi puyuh di kandangnya.
Syafrizon menjual telur itu ke pasaran dalam bentuk "lapak-lapak" dalam setiap lapak berisi 100 butir telur, dengan harga per butirnya Rp170.
Dia mengaku penghasilan yang didapat dari penjualan telur ini mampu meningkatkan ekonomi keluarganya.
"Kadang kala kami kewalahan memenuhi pesanan yang banyak datang karena keterbatasan waktu produksinya," kata Syafrizon.
Dia mengakui permintaan pasar akan telur puyuh ini sangatlah besar. Untuk itu, terbesit keinginan dari dalam dirinya ingin lebih meningkatkan hasil produksinya sehingga mendapat keuntungan yang lebih besar dari apa yang telah didapatkannya saat ini.
"Sudah sering sekali saya memikirkan untuk mengembangkan usaha ternak puyuh ini, namun apa daya tangan tak sampai modal kami pun terbatas," keluhnya.
Dia sudah melakukan berbagai macam usaha untuk mewujudkan keinginannya itu. Sebelumnya dia telah meminjam dana melalui Kredit Mikro Nagari (KMN) yang difasilitasi oleh nagari setempat akan tetapi memiliki kendala.
Karena peraturan yang diterapkan adalah sistem bergilir sehingga jika ingin meminjam lagi terpaksa mengantre.
"Saya dan keluarga berharap ada perhatian dari pemerintah terhadap seluruh Usaha Kecil Menengah (UKM) termasuk usaha ternah puyuh ini agar bisa lebih berkembang lagi," harapnya.
Sementara itu, istrinya yang bernama Mardiatun bersama anaknya juga ikut membantunya mulai dari memberi pakan, membersihkan kandang, membungkus telur yang akan dijual hingga ikut memasarkannya.
Perhatian Pemerintah
Selain Syafrizon, di Nagari Guguk ini juga masih ada sekitar 14 kepala keluarga yang mempunyai usaha ternak puyuh yang sama bahkan di antaranya memiliki kandang dan jumlah populasi yang lebih banyak.
Dari 15 kepala keluarga itu, sebanyak 11 kepala keluarga masih memiliki hubungan sebagai saudara termasuk keluarga Syafrizon.
"Sejak 2009 kami bersebelas memiliki inisiatif sendiri untuk membudidayakan puyuh di nagari ini yang bertujuan meningkatkan perekonomian keluarga," kata Datuk Naro yang merupakan saudara tertua dari yang lainnya.
Di antara kesebelas keluarga yang melakukan budidaya ternak puyuh ini, Datuk Naro memiliki kandang dan jumlah populasi puyuh lebih banyak dibanding saudara lainnya.
Dia menyebutkan, saat ini memiliki jumlah populasi puyuh hingga 5.000 ekor dimana dalam setiap harinya dapat menghasilkan telur sebanyak 4500 butir.
Setali tiga uang dengan Syafrizon, Datuk Naro pun mengatakan jika selama ini pemasarannya tidak tetap pada suatu daerah.
Meskipun demikian, dia mengaku telah memiliki beberapa pelanggan terutama dari luar Sumbar, contohnya Batam.
Sementara untuk bibit dia belum bisa untuk menetaskan sendiri dan lebih memilih untuk membelinya di Payakumbuh. Yang menurutnya merupakan daerah sentra ternak puyuh terbesar di Sumbar.
"Kami mengenal puyuh ini hanya berdasarkan dari pengalaman yang telah dilakukan, selebihnya kami tidak mengetahuinya," kata Datuk Naro seadanya.
Datuk Naro berharap adanya sosialisasi tentang budidaya ternak puyuh ini dari pemerintah dan instansi yang tekait.
Tujuan dari sosialisasi ini, katanya, untuk meningkatkan pengetahuan peternak tentang segala macam hal yang berhubungan dengan budidaya ternak puyuh ini.
"Serta bisa meningkatkan hasil dan kualitas produksi sekaligus meningkatkan penghasilannya," ujarnya.
Peternak puyuh lainnya yang masih memiliki ikatan keluarga dengan Datuk Naro dan Syafrizon yakni Ujang, Baharuddin, serta ketujuh saudara lainnya yang tidak sempat ditemui ANTARA.
Kesemuanya memiliki persoalan serta harapan yang sama terutama untuk pengembangan ternaknya.
Sementara itu Pakar Puyuh dari Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang Sumbar Dr Ade Djulardi mengatakan, adanya satu keluarga yang membudidayakan puyuh dari jenis Jepang ini lebih dari 10.000 ribu ekor merupakan fenomena terutama untuk di Sijunjung.
"Nagari Guguk bisa menjadi sentra ternak puyuh di Sijunjung," katanya saat meninjau langsung ke lokasi.
Ade mengatakan peran pemerintah lah yang bisa mewujudkan tujuan tersebut.
Dalam hal ini, katanya, Dinas Peternakan harus bisa membuat program dalam rangka menyosialisasikan kepada masyarakat lainnya dan juga pengadaan bibit puyuh unggul terutama yang berasal dari Sukabumi, Jawa Barat.
Selain itu, juga melalui kerja sama dengan bank dan pemerintah nagari setempat dinas juga memfasilitasi adanya Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Ini bertujuan untuk memberi kemudahan para masyarakat yang memiliki usaha seperti halnya ternak puyuh dapat lebih mengembangkannya.
"Perguruan tinggi juga bisa mengambil peranan dalam memajukan kegiatan budiaya ternak puyuh ini," katanya.
Dia memberi contoh pengadaan Sarjana Masuk Desa terutama yang jurusan peternakan bisa memberikan pengarahan langsung kepada peternak atau membantu untuk meningkatkan pemasarannya.
Selain itu, perguruan tinggi terutama yang memiliki jurusan peternakan mengadakan kerja sama dengan peternak setempat untuk mengadakan kegiatan magang atau penelitian.
"Apabila tujuan ini tercapai fungsionalitas dari peternakan sendiri telah tepat sasaran," katanya. (*)