Kekerasan terhadap perempuan terjadi di Indonesia sama seperti di negara lain. Kekerasan berbasis gender terjadi di seluruh penjuru dunia tanpa memandang etnis, ras, status sosial-ekonomi, dan agama.

        Hal ini dapat mengancam kaum perempuan dalam titik kehidupan mereka seperti aborsi, pendidikan yang lemah dan nutrisi yang kurang terhadap anak, inses, dan juga dengan apa yang disebut pembunuhan kehormatan.

        Kondisi itu, dapat dilihat dari bentuk kekerasan dalam rumah tangga, pemerkosaan, perdagangan manusia, atau juga pengucilan terhadap kaum janda misalnya.

        Satu dari tiga perempuan di seluruh dunia mengalami beberapa bentuk kekerasan dalam kehidupan mereka, hal ini dapat terlihat di beberapa negara yang memiliki tingkat kekerasan terhadap perempuan sebesar 70 persen.

        Tahun 2011 kembali kita memperingati  "16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Gender"  yang diawali dengan Peringatan Hari Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan secara Internasional pada 25 November, dan diakhiri dengan peringatan Hari Hak Azasi Manusia yang juga diperingati di seluruh dunia.  

   Hal ini jelas bahwa masyarakat internasional harus dapat membantu lebih dari sekedar kata-kata yang dapat memerdekakan para perempuan dari kekerasan.

        Kondisi itu dapat terjadi dibelakang layar ataupun menggunakan taktik publik yang berpengaruh, di lingkungan sekitar kita ataupun dimana saja.

        Kekerasan terhadap perempuan dapat merusak kehidupan pria dan wanita.

        Hukum harus ditegakkan, karena sering sekali didapati bahwa pelaku kejahatan tidak mempertanggung jawabkan perbuatan mereka.

        Kita harus mampu memperbaiki rendahnya status perempuan di seluruh dunia yang cenderung membuat mereka merasa tidak berharga dan rentan.

        Selanjutnya, kita juga harus mendukung keikutsertaan kaum laki-laki dalam upaya mencegah kekerasan dan mengubah perilaku terhadap kaum perempuan.

        Meningkatkan akuntabilitas dan komitmen masyarakat dan pemerintah sebagai pemimpin dari permasalahan ini, serta menyoroti dan mempromosikan program yang sudah berhasil berjalan dengan efektif.

        16 Hari ini, adalah peringatan serius bahwa kekerasan berbasis gender tidak dapat diperlakukan semata-mata hanya masalah perempuan  ini adalah tantangan yang mendalam bagi seluruh dunia.

        Kekerasan berbasis gender bukan hanya sebuah penghinaan terhadap hak asasi manusia dan martabat, yang juga memberikan dampak merugikan kesejahteraan masyarakat kita.  

   Ketika terjadi pelecehan kaum perempuan berakibat usaha menjadi bangkrut atau pendapatan menyusut, kelaparan melanda di dalam keluarga, ini juga akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan anak.

        Melihat begitu besar yang dikeluarkan untuk kebutuhan medis dan juga pelayanan hukum, dikarenakan kekerasan atau menghitung pendapatan yang menyusut akibat hari kerja yang terpotong.

        Di Uganda, misalnya, sekita 12,5 persen wanita dilaporkan kehilangan waktu mereka dikarenakan pekerjaan rumah tangga penting, seperti mengambil kayu untuk bahan bakar, mencuci pakaian, satu pilihan terpaksa mereka lakukan karena kekerasan/pemaksaan dari pasangan mereka.  

   Hal ini mengakibatkan hampir 10 persen perempuan harus mengorbankan rata-rata 10 hari kerja mereka.

        Hal ini juga diperburuk ketika banyak perempuan menjadi kepala ataupun satu-satunya pencari nafkah dalam rumah tangga.

        Menurut survei, lebih dari dua-pertiga dari rumah tangga di Bangladesh melaporkan bahwa kekerasan domestik mempengaruhi kerja pegawai dimana mereka harus kehilangan rata-rata Rp50.000 atau 4,5 persen dari rata-rata pendapatan bulanan untuk sebagian besar kaum perempuan.

     Kekerasan  berdampak terhadap banyak lapisan masyarakat sebagai suatu peradilan, kesehatan dan juga pelayanan keamanan yang belum dapat ditegakkan.

     Kekerasan yang terlihat seperti penyakit kanker yang melukai banyak masyarakat dan menghambat perkembangan kemajuan pembangunan sosial dan ekonomi.

     Kekerasan fisik terhadap perempuan meningkatkan resiko serius dalam berbagai hal, termasuk masalah kesehatan reproduksi, keguguran, dan juga penyakit seksual yang menular seperti HIV.

     Hal ini juga berhubungan kuat dengan ibu serta kesehatan anak yang tidak memadai.

        Selain rasa sakit dan penderitaan yang ditanggung oleh setiap individu, kekerasan berbasis gender juga menciptakan berbagai dampak terhadap perekonomian secara nasional, misalnya  kurangnya rasa kepercayaan investor asing terhadap lembaga di suatu negara.

        Tidak ada satu negara manapun yang dapat lolos dari akibat situasi ini.

        Sebuah studi tahun 1995 di Kanada memperkirakan biaya yang dikeluarkan untuk urusan ke pengadilan, polisi dan juga biaya konseling terhadap kekerasan pada wanita mencapai satu milliar dollar per tahun.

     Sedangkan studi di Inggris pada tahun 2004 memproyeksikan biaya yang dikeluarkan sebesar 23 miliar poundsterling setiap tahunnya, atau bisa dikatakan sebesar hampir tuju jutaan per orang.

     Di Amerika Serikat sendiri, biaya yang dikeluarkan untuk penanganan langsung kekerasan terhadap perempuan lebih dari 5,8 milliar dolar per tahun.

        Diluar dari pada itu, 4,1 miliar  dolar juga dihabiskan khusus untuk kebutuhan medis dan juga pelayanan kesehatan, dan kerugian lainnya sebesar 1,8 milliar dolar.

     Pada situasi perekonomian Amerika yang begitu ketat, sebagian mungkin merasa ini adalah biaya yang cukup tinggi.

        Namun meskipun biaya uang muka yang harus dikeluarkan sangat besar untuk sumber daya dalam pencegahan dan penuntutan terhadap kekerasan pada perempuan, ini adalah investasi yang besar untuk jangka panjang.

     Sejak peraturan undang-undang di Amerika untuk Kekerasan Terhadap Perempuan ( The United States Violence Against Women Act) ditetapkan tahun 1994, ini memperkuat upaya untuk menyidik dan menuntut kejahatan tersebut dan telah berhasil menyimpan lebih dari 16 miliar dollar.

     Gerakan 16 hari ini menawarkan kesempatan pada kita untuk memperbaharui komitmen agar membebaskan para perempuan dari mimpi buruk kekerasan yang terjadi baik di rumah ataupun di tengah-tengah masyarakat yang penuh dengan konflik.

     Suatu negara tidak dapat berkembang ketika setengah populasi terpinggirkan dan dianiaya, dan mengalami diskriminasi.

     Ketika perempuan diperlakukan dan diberi kesempatan yang sama dalam hal pendidikan, kesehatan, pekerjaan dan berpolitik, maka mereka akan membangkitkan keluarga mereka, komunitas masyarakat, dan juga sebuah bangsa, dan bertindak sebagai kaum perempuan yang dapat membawa perubahan.

     Seperti yang dikatakan oleh Menteri Luar Negeri Hillary Clinton baru-baru ini, "investasi terhadap perempuan yang berpotensi adalah salah satu cara yang paling pasti untuk mencapai kemajuan ekonomi secara gobal, stabilitas politik, dan juga kemakmuran yang lebih besar bagi kaum perempuan". *

* Kathryn Crockart adalah Konsul Amerika Serikat untuk Sumatera


Pewarta : Kathryn Crockart
Editor :
Copyright © ANTARA 2024